
[OPINI] – Oleh: Ch. Robin Simanullang | Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mendeklarasikan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dengan ‘keberanian’ melakukan lompatan politik strategis keluar dari pakem politik konvensional.
Partai Hanura mendeklarasikan pasangan Wiranto dan Hary Tanoesodibjo (HT) sebagai calon presiden dan wakil presiden 2014. Pendeklarasian itu dilakukan bersamaan dengan penutupan pembekalan Caleg Partai Hanura, atas desakan dan kehendak para kader dan pimpinan DPD Hanura, Selasa (2/7/2013) di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat.
“Saya dan Hary Tanoesoedibjo meneguhkan hati dan menyatakan diri maju sebagai capres dan cawapres pada Pemilu 2014,” kata Wiranto dalam pidato deklarasinya. Dia menyatakan bersyukur dipertemukan dengan tokoh muda HT untuk berdampingan mengusung perubahan. Saya dan Pak Hary Tanoesoedibjo telah mengambil keputusan sebagai calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2014 yang akan datang,” kata Wiranto yang disambut tepuk tangan meriah dari hadirin.
Ketua Umum Partai Hanura yang mantan Panglima TNI (ABRI) itu yakin pasangan dirinya dengan HT sebagai pasangan Capres-Cawapres ideal yang memadukan figur militer dan sipil pengusaha, senior dan junior, mayoritas dan minoritas. “Saya memimpin organisasi militer selama 35 tahun mendampingi tiga presiden,” jelasnya. Sementara HT, lanjut Wiranto, adalah pengusaha sukses yang memahami ekonomi dan militer. Jadi menurutnya hal ini merupakan perpaduan yang saling melengkapi.
Pendeklarasian pasangan Wiranto-HT sebagai Capres-Cawapres Partai Hanura pada Pilpres 2014 tersebut mengejutkan banyak pihak. Sebab pendeklarasian ini dinilai keluar dari pakem politik konvensional. Paling tidak ada dua alasan utama sehingga pendeklarasian ini dinilai keluar dari pakem politik konvensional.
“Saya dari kalangan mayoritas secara suku dan agama, sedangkan Pak Hary dari kalangan minoritas. Ini akan menjadi kekuatan buat kita. Kita akan saling melengkapi,” kata Wiranto dalam wawancara dengan RCTI, yang menyiarkan langsung acara deklarasi itu.
Wiranto optimistis pencalonan dirinya bersama HT akan berjalan mulus dan diterima masyarakat. Apalagi menurut Wiranto, saat ini Partai Hanura sudah semakin dewasa dan matang dalam berpolitik dibanding Pemilu 2009. Wiranto menjelaskan, pada 2004 dia mencalon diri dari Golkar, 2009 mencalonkan Cawapres dari Hanura, tapi saat itu Hanura masih baru sekali. “Sekarang saya mencalonkan lagi dengan kondisi Hanura yang semakin matang dalam berpolitik,” kata Wiranto.
“Kami mohon doa restu dari seluruh rakyat Indonesia. Kami mendeklarasikan pasangan sehati untuk memajukan Indonesia,” tandasnya yang disambut para kader Hanura dengan tak henti-hentinya meneriakkan yel-yel, bertepuk tangan dan melambaikan bendera kecil partai Hanura.
Sementara itu, Cawapres Hanura, Hary Tanoesudibjo, menegaskan, dirinya memiliki tekad yang tulus untuk maju sebagai Cawapres mendampingi Wiranto. “Kami memiliki tekad tulus untuk berbakti kepada bangsa Indonesia. Masalah menang kalah urusan belakangan,” kata Hary. Namun Hary yakin dan berharap rakyat Indonesia akan mendukung mereka. Hary Tanoesoedibjo yang baru bergabung dengan Hanura setelah menyatakan diri keluar dari Partai NasDem, selain menjabat Ketua Dewan Pertimbangan juga baru saja dikukuhkan sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura.
Ketua DPP Partai Hanura Saleh Husin menjelaskan, keduanya dipilih karena ada arus keras permintaan para kader Hanura dari daerah yang menginginkan agar Wiranto diduetkan dengan HT menjadi pasangan Capres-Cawapres. Menurut Saleh, bagi Hanura, Wiranto dan HT cukup ideal, serasi, saling menunjang, serta saling melengkapi.
Keluar Pakem Politik
Pendeklarasian pasangan Wiranto-HT sebagai Capres-Cawapres Partai Hanura pada Pilpres 2014 tersebut mengejutkan banyak pihak. Sebab pendeklarasian ini dinilai keluar dari pakem politik konvensional. Paling tidak ada dua alasan utama sehingga pendeklarasian ini dinilai keluar dari pakem politik konvensional.
Pertama, Partai Hanura tergolong partai kecil dari sudut perolehan suara Pemilu 2009 dan hasil-hasil survei dalam dua tahun terakhir yang sangat jauh dari presidential threshold (25% kursi parlemen atau 20% suara), tapi berani mendeklarasikan pasangan Capres-Cawapres sendiri (tanpa koalisi dengan partai lain) sebelum Pemilu Legislatif. Biasanya (tradisi, pakem) pendeklarasian pasangan Capres-Cawapres dilakukan setelah mengetahui hasil Pemilu Legislatif dan berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi presidential threshold.
Kedua, Partai Hanura, secara khusus Wiranto yang sejak awal sudah ditetapkan sebagai bakal Capres Hanura, berani memilih pasangan Cawapres berusia muda dan berasal dari warga negara yang selama ini disebut dengan stigma minoritas, baik dari segi suku (Tionghoa) maupun agama (Kristen). Biasanya (tradisi, pakem konvensional) belum pernah ada Cawapres dari suku dan agama minoritas. Walaupun para bapak pendiri bangsa sesungguhnya tidak berpikiran untuk menjadikannya sebagai pakem politik. Terbukti pada awal kemerdekaan, Amir Syarifuddin Harahap pernah menjabat Perdana Menteri Indonesia ke-2 pada masa jabatan 3 Juli 1947 – 29 Januari 1948, menggantikan Sutan Syahrir dan digantikan Mohammad Hatta.
Wiranto dan para politisi Hanura tampaknya sudah memikirkan matang hal tersebut serta menyadari pendeklarasian Capres-Cawapres tersebut keluar dari pakem politik konvensional. Wiranto mengatakan dia dan partainya sedang belajar untuk mengambil risiko dengan mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden dari kalangan internal partai dan latarbelakang suku dan agama yang berbeda, yaitu dirinya dengan Hary Tanoe. “Kami mulai belajar untuk menjadi parpol yang berani mengambil risiko, dan membangun suatu budaya baru bahwa parpol harus berani mencalonkan kadernya,” kata Wiranto usai deklarasi.
Wiranto, menegaskan, dirinya bersama dengan Hary Tanoe, sengaja mendeklarasikan diri jauh-jauh hari sebelum Pemilu Legislatif. “Kali ini Hanura berani mengukuhkan diri jauh sebelum Pileg. Kami ingin bangun budaya baru, yakni parpol harus berani ambil risiko memajukan kadernya,” tegas Wiranto.
Wiranto menjelaskan, di internal partainya sudah lebih dulu mengalami proses perjalanan yang matang. Sampai akhirnya para elit partai bersepakat menduetkannya dengan HT. Wiranto berulangkali menegaskan bahwa dia dan HT akan saling mengisi. “Ke depan, masyarakat menginginkan militer-non militer, mayoritas-minoritas, senior dan yunior, kami ada di sana,” tegasnya.
Dia juga menegaskan, Partai Hanura tidak bersandar pada hasil survei dalam menetapkan Capres-Cawapres. “Kami tidak bersandar pada hasil survei yang masing-masing berbeda. Kami akan lebih konsentrasi menghadapi Pemilu 2014,” ujar Wiranto.
Sekretaris Bapilu Partai Hanura Ahmad Rofiq mengakui pendeklarasian itu keluar dari tradisi (pakem) politik nasional selama ini. Dia menjelaskan, selama ini para pelaku politik, termasuk partai politik, selalu mendeklarasikan kandidatnya seusai pemilihan legislatif. Akan tetapi, Hanura memutuskan untuk menabrak pakem tersebut untuk menunjukkan kepercayaan diri menghadapi Pemilihan Presiden di 2014 nanti.
Selain itu, ujar Rofiq, Partai Hanura ingin memberi kesempatan luas untuk masyarakat mengenal sosok keduanya (Wiranto-HT). Dia yakin, dengan waktu yang panjang, masyarakat pemilih akan dapat lebih mengenal capres dan cawapres dari Hanura tersebut. “Jadi bukan sekadar menang atau kalah, kita ingin memberikan kultur demokrasi yang bersih, kita ingin memberikan waktu pada masyarakat untuk mengenal capresnya,” jelas Rofiq.
Tentang hal kedua sehingga pendeklarasian Capres-Cawapres Hanura ini dinilai keluar dari pakem politik konvensional, Wiranto mengatakan, pihaknya mengabaikan perbedaan. Dia memilih menyinkronkan berbagai latar belakang untuk menjawab keinginan masyarakat. Jika publik butuh pemimpin militer dan sipil, senior dan muda, serta mayoritas dan minoritas, pasangan ini jawabannya.
“Perbedaan etnis kami persatukan. Kami berharap mudah-mudahan kami jadi model pengintegrasian perbedaan, agama, etnis, umur, generasi, profesi. Artinya, kalau sudah begini, kami berdua tidak akan ragu-ragu mengajak yang lain untuk bersatu,” tegas Wiranto.
Wiranto sangat yakin, perbedaannya dengan Hary Tanoe justru menjadi kekuatan, bisa merangkul banyak kalangan. Menurutnya, perbedaan bukan harus dijadikan masalah. Dia yakin masyarakat sudah dewasa bisa melihat ini. Dan yang pasti, kata Wiranto, dia dengan Hary Tanoe memiliki kesamaan visi, misi dan pandangan yang sama untuk membangun Indonesia. “Tidak ada partai lain yang berani bersikap seperti kami. Perbedaan buat kami adalah anugerah untuk membangun kebersamaan. Kita rajut perbedaan,” katanya.
“Saya bertekat menjadi presiden Indonesia 2014. Saya berangkat dengan modal memimpin organisasi militer selama 32 tahun dan mendampingi tiga presiden,” kata Wiranto, Selasa, 2 Juli 2013. Dari pengalaman itu, Wiranto mengaku belajar kepemimpinan dan sistim politik Indonesia. “Dari pengalaman ini, saya melihat Indonesia telah melenceng dari tujuan awalnya. Kita harus luruskan kembali,” tegasnya.
Wiranto juga menyatakan bersyukur bertemu dengan Hary Tanoe yang dia nilai memiliki kesamaan keprihatinan terhadap kondisi Indonesia. Kesamaan visi, tekad, dan semangat untuk melakukan perubahan Indonesia.
“Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan atas petunjuk dan bimbingan Tuhan, serta restu dari seluruh rakyat Indonesia, saya dan bapak Hary Tanoe telah meneguhkan tekad untuk sama-sama mengambil peran memimpin perubahan Indonesia sebagai presiden dan wakil presiden 2014,” kata Wiranto saat deklarasi.
Wiranto untuk kesekian kali mengemukakan telah terjadi penyimpangan yang dilakukan jajaran pemerintahan sehingga menyandera Indonesia pada ketidakberdayaan. Jika tetap mau eksis sebagai bangsa yang dihormati bangsa lain, penyimpangan itu harus dihentikan dan diluruskan kembali. Untuk dapat melakukannya, menurutnya, diperlukan pemimpin perubahan yang memiliki visi, komitmen, cerdas, dan sarat dengan inovasi baru.
“Pemimpin yang mampu mengajak dan memberikan keteladanan. Pemimpin yang punya hati tidak memikirkan diri sendiri, keluarga, dan kelompoknya. Pemimpin yang hanya memiliki satu tekad, yakni perubahan untuk Indonesia yang bersatu, adil, dan makmur,” tegas Wiranto.
Gejolak Internal
Berbagai pandangan muncul atas deklarasi pasangan Capres-Cawapres Hanura ini, baik dari internal Hanura maupun pihak lain. Dari internal, salah seorang elit Hanura, Fuad Bawazier, melalui media massa menentang keras penetapan Hary sebagai Cawapres mendampingi Wiranto. Protes keras Fuad ini memunculkan spekulasi telah terjadi perpecahan dalam internal Hanura.
Namun kabar adanya gejolak di internal partai ini ditepis oleh Ketua Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding. “Tidak ada yang menolak pencalonan Hary. Tak ada kubu-kubuan di Hanura. Kami solid. Namanya organisasi, tidak semua anggotanya berpikir sama. Tapi kami solid,” kata Sudding.
Menurut Sudding, pencalonan presiden dan wakil presiden dari internal Hanura, bertujuan untuk memotivasi para caleg Hanura agar lebih bekerja keras untuk mencapai target 20 persen perolehan suara nasional. “Supaya kader Hanura lebih militan untuk mensukseskan pemilu legislatif dan pencalonan Wiranto-Hary Tanoe,” kata Suding.
Tampaknya, Partai Hanura, yang mengusung Wiranto-Hary Tanoesoedibjo sebagai bakal Capres-Cawapres, punya optimisme bisa masuk ke dalam 3 besar partai yang memeroleh suara paling banyak dalam Pemilu 2014.
Optimisme itu dikemukakan Ketua DPP Partai Hanura Susaningtyas Kertopati di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/7/2013). Dia mengatakan walaupun berapa target perolehan suaranya masih akan dibicarakan dulu pasca deklarasi, tetapi yang pasti masuk tiga besar.
Nuning menampik anggapan bahwa Partai Hanura masih tergolong partai kecil. “Partai kecil itu ada masanya. Kami kembali pada realitas yang ada, tapi kami yakin kami bisa lebih besar dengan pilihan baru ini. Kami menargetkan bisa menjaring floating mass (massa mengambang),” katanya. TokohIndonesia.com | Penulis: Ch. Robin Simanullang | Diterbitkan di Majalah BERINDO (Berita Indonesia) Edisi 89, Juli 2013, sebagai Berita Politik
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA