
[WAWANCARA] Wawancara Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono (4 dari 8) – Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga maka kondisi Alutsista TNI baik secara kuantitas maupun kualitas sangat tertinggal sehingga diperlukan modernisasi melalui program MEF (Minimum Essential Force). Sebagian besar Alutsista telah mencapai usia maksimum, hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat kualitas dan kehandalan.
Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengemukakan hal itu dalam wawancara dengan Wartawan TokohIndonesia.com Ch. Robin Simanullang di Mabes TNI, Rabu 11 April 2012. Menurut Panglima TNI, kendala lain adalah keterbatasan anggaran yang diterimakan TNI dan kesulitan mendapatkan suku cadang pengganti dari negara asal, walaupun secara politis kebijakan embargo sudah dicabut namun pengaruhnya masih dirasakan pada upaya pemeliharaan.
Selain itu, kondisi Alutsista yang dimiliki TNI tersebut jumlahnya tidak memadai bila dihadapkan dengan luas wilayah kedaulatan NKRI yang harus dicover (17.500 pulau, 5,8 juta kilometer persegi wilayah laut dan 81.000 kilometer panjang garis pantai) termasuk wilayah trouble spot.
Apabila seluruh anggaran pengadaan Alutsista dapat dipenuhi oleh pemerintah, maka standar kekuatan pokok minimum TNI dapat terwujud. Dengan terwujudnya kekuatan pokok minimum tersebut diharapkan TNI dapat mengatasi ancaman kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI terutama ancaman yang terjadi di wilayah flash point. Bila dibandingkan dengan kekuatan militer negara-negara tetangga, maka kekuatan pokok minimum TNI tersebut belum dapat disejajarkan dengan kekuatan militer mereka.
Laksamana Agus Suhartono mengatakan postur TNI ideal yang dibangun di masa mendatang harus dapat mewujudkan strategi militer yang bersifat Trimatra Terpadu. Kekuatan TNI AD terdiri atas kekuatan terpusat, kekuatan kewilayahan dan kekuatan pendukung yang dilengkapi dengan Alutsista modern, sumber daya manusia yang tangguh dan ketersediaan pangkalan.
Adapun kekuatan Alutsista TNI AL tersusun dalam sistem senjata armada terpadu yang terdiri atas empat komponen yaitu kapal perang, pesawat udara, marinir dan pangkalan sebagai kekuatan utama TNI AL serta kekuatan pendukung lainnya.
Sedangkan Alutsista TNI AU terdiri dari skadron pesawat tempur, terdiri dari skadron pesawat tempur modern, skadron pesawat angkut berat dan ringan, skadron tanker, skadron intai, skadron helikopter, skadron latih dan skadron terbang pesawat tanpa awak. Selain itu didukung oleh Radar Hanud dan Rudal serta PSU yang dapat mengcover dan mengamankan seluruh wilayah udara nasional.
Berikut petikan Wawancara TokohIndonesia.com dengan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono bagian keempat (bertajuk Begini Postur TNI Ideal) dari delapan bagian:
TI: Dalam rangka pembangunan kekuatan TNI dalam menjalankan fungsinya sebagai kekuatan utama pertahanan, tentu harus didukung dengan revitalisasil Alutsista TNI. Anda pernah menyebut bahwa sejak tahun 1998 TNI hampir tidak pemah memperbaharui Alutsistanya. Bagaimana kondisi kemampuan Alutsista TNI saat ini, bila dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya negara tetangga?
AS: Kondisi Alutsista TNI sebagian kecil produk teknologi terbaru seperti Panser VAB, KRI kelas Sigma dan pesawat tempur Sukhoi SU-27/30, sebagian besar usianya sudah tua antara 25 sampai 40 tahun yang terus dipelihara dan diperbaiki agar siap dioperasionalkan dan secara kualitas masih jauh di bawah standar dan belum memenuhi kebutuhan TOP/DSPP (Tabel Organisasi dan Peralatan/Daftar Susunan Personil dan Perlengkapan), serta secara teknologi sudah ketinggalan.
Kondisi Alutsista yang dimiliki TNI tersebut jumlahnya tidak memadai bila dihadapkan dengan luas wilayah kedaulatan NKRI yang harus dicover (17.500 pulau, 5,8 juta kilometer persegi wilayah laut dan 81.000 kilometer panjang garis pantai) termasuk wilayah trouble spot.
Sebagian besar Alutsista telah mencapai usia maksimum, hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat kualitas dan kehandalan. Kendala lain adalah keterbatasan anggaran yang diterimakan TNI dan kesulitan mendapatkan suku cadang pengganti dari negara asal, walaupun secara politis kebijakan embargo sudah dicabut namun pengaruhnya masih dirasakan pada upaya pemeliharaan, sedangkan industri dalam negeri masih belum mampu memproduksi seluruh kebutuhan suku cadang, sehingga masih tergantung dengan negara pembuat. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga maka kondisi Alutsista TNI baik secara kwantitas maupun kwalitas sangat tertinggal sehingga diperlukan modernisasi melalui program MEF (Minimum Essential Force).
TI: Anda juga pernah mengatakan bahwa TNI (AD, AL dan AU) membutuhkan dana sebesar Rp 165 triliun untuk pengadaan alat utama sistem senjeta TNI periode 2010-2014. Jika anggaran untuk pengadaan Alutsista ini dipenuhi, seperti apa Postur atau kemampuan Alutsista TNI bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga?
AS: Seperti diketahui bahwa anggaran sebesar Rp 165 triliun tersebut adalah anggaran yang dibutuhkan oleh TNI untuk melaksanakan percepatan pembangunan kekuatan pokok minimum TNI selama lima tahun yaitu tahun 2010-2014. Secara keseluruhan rencana pembangunan kekuatan pokok minimum TNI selama tiga Renstra sampai dengan tahun 2024 dibutuhkan anggaran kurang lebih sebesar Rp 471 triliun.
Apabila seluruh anggaran pengadaan Alutsista tersebut dapat dipenuhi oleh pemerintah, maka standar kekuatan pokok minimum TNI dapat terwujud. Dengan terwujudnya kekuatan pokok minimum tersebut diharapkan TNI dapat mengatasi ancaman kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI terutama ancaman yang terjadi di wilayah flash point. Bila dibandingkan dengan kekuatan militer negara-negara tetangga, maka kekuatan pokok minimum TNI tersebut belum dapat disejajarkan dengan kekuatan militer mereka.
TI: Menurut Anda, seperti apa idealnya Postur Alutsista TNI sehingga tangguh dalam menjalankan perannya?
AS: Postur TNI ideal yang dibangun di masa mendatang harus dapat mewujudkan strategi militer yang bersifat Trimatra Terpadu. Kekuatan TNI AD terdiri atas kekuatan terpusat, kekuatan kewilayahan dan kekuatan pendukung yang dilengkapi dengan Alutsista modern, sumber daya manusia yang tangguh dan ketersediaan pangkalan.
Satuan Infantri harus berkemampuan Linud, Raider, Mobud serta mekanis. Satuan-satuan reguler yang ada saat ini perlu dikembangkan menjadi satuan Infantri Mekanis guna menyesuaikan revolusi di bidang militer (revolution inmilitary affairs/IRMA) yang berpengaruh terhadap strategi perang dan strategi militer.
Demikian pula satuan Kavaleri, Armed, Arhanud diperbaharui dengan sistem senjata generasi baru untuk menggantikan sistem senjata generasi lama yang kurang layak pakai dan tidak efektif lagi untuk digunakan dalam perang modern.
Adapun kekuatan Alutsista TNI AL tersusun dalam sistem senjata armada terpadu yang terdiri atas empat komponen yaitu kapal perang, pesawat udara, marinir dan pangkalan sebagai kekuatan utama TNI AL serta kekuatan pendukung lainnya. Untuk kebutuhan pertahanan dan pengendalian laut, proyeksi kekuatan ke darat dan penegakan hukum di laut sesuai dengan kebutuhan operasional maka kekuatan KRI disusun dalam tiga susunan tempur yakni susunan tempur pemukul atau striking force, susunan tempur patroli atau patrolling force dan susunan pendukung atau supporting force.
Kekuatan tempur pemukul meliputi kapal perusak kawal, kawal perusak kawal rudal, kapal selam, kapal cepat rudal, kapal cepat torpedo dan kapal penyapu ranjau. Kekuatan tempur pendukung terdiri atas kapal markas, kapal angkut tank, kapal penyapu ranjau, kapal angkut serbaguna, kapal tanker, kapal tunda samudera, kapal hidro-oceanografi, kapal angkut personel dan kapal latih. Kekuatan pesawat udara didukung oleh sejumlah pesawat angkut sedang, angkut ringan, heli AKPA dan AKS serta persenjataan marinir generasi baru.
Sedangkan Alutsista TNI AU terdiri dari skadron pesawat tempur, terdiri dari skadron pesawat tempur modern, skadron pesawat angkut berat dan ringan, skadron tanker, skadron intai, skadron helikopter, skadron latih dan skadron terbang pesawat tanpa awak. Selain itu didukung oleh Radar Hanud dan Rudal serta PSU yang dapat mengcover dan mengamankan seluruh wilayah udara nasional.
TI: Bagaimana pandangan Anda tentang pengadaan Alutsista TNI supaya lebih mengutamakan produk dalam negeri?
AS: Pada prinsipnya Mabes TNI mendukung program pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa untuk lebih mengutamakan produk dalam negeri, khususnya terhadap Alutsista yang sudah dapat dibuat di dalam negeri yang rata-rata masih berteknologi menengah, sedangkan Alutsista yang berteknologi tinggi seperti pesawat tempur, kapal perang, tank, rudal, dan lain-lain, pengadaannya harus mendatangkan dari luar negeri, karena industri pertahanan dalam negeri sendiri belum mampu membuatnya.
Namun demikian pengadaan Alutsista produk luar negeri tersebut dilaksanakan secara selektif termasuk negara produsen yang memberi jaminan alih teknologi untuk penyertaan komponen lokal secara maksimal. Untuk dapat menguasai Alutsista berteknologi tinggi buatan negara maju, maka kebijakan yang ditempuh dalam setiap pengadaan Alutsista tersebut adalah Transfer Of Technology (ToT) yang melibatkan industri pertahanan dalam negeri dengan kegiatan kerjasama luar negeri seperti merger, joint venture, joint production, offset dan lain-lainnya. Oleh karena itu mengingat keterbatasan anggaran pertahanan, perlu ditempuh cara inkonvensional melalui strategi Acquisition Of Technology (AOT) dilanjutkan dengan Reverse Of Engineering (Doning).
Dengan terbentuknya KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) yang di dalamnya termasuk Kemhan dan TNI, dimana fokus dari KKIP salah satunya adalah pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung kemandirian pengadaan Alat dan Alutsista TNI. Saat ini KKIP telah menyusun road map pemenuhan Alutsista yang mengacu Kebijakan Pembangunan MEF TNI melalui 3 tahap, yaitu Tahap I (2010-2014), Tahap II (2015-2019) dan Tahap III (2020-2024). (Bersambung 5 dari 8) Wawancara TokohIndonesia.com | cross
<==== Sebelumnya 3 dari 8