
[WAWANCARA] – WAWANCARA PROBOSUTEJO: Apa yang telah dilakukan oleh lima Presiden RI? Bandingkan dengan apa yang telah dilakukan Pak Harto! Probosutedjo juga bicara keseharian Pak Harto sesudah meletakkan jabatan sebagai presiden 21 Mei 1998. Juga mengenai keberanian Pak Harto, sebagai pemimpin, melaksanakan berbagai proyek pembangunan kendati pada mulanya ditentang oleh para demonstran. Seperti pembangunan Taman Mini Indonesia Indah, Satelit Palapa, Tol Jagorawi dan sebagainya.
Dia mengajak publik untuk melihat secara jernih apa yang telah dilakukan para pemimpin bangsa ini. Mulai dari kepemimpinan Bung Karno, Pak Harto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain itu, Probo juga menyatakan kekecewaan atas sikap dan pandangan beberapa pihak yang tidak fair mengumumkan tidak ditemukannya kekayaan Pak Harto di luar negeri sebagaimana pernah dituduhkan oleh Amien Rais yang meyakini berita Majalah Time yang menyatakan bahwa Pak Harto memiliki kekayaan sembilan milyar dolar di Swiss. Setelah ternyata tidak ada, mengapa Amien Rais yang sewaktu menjadi Ketua MPR tidak mengumumkan ada atau tidaknya kekayaan Pak Harto di Swiss atau di luar negeri?” kata Probosutedjo.
Padahal, ungkap Probo, Amien Rais pernah dibantu Pak Harto sewaktu mengadakan Muktamah Muhammadiyah di Aceh. Demikian juga dengan Gus Dur yang menyatakan di rumah Pak Harto ada bunker-bunker. Tetapi setelah diteliti oleh Polri dengan peralatan canggih, ternyata tidak ada bunker di rumah Pak Harto dan anak-anaknya. Hal ini juga tidak diumumkan oleh Gus Dur saat menjabat Presiden, bahwa ternyata dia keliru menyebut ada bunker di rumah Pak Harto,” kata pengusaha yang mantan guru itu.
Probo juga menyesalkan tuduhan korupsi kepada Pak Harto atas kegiatan yayasan-yayasan yang didirikannya. Yayasan itu adalah murni untuk membantu orang-orang miskin. Probo berpendapat, jika pemerintah memang serius memberantas korupsi, sebaiknya dilakukan dengan pembuktian terbalik, bukan sekadar laporan kekayaan.
Selain itu, pengusaha sukses yang membantah kesuksesannya diperoleh berkat dukungan fasilitas dari Pak Harto saat menjabat Presiden, itu juga sangat prihatin atas pemahaman hak azasi manusia saat ini yang justru kurang memperhatikan aspek kemanusiaan yang adil dan beradab. Di antaranya, tercermin dari maraknya mal dan hypermarket, tanpa pembatasan. Semua orang diberi hak yang sama tanpa perlindungan kepada yang lemah, miskin, dan bodoh.
Akibatnya pengusaha lemah, pengusaha kecil, banyak yang kehilangan lahan usahanya. Kesenjangan sosial makin mendalam dan melebar. Orang kaya tidak ada yang peduli kepada rakyat miskin yang banyak tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya.
Menyaksikan kejadian tersebut, pemerintah seperti tidak bisa berbuat sesuatu, karena hak setiap warga negara sama dan tidak bisa diganggu-gugat.
Indonesia mau meniru negara-negara Barat yang melaksanakan kebebasan, berpegang pada hak asasi manusia. Negara Barat pada umumnya sudah mampu membantu kehidupan rakyat miskin. Misalnya setiap pengangguran diberi tunjangan, anak sekolah dibiayai oleh pemerintah. Demikian juga orang sakit, berobat tidak membayar. “Apakah pemerintah Indonesia sudah merasa sekualitas pemerintah negara-negara Barat?” ujar Probosutedjo bernada tanya.
Dia juga mengungkapkan telah menyurati Susilo Bambang Yudhoyono, sebelum dilantik menjadi presiden, mengenai langkah apa yang perlu dilakukan untuk membangun negeri ini untuk bangkit dari keterpurukan dalam era reformasi ini. “Bukan berarti menggurui, tetapi berdasarkan praktek cara mengentaskan kemiskinan dan kesengsaraan bangsa, demi terwujudnya NKRI yang kokoh,” katanya.
Berikut ini, petikan percakapan dengan Guru Pengusaha Pribumi Indonesia, itu yang berlangsung Selasa 17 Mei 2005, di kantornya Jalan Menteng Raya No.29, Jakarta. Percakapan diawali dengan penjelasan mengenai Website Tokoh Indonesia yang tengah dibangun menjadi Ensiklopedi Online Tokoh Indonesia.
“Apa saya sudah tokoh?” sahut Pak Probo, panggilan akrab Probosutedjo, merendah memulai percakapan.
Lebih dari tokoh, tokohnya tokoh,” jawab Wartawan Tokoh Indonesia.
Percakapan pun berlanjut dengan santai dan akrab. “Jadi apa yang mau ditanyakan Tokoh Indonesia yang bisa saya jawab?”
MTI: Ya banyak, mulai pengalaman Pak Probo dari kecil, sebagai guru dan pengusaha yang sukses. Kalau kami amati, Pak Probo pantas dijuluki sebagai Guru Pengusaha Pribumi Indonesia?
PROBOSUTEDJO (PRB): Ya, tapi untuk kepentingan saya sendiri kan nggak seberapa penting lagi itu. Namun, yang penting itu adalah dalam rangka berbangsa dan bernegara. Sekarang ini banyak orang yang cara berpikir dan mengevaluasi itu tidak cocok. Seperti, Pak Harto dinilai semuanya negatif. Seharusnya dibandingkan secara jernih apa yang telah dilakukan oleh presiden yang pernah ada di Indonesia dari zaman Bung Karno sampai sekarang.
Bung Karno memang waktu itu merupakan pemimpin yang aktif merintis kemerdekaan. Dia adalah perintis kemerdekaan dan pendiri republik ini. Tapi belum sempat membangun. Boleh dikatakan bahwa menggali kekayaan alam pun belum bisa. Pembangunan yang sempat dilakukan Bung Karno, yang menonjol hanya Hotel Indonesia, Sarinah, Jembatan Semanggi, gedung DPR-MPR (belum selesai), Hotel Pelabuhan Ratu, Hotel Ambarukmo Yogya, dan Hotel Bali Beach. Nah, itulah yang dibangun oleh Bung Karno dengan dana dari pampasan perang dari Jepang.
Sesuai zamannya, waktu Pak Harto menjadi presiden, disusun program yang jelas, yakni Repelita. Repelita itu kemudian dijabarkan lagi menjadi GBHN. GBHN itu semuanya mengarah ke tujuan pembangunan, yang ditempuh dengan strategi trilogi pembangunan. Pertama adalah pemerataan. Maka ditempuh Delapan Jalur Pemerataan. Pemerataan untuk memperoleh lapangan kerja, untuk bersekolah atau memperoleh pendidikan, untuk kesehatan dan sebagainya.
Delapan jalur pemerataan kurang lancar, tersendat-sendat. Keadaan bangsa pada waktu itu masih sangat miskin, belum muncul pengusaha-pengusaha, konglomerat, multi milyarder bahkan setaraf dengan saya pun belum ada.
Pada zaman Bung Karno jadi presiden, ada yang disebut benteng 10, yakni pengusaha-pengusaha besar yang jumlahnya hanya sepuluh. Yang terkaya adalah Da Saat, kemudian Hasyim Ning, Piola Panggabean dan sebagainya. Tetapi kekayaan mereka tidak ada yang mencapai 50 juta US dolar.
Jadi pada zaman Bung Karno dan bahkan pada zaman Pak Harto yang melahirkan pengusaha-pengusaha konglomerat, belum sekaya konglomerat sesudah reformasi, sesudah kebebasan asasi manusia dan demokrasi liberal. Sebagai contoh, kekayaan Dji Sam Soe, pabrik rokok kretek nomor empat di Indonesia, ternyata bisa laku dijual dua milyar US dolar. (PT Djarum nomor satu, Gudang Garam nomor dua dan Bentul nomor 3).
Kembali ke strategi pemerataan yang tersendat pada awalnya itu. Sesudah itu disadari, “Lho kalau sekarang ini dalam keadaan miskin kita mau meratakan, itu kan meratakan kemiskinan,” kata Pak Harto. Terus diubah, atas nasihat Bung Hatta yang waktu itu mengatakan, “Kalau kita membagi-bagi pembangunan, maka harus buat kue dulu. Setelah ada kuenya, baru kue itu dibagi.”
Maka terus digiatkan pembangunan. Tapi juga awalnya dalam hal membuat kue kurang lancar. Terus Pak Harto menyadari, kalau begini caranya harus ditumbuhkan dulu perekonomian. Akhirnya trilogi kedua yakni pertumbuhan.
Nah, bagaimana cara menumbuhkan perekonomian? Harus masuk investor. Para pengusaha harus menanamkan modal supaya tercipta lapangan kerja. Kalau tercipta lapangan kerja yang luas maka dengan sendirinya nanti banyak yang bekerja sehingga mempunyai penghasilan dan akhirnya tidak miskin lagi.
Agar orang miskin mempunyai penghasilan yang tetap harus tersedia lapangan kerja yang luas. Untuk ini harus berdiri pabrik di seluruh wilayah Indonesia. Untuk mendirikan pabrik-pabrik yang luas, harus ada investor yang bersedia menanamkan modal. Agar orang mau menanamkan modal, maka keamanan dan ketertiban harus terjamin.
Petumbuhan berbagai industri, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Setelah terjadi pertumbuhan ekonomi, diusahakan pemerataan ke berbagai daerah.
Jadi program pembangunan untuk menyejahterakan rakyat miskin yang jumlahnya puluhan juta jiwa, perlu ditempuh dengan tiga jalur, yakni (1) stabilitas keamanan, (2) pertumbuhan ekonomi dan (3) pemerataan pendapatan.
Trilogi pertama, bagaimana caranya supaya orang tertarik menginvestasikan modal di Indonesia, terutama orang asing? Tentu harus tercipta ketenangan kerja, ketenteraman dan stabilitas keamanan dan politik.
Kalau tidak ada ketenangan, tidak mungkin orang mau menginvestasikan modal di Indonesia. Maka terbentuklah yang dicita-citakan yakni stabilitas keamanan dan stabilitas politik.
Dengan terciptanya stabilitas keamanan dan politik maka benar-benar banyak investor dalam dan luar negeri menanamkan modal. Dari Jepang dan banyak negara lainnya pun tidak sedikit yang menginvestasikan modal ke Indonesia. Terciptalah lapangan kerja sehingga pengangguran jadi berkurang, kemiskinan terus tiap tahun berkurang. Itulah yang dibikin Pak Harto.
Untuk menciptakan stabilitas keamanan itu, harus diusahakan bagaimana agar tidak terjadi keonaran dan keributan. Hal ini diserahkan pada bagian keamanan. Pengamanannya waktu itu, waktu Pak Benny Moerdani menjadi Menhankam-Pangab, keamanan saat itu terwujud. Investasi zaman itu bukan main besarnya. Pengangguran pun makin lama makin berkurang, kemiskinan makin menipis.
Dan juga diciptakan kebersamaan antarsuku bangsa Indonesia ini, jangan sampai timbul iri dan sebagainya, dilandasi Pancasila. Dalam Pancasila itu, tercakup hak azasi manusia yakni pada sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sekarang ini dalam reformasi, yang dipikirkan hanya hak azasi, hak semua orang sama. Orang kaya, orang miskin, orang yang pintar, orang yang bodoh, yang tidak bisa kerja dan sebagainya, itu haknya sama. Karena haknya sama, orang yang pintar bisa berbuat semau-maunya, orang yang bodoh tidak bisa apa-apa, tak bisa kerja.
Orang kaya yang memiliki modal mendirikan usaha sehingga makin kaya, tetapi tanpa peduli kepada rakyat miskin. Akhirnya yang kaya tambah kaya, yang miskin tidak kebagian lapangan kerja, menjadi tambah miskin.
Daerah yang kaya kurang peduli kepada daerah miskin, terjadilah busung lapar di daerah yang kurang subur.
Akibatnya timbullah penguasaan usaha kepada orang-orang yang besar modalnya. Kita lihat sendiri di daerah-daerah dan terutama di Jakarta ini, hypermarket, supermarket, mall, real estate, apartemen, tumbuh di mana-mana. Siapa yang bangun dan siapa yang tinggal di situ? Nggak ada orang miskin, nggak ada orang pribumi tinggal di situ. Inilah akibat dari hak azasi, yang khususnya haknya itu sama semua orang. Tidak ada belas kasihan terhadap yang miskin, yang berarti tidak ada kemanusiaan seperti yang diamanatkan dalam sila kedua Pancasila.
Kalau dulu, zamannya Pak Harto, bukan hak azasi tapi kemanusiaan. Hak azasi yang disebut HAM sekarang ini sebenarnya hak kemanusiaan juga kan? Namun sekarang ini yang ditonjolkan hanya hak saja. Sementara kemanusiaannya kurang diperhatikan. Kalau dulu, zaman Pak Harto, yang kaya itu diingatkan supaya memikirkan yang miskin. Supaya yang miskin jangan terlalu menderita, jadi harus dibantu.
Oleh sebab itu, pengusaha-pengusaha besar yang waktu itu dinamakan konglomerat selalu diingatkan: Dulu para konglomerat tidak punya apa-apa. Negara ini masih kosong, zamannya Bung Karno, belum ada pengusaha yang besar. Kemudian diciptakan kesempatan berusaha. Ternyata mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi yang kreatif menangkap peluang usaha itu. Muncul pengusaha yang menjadi kaya-raya tapi diingatkan untuk membantu rakyat yang miskin, ingat bangsanya yang masih miskin.
Inilah di zaman sekarang yang kurang diperhatikan karena hak azasi manusia yang penekannannya pada hak semata. Kalau dulu, hak azasi manusia itu diwujudkan dalam kemanusiaan yang adil dan beradab. Jadi yang kaya supaya selalu ingat kepada yang miskin.
Sebelum diberi kesempatan berusaha pada zaman Bung Karno dan beberapa tahun sesudah kepemimpinan Pak Harto, tidak ada konglomerat di Indonesia. Mereka bisa menjadi konglomerat karena adanya kesempatan.
Negara ini adalah negara kesatuan, jadi yang mampu harus ingat asal-usulnya. Kemerdekaan Indonesia ini diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat, oleh seluruh bangsa Indonesia.
Namun kenyataan sekarang, para pendiri, perintis berdirinya negara ini, masih banyak yang miskin. Siapa yang tidak kenal Ibu Tri Murti, seorang perintis kemerdekaan. Tetapi kenyataannya masih menempati rumah sederhana di Jalan Kramat Lontar dan tidak mempunyai kendaraan.
Sementara para pejabat yang ternyata menikmati kemerdekaan berlebihan, koq tidak risih melihat perintis kemerdekaan yang hidup menderita?
MTI: Jadi Indonesia sebaiknya lebih menekankan pada kemanusiaan yang adil dan beradab?
PRB: Ya. Belum ada orang bisa melihat bagaimana hak azasi manusia tercakup dalam kemanusiaan yang adil dan beradab. Para sarjana, para cendekiawan yang berkecimpung dalam pendidikan untuk mencerdaskan bangsa, dengan berpegang kepada HAM, menentukan uang kuliah yang tak mungkin dijangkau oleh rakyat kecil.
Tak mungkin kiranya anak petani dan anak pegawai negeri kuliah di Universitas Gajah Mada, ITB dan UI, karena uang pangkal dan uang kuliahnya mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Jadi di Indonesia yang penuh dengan kemajemukan, majemuk agamanya, majemuk suku bangsanya, majemuk adat istiadatnya, majemuk kepandaian, kemelaratan, dan kekayaannya, semuanya tercakup dalam kemanusiaan yang adil. Justru di dalam HAM sekarang, kemanusiaan itu dilupakan setiap orang yang berpijak kepada HAM.
Seperti sekarang, saya bukan anti Cina, mereka menguasai kue ekonomi di Indonesia ini. Sekarang mal di mana-mana. Dulu zamannya Pak Harto, saya selalu protes, nggak bisa itu bikin mal banyak-banyak, nanti pengusaha kecil – yang umumnya pengusaha pribumi – bagaimana? Mereka bisa tidak dapat lapangan usaha. Di zaman reformasi, dikasih semua, dibuka habis. Ini yang tidak disadari oleh orang-orang ini. Menurut saya, ini pekerjaan PKI. PKI tidak peduli, bahkan bila keadaan makin kacau, mereka makin senang.
MTI: Bukan pekerjaan kapitalis itu?
PRB: PKI yang terutama bikin supaya keadaan kacau. Kapitalis memang kesempatan mengumpulkan kekayaan. Seperti Carefour itu, zaman Pak Harto tidak ada. Dulu masih Makro, yang terbatas harus pakai kartu anggota. Itu pun saya protes.
Sekarang yang kaya sama sekali tak ingat yang miskin. Bicara kemiskinan pun tidak ada. Apa itu maunya pembangunan di Indonesia? Lagi-lagi pembangunan ini tanpa konsep. Para pemimpin, termasuk presiden, tampaknya selalu mengutamakan yang namanya Kabinet Gotong-Royong. Lebih pada upaya mencari dukungan supaya tidak diributkan di parlemen. Sekarang juga, Kabinet Indonesia Bersatu, juga tujuannya untuk mendapat dukungan, sehingga menterinya diambil dari partai-partai, kabinet koalisi.
Kemarin juga ada pimpinan partai menyatakan apa sebabnya menteri diambil dari partai-partai adalah untuk menjaga dukungan di parlemen, supaya aman dan tidak ada oposisi. Saya bilang, lho kenapa musti takut dioposisi? Kalau di tempat dan jalan yang benar, kan tidak perlu takut dioposisi.
Sebenarnya kalau pemimpin bijaksana, sebelum menempuh perjalanan dalam pemerintahan, mestinya dibuat programnya dulu. Programnya itu minta disahkan oleh DPR. Sekarang GBHN tidak ada, program tidak ada sama sekali, hanya meraba-raba. (Bersambung) mti/ms-crs
*** TokohIndonesia.Com (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
02 | Korupsi dan Pembuktian Terbalik
Bagaimana pandangan Pak Probo soal tuduhan korupsi kepada Pak Harto? Menurutnya, tuduhan korupsi itu sebenarnya cuma karena orang cemburu saja karena anak Pak Harto jadi pengusaha, jadi kaya-raya semua. Padahal jika kekayaan anak Pak Harto itu dibandingkan dengan kekayaan dari pengusaha nonpri, belum ada artinya. Makanya, jika benar-benar mau memberantas korupsi, sebaiknya dilakukan dengan pembuktian terbalik. Itu cara paling bagus.
MTI: Bicara mengenai Pak Harto. Bagaimana pandangan Pak Probo soal tuduhan korupsi kepada Pak Harto?
PRB: Menurut pandangan dan menurut apa yang saya lihat dan saya saksikan, tuduhan korupsi itu sebenarnya cuma karena orang cemburu saja karena anak Pak Harto jadi pengusaha, jadi kaya-raya semua. Padahal jika kekayaan anak Pak Harto itu dibandingkan dengan kekayaan dari pengusaha nonpri, belum ada artinya.
Tapi karena orang Indonesia itu banyak yang iri, maka supaya Pak Harto jatuh terus dituduh Pak Harto itu yang korupsi. Tapi ketika diteliti uangnya di mana, ternyata tidak ada seperti yang dituduhkan banyak orang. Kalau orang korupsi, uangnya kan pasti ada. Makanya, jika benar-benar mau memberantas korupsi, sebaiknya dilakukan dengan pembuktian terbalik. Itu cara paling bagus.
Carilah uang Pak Harto itu di mana? Dulu ketika Gus Dur jadi presiden, dia ngomong katanya di rumah Pak Harto itu ada bunker untuk menyimpan trilyunan uang 50.000 an. Tapi setelah dicek semuanya dengan alat-alat modern, di seluruh sudut rumah itu tak ada bunkernya. Terowongan-terowongannya juga tidak ada. Padahal dulu diisukan bahwa dari rumahnya Pak Harto ke rumah anak-anaknya itu ada terowongan. Ternyata nggak ada.
Jika dipikir, kita ini, orang-orang Indonesia, masih bodoh. Sebenarnya orang itu berpikir, kalau di rumahnya Pak Harto itu ada terowongan pasti gali tanah, keruk tanah ratusan m3 yang di buang. Sebaiknya ditanya saja para tetangga di sekitar rumah Pak Harto di Jalan Cendana, apa ada pernah melihat truk mengangkat tanah galian? Kapan dikeruk dan tanahnya dibuang ke mana? Sebenarnya bisa ketahuan, tetangga di situ bisa ditanya. Apa pernah terjadi pengerukan tanah di situ? Nggak ada. Nah ini koq ada tuduhan begitu?
Anehnya, sesudah dicek dengan berbagai alat modern, ternyata tidak ada, tidak mau juga mengumumkannya secara terbuka kepada publik.
Amien Rais juga pernah menyatakan bahwa Pak Harto punya uang 9 milyar US dolar di Swiss. Lalu di cek Jaksa Agung bersama Menteri Kehakiman, tidak ada. Orang Indonesia yang punya uang bermilyar di Swiss itu ternyata tidak ada. Ini pun tidak diumumkan. Jadi rakyat itu sengaja dibuat supaya membenci Pak Harto.
MTI: Bagaimana soal perkara Pak Harto yang masih gantung?
PRB: Nah, dalam perkara yang digantungkan itu yang dipermasalahkan adalah yayasan. Padahal yayasan itu, seperti yang saya katakan tadi, Pak Harto ingin menempuh jalan kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam hal ini, orang-orang kaya itu diminta supaya membantu kesulitan orang miskin. Bukan hanya membantu menyekolahkan anak-anak orang miskin lewat beasiswa Supersemar, tetapi juga meringankan derita rakyat miskin seperti membantu yatim piatu dan berbagai bencana yang terjadi.
Waktu itu, saya ikut rapat dalam pembentukan yayasan-yayasan itu termasuk para pengusaha di antaranya Pak Hasyim Ning, dan para direktur bank. Sebanyak 20 orang di antaranya menjadi pengurus yayasan itu. Pak Harto waktu itu menawarkan tujuannya adalah menghimbau, meminta kepada pengusaha-pengusaha yang sudah berhasil yang dulunya juga miskin, nggak punya apa-apa, supaya sadar membantu saudara-saudaranya yang masih miskin.
Lalu sumbangan itu dimasukkan dalam satu wadah. Wadahnya adalah yayasan Dharmais untuk yatim-piatu, yayasan Supersemar untuk beasiswa, YAMP untuk masjid dan sebagainya.
Waktu itu Pak Harto juga menawarkan, siapa ketuanya, sebaiknya Pak Hasyim Ning. Pak Hasyim Ning menjawab, “Kalau saya jadi ketua, nggak ada yang mau nyumbang orang miskin, jadi kami minta Pak Harto bersedia menjadi Ketua. Kalau Pak Harto menjadi ketua, itu pengusaha-pengusaha besar terutama yang nonpri pasti mau nyumbang”.
Semua peserta rapat sepakat. Akhirnya, Pak Harto bersedia menjadi ketua. Jadi, yayasan itu ada pengurusnya. Yayasan itu bukan miliknya Pak Harto. Itu milik yayasan, sampai sekarang masih ada dan juga masih memberikan bantuan.
MTI: Orang salah menduga barangkali, itu malah dikira menjadi mesin uang bagi Pak Harto?
PRB: Oh, ya, seakan-akan Pak Harto yang menimbun duit, padahal duitnya tidak ada. Duit yayasan itu ada di bank semua. Dan tiap menggunakan atau membantu siapa-siapa, mesti ada rapat.
Sebagai contoh, ada rapat terakhir mengenai pembangunan masjid dari Yayasan Dharmais. Masjid di Aceh, Kalimantan Selatan, dan Jawa. Berapa biaya pembangunan masjid itu juga dibicarakan. Waktu itu dibicarakan biaya pembangunan satu masjid tidak boleh lebih dari Rp 500 juta. Lalu ada yang menyatakan, kalau nanti terjadi perubahan harga atau penilaian harga bagaimana?
Terus saya ditanya, “Bagaimana Pak Probo, barangkali yang tahu mengenai biaya pembangunan ini?” Saya bilang, masjid itu luasnya berapa. Biaya satu meternya itu saya bilang rata-rata 1,5 juta kalau bertingkat. Luas masjid itu 300 meter, jadi 300 x 1,5 juta = Rp 450 juta. Jadi kalau dianggarkan Rp 400 juta sudah lebih dari cukup, saya bilang. Akhirnya diputuskan, Rp 500 juta paling banyak untuk satu masjid. Jadi bantuan untuk masjid di beberapa tempat tahun ini mencapai Rp 2 milyar. Hal seperti itu berlangsung tiap tahun.
MTI: Sudah berapa banyak masjid yang dibangun atas bantuan yayasan yang dipimpin Pak Harto?
PRB: Sudah mencapai 900 lebih masjid. Rencananya 999 masjid. Selain itu, yayasan juga membantu ribuan panti asuhan di seluruh Indonesia. Itulah antara lain usaha-usaha yang dilakukan yayasan. Jadi kekayaan yayasan itu bukan milik atau kekayaan Pak Harto.
Pada mulanya orang curiga, kalau begitu yayasan tidak boleh atas nama pribadi. Lalu diubah. Tapi akhirnya sekarang kembali lagi. Yayasan diperbolehkan lagi. Hal itu terjadi karena memang orang-orang itu tidak memelajari dengan seksama apa tujuan yayasan itu.
Sebenarnya, kita ini bangsa besar. Bung Karno selalu mengatakan bahwa kita bangsa besar, pejuang. Tapi belakangan bisa jadi kita malu sebagai bangsa Indonesia. Kenapa? Karena kita bangga punya kekayaan alam yang luar biasa, tapi malu karena kekayaan alam itu tidak dipergunakan untuk menyejahterakan rakyat. Rakyatnya miskin karena pemimpinnya tidak mampu mengolah sumber daya alam.
Seperti sekarang, kita lihat presiden ganti-ganti, sampai empat kali ganti sesudah Pak Harto. Nyaris tidak ada programnya. Apa programnya sekarang, apa mengentaskan kemiskinan, atau membebaskan konglomerat mengembangkan usaha dan program pemberantasan korupsi? Kalau benar-benar berantas korupsi, pembuktian terbalik, pasti kena semua.
Misalnya, seorang pegawai yang gajinya hanya 5 juta tapi punya rumah yang begitu bagus, sampai 5 milyar, darimana uangnya? Misalnya, bisa menyekolahkan anak ke luar negeri. Mahasiswa di luar negeri biayanya mahal. Dari mana uangnya bisa biayai sekolah ke luar negeri? Nah itu pembuktian terbalik. Jadi kasih tahu saja Pak Yudhoyono, kalau memberantas korupsi beginilah caranya. Tiru negara Singapura dan di beberapa negara lain. (Bersambung) mti/ms-crs
*** TokohIndonesia.Com (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
03 | Koq Belum Ada Pemimpin yang Berani
Perihal pandangan bahwa Pak Harto otoriter, menurut Porobosutedjo, hal itu sebenarnya adalah tugas dari keamanan untuk mengamankan stabilitas keamanan. Di negara mana pun akan melakukan hal seperti itu, kalau tidak aman. Sebab jika tidak stabil, pasti tidak akan bisa membangun. Jadi melihat keadaan seperti sekarang ini, Pak Harto sedih. Koq belum ada pemimpin yang berani tampil menghadapi dan mengatasi segala macam kesulitan bangsa dan negara ini. Segala sesuatunya, para pemimpin, masih cuma cari dukungan politik.
MTI: Bagaimana soal pandangan yang menyatakan bahwa Pak Harto itu otoriter?
PRB: Apa yang menjadi berita-berita sekarang, disebut Pak Harto itu otoriter, diktator, semau-maunya, penculikan dan sebagainya, itu sebenarnya adalah tugas dari keamanan untuk mengamankan stabilitas keamanan. Di negara mana pun akan melakukan hal seperti itu, kalau tidak aman. Sebab jika tidak stabil, pasti tidak akan bisa membangun.
Singapura lebih keras lagi, koran cuma ada satu di sana. Orang bicara di tengah jalan mana boleh. Di sini sedikit-sedikit orang bicara, eh nuntut. Di Singapura tidak ada itu. Di Inggris pun tidak boleh itu teriak-teriak di mana-mana anti pemerintah, tapi hanya di satu tempat yang dinamakan Hyde Park Corner.
MTI: Tanggapan Pak Harto sendiri mengenai keadaan sekarang di negara kita?
PRB: Pak Harto juga sedih. Dulu sebelum reformasi saya selalu tanya, “Ini keadaannya sudah begini Mas, cobalah sesuaikan dengan reformasi.” Jawabannya apa? Reformasi kan artinya, re-form, memperbaiki kembali. Yang kurang baik kembali diperbaiki, yang baik diteruskan. Jadi jangan sampai reformasi menjadi revolusi. Apa yang sudah kita bangun hancur semuanya.
Jadi melihat keadaan seperti sekarang ini, Pak Harto sedih. Koq belum ada pemimpin yang berani tampil menghadapi dan mengatasi segala macam kesulitan bangsa dan negara ini. Segala sesuatunya, para pemimpin, masih cuma cari dukungan politik.
Sekarang saya juga sudah menyadari, ternyata orang-orang yang banyak bicara, yang katanya membela kepentingan rakyat, hanya untuk kepentingan pribadi. Supaya selamat untuk menjadi pemimpin. Tidak lain tujuannya itu semuanya. Para pemimpin partai, tujuannya hanya untuk memimpin.
Waktu Habibie, sebelum diberhentikan oleh MPR, dia juga berupaya mempertahankan. Dia menyatakan ini itu baik untuk mendapat dukungan. Akhirnya jatuh. Gus Dur juga dijatuhkan oleh MPR, dia juga bertahan tidak mau. Megawati tidak terpilih oleh rakyat.
Jadi satu-satunya presiden yang tidak diberhentikan oleh DPR-MPR, yang mengundurkan diri secara kesadaran sendiri adalah Pak Harto. Karena Pak Harto dari dulu tidak pernah bercita-cita jadi presiden. Oleh sebab itu, dia juga dengan suka rela mengundurkan diri dari presiden.
MTI: Kesannya kan Pak Harto sudah terlalu lama menjadi presiden. Kenapa beliau begitu lama menjadi presiden?
PRB: Lama karena faktor keadaan. Keadaan pembangunan bangsa ini masih memerlukan pemimpin yang tegas, yang berani tanggung jawab. Kalau pemimpinnya tidak tanggung jawab maka akhirnya berantakan. Waktu itu sebenarnya dia juga sudah mau mengundurkan diri.
MTI: Pak Probo sendiri pernah mengusulkan agar Pak Harto tidak lagi bersedia dicalonkan menjadi presiden?
PRB: Saya selalu mengusulkan supaya cepat berhenti. Tapi yang lain kan sudah sifatnya yang ingin menjadi menteri, yang ingin menjadi pejabat, menyatakan bahwa tidak ada penggantinya, harus Pak Harto terus. Nah itu dia, contohnya, Harmoko.
MTI: Termasuk dulu Pak Harmoko yang menyatakan bahwa rakyat masih menghendaki Pak Harto jadi presiden?
PRB: Nah itu masih ingat kan? Pak Harto ingat juga. Ternyata Pak Harmoko, juga turut menjatuhkan Pak Harto. Nah, itulah kejadian bangsa Indonesia. Maka nasib bangsa Indonesia ini terlunta-lunta akibat dari pemimpinnya yang tidak bertanggung jawab, tidak ada keberanian. Sampai sekarang belum terlihat. Belum muncul pemimpin yang kuat.
Anda merasakan nggak, pemimpin yang tanggung jawab itu yang mana? Dia adalah pemimpin yang berani menghadapi segala kesulitan. Bukan pemimpin yang cuma cari dukungan supaya selamat, jadi pejabat terus, begitu yang terlihat dan kenyataannya.
Berbeda dengan Pak Harto. Dulu, misalnya, waktu terjadi demonstrasi Malari anti barang-barang dari Jepang, dan demonstrasi pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Pak Harto tak goyah, sebab dia yakin apa yang dilakukannya adalah baik untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negaranya.
Terbukti, jika dulu para demonstran tidak setuju TMII, tapi Pak Harto terus membangunnya, sekarang ternyata manfaatnya besar sekali. Tiap hari, terutama Sabtu–Minggu, dipenuhi pengunjung. Begitu pula ketika membangun Satelit Palapa, juga banyak yang demonstrasi, tidak setuju. Tapi Pak Harto maju terus, karena penting untuk hubungan nasional dan internasional.
Sampai sekarang manfaatnya kita rasakan. Di antaranya, semua orang bisa pakai selular dan sebagainya. Tapi sayangnya, Indosat yang telah dibangun bersusah payah dijual pula pada zamannya Megawati. Sayang sekali.
Pembangunan jalan tol Jagorawi juga mula-mula orang tidak setuju. Tapi, untuk kesekian kalinya, Pak Harto terus membangunnya. Jalan tol Jagorawi itu, kalau tak salah dulu berbiaya 80 juta US dolar. Bayangkan kalau tidak ada jalan tol itu dan jalan tol lainnya. Belum lagi pembangunan di daerah-daerah seperti pembangunan waduk dan macam-macam itu. Sekarang jalan lintas Sumatera sudah rusak, tidak diperbaiki.
MTI: Keseharian Pak Harto, bagaimana sekarang?
PRB: Kesehariannya ya duduk sambil nonton TV, karena keadaannya juga sakit-sakit begitu jadi harus banyak istirahat.
MTI: Pak Probo sendiri masih sering bertemu beliau dan apa beliau masih bisa menyatakan pendapatnya?
PRB: Saya sering ke sana. Ngomongnya satu-satu, jadi kalau saya bicara juga mengenai keadaan sekarang. Menangggapi pemimpin satu-satu di antara presiden itu, dia hanya mengatakan: “yah… pemimpin harus punya keberanian. Belum muncul pemimpin yang sungguh memahami masalah bangsa ini.” (Bersambung) mti/ms-crs
*** TokohIndonesia.Com (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
04 | Bagaimana Probo Jadi Kaya?
Bagaimana Pak Probo itu bisa sampai menjadi kaya. Orang bisa salah duga, itu karena fasilitas? Saudaranya Pak Harto itu banyak, yang satu ibu saja ada lima, yang satu bapak juga ada empat. Jadi banyak saudaranya, ada sembilan belum lagi saudara angkatnya macam Pak Dwi itu. Tapi yang jadi pengusaha di antara semua saudaranya hanya saya dan Pak Dwi. Saya kerja sendiri. Saya kerja keras karena saya dididik oleh Taman Siswa,” katanya. Sama sekali tidak ada fasilitas, saya malah dijegal oleh anak-anaknya Pak Harto.
MTI: Kita kembali dulu ke hakikatnya Tokoh Indonesia, banyak menulis mengenai biografi. Bagaimana Pak Probo itu bisa sampai menjadi kaya. Orang bisa salah duga, itu karena fasilitas…
PRB: Ada fasilitas dari Pak Harto, pasti begitu. Saya juga sudah tahu. Saudaranya Pak Harto itu banyak, yang satu ibu saja ada lima, yang satu bapak juga ada empat. Jadi banyak saudaranya, ada sembilan belum lagi saudara angkatnya macam Pak Dwi itu. Tapi yang jadi pengusaha di antara semua saudaranya hanya saya dan Pak Dwi.
Pak Dwi itu kerja sama dengan nonpri. Kalau saya tidak ada kerjasama dengan nonpri. Saya kerja sendiri. Saya kerja keras karena saya dididik oleh Taman Siswa. Sampai sekarang ini, dalam usia sudah 75 tahun, saya masih sering keperkebunan, sering ke pantai, untuk membangun jalan. Orang nggak tahu yang begitu-begitu.
Sebab, kalau dulu ada rejeki, uang itu nggak saya simpan di dalam bank. Saya belikan tanah. Oleh sebab itu tanah saya di mana-mana ada. Di Medan pun masih ada, di Jakarta ini masih ada. Kalau sekarang perlu duit, sebagian-sebagian saya jual.
MTI: Jadi bukan karena fasilitas dari Pak Harto?
PRB: Nggak ada sama sekali. Sedikit pun tidak. Saya malah dijegal oleh anak-anaknya Pak Harto. Misalnya saja, saya mau membangun airport di Medan. Polonia sudah tidak cocok, sebab berada di tengah kota, jadi mestinya di luar kota. Dulu mau saya pindahkan ke dekat Lubuk Pakam. Tanahnya pun sudah oke. Modalnya sudah oke, kerjasama dengan Taiwan, seorang pengusaha yang dengan saya sudah dekat dan Tommy. Jadi bertiga. Menteri perhubungan sudah setuju, tinggal pelaksanaan.
Tapi di tengah jalan, Tutut, minta sama Menteri Perhubungan yang waktu itu dijabat Haryanto Danutirto, supaya izin yang telah diberikan kepada kami dibatalkan. Tutut ingin memegang sendiri pembangunan airport Medan itu.
Karena sifatnya menjilat sama Pak Harto, akhirnya dikasihkan sama Tutut. Izin yang diberikan sama kami itu dibatalkan lagi. Akhirnya si Tommy marah-marah. Saya bilang, kenapa harus marah-marah, ya sudah cari rezeki yang lain saja, apa boleh buat, masak kita berantem sama saudara.
Jadi usaha saya itu banyak yang dijegal. Saya juga bikin kilang minyak di Probolinggo. Sudah sempat habiskan 2-3 juta US dolar. Juga dijegal oleh orang-orang itu. Tapi ada juga untungnya, pengetahuan saya mengenai minyak menjadi lebih dalam lagi. Karena dengan membangun kilang minyak itu, saya bisa pergi ke Aram Co di Arab.
Saya dibawa ke pusat Aram Co. Bagaimana cadangan minyak di Timur Tengah itu. Cadangan minyak di Timur Tengah itu tidak akan habis dalam tempo 100-200 tahun. Itu danau ada banyak yang belum dikeruk sampai Kuwait itu terapung di atas minyak. Di bawahnya itu ada minyak.
Minyak di Indonesia ini paling banyak dalam tempo 20 tahun lagi habis. Nah, kalau minyak habis, nanti kerja apa. Sebelum SBY dilantik jadi presiden, saya sudah kirim surat sama dia. Saya nyatakan, masa depan bangsa Indonesia itu mesti kembali pada ajaran dulu zaman penjajah yang mengutamakan pengolahan tanah pertanian.
Jadi kita mesti pusatkan pada pertanian. Tapi bukan pertanian padi saja, melainkan juga agroindustri, seperti kelapa sawit.
Soal kelapa sawit pun, kita sekarang sudah ketinggalan sama Malaysia. Yang masih belum ketinggalan adalah pabrik pulp. Pulp itu seluruh dunia memerlukan kertas. Negara-negara maju nggak bisa bikin bahan baku pulp. Jepang nggak punya bahan baku pulp, Cina juga masih kurang walaupun di sana ada hutan dan sebagainya tapi kurang.
Nah, di Indonesia, hutannya yang rusak itulah mestinya dijadikan tempat untuk mengelola bahan baku pulp. Hutan yang rusak luasnya sekitar 60 juta ha. Satu tahun mengerjakan 2 juta ha saja, cukup untuk menyuplai 1/5 dunia ini.
Dengan mensuplai 1/5 itu, Indonesia nanti akan dapat devisa sebanyak 30 milyar US dolar.
Kalau itu dikerjakan, nanti tidak ada lagi orang miskin. Dan, itu betul-betul bisa dikerjakan, tidak omong kosong dan bisa didiskusikan, bisa diseminarkan kalau perlu.
Jadi panggil orang-orang pintar, yang mengerti kehutanan, apa benar ini omongan Probo?
MTI: Mengenai hal itu sudah Bapak surati Presiden Yudhoyono?
PRB: Ya, tapi kelihatannya kurang diperhatikan. Ataupun sudah menganggap bahwa orang-orang seperti saya itu umur sudah lanjut, sudah nggak ada gunanya lagi. Ini kesalahannya juga menganggap orang tua nggak ada gunanya. Padahal orang tua nggak sama kan? Ada orang tua seumur saya malah di bawah umur saya sudah pikun juga. Tapi seperti pak Ruslan Abdulgani umur 90 belum pikun.
MTI: Dulu Pak Probo kan jadi guru, bagaimana ceritanya menjadi pengusaha yang sukses.
PRB: Dulu jadi guru, dari 1951 sampai 1963. Tahun 1963, saya sadar, anak saya lahir satu kemudian istri saya hamil lagi. Jadi saya pikir anak saya nanti tambah-tambah lagi, gaji saya kecil, mau makan apa nanti anak saya?
Akhirnya saya cari jalan keluar, dari kenal-kenalan akhirnya adik mertua saya kenal sama salah seorang pengusaha di Medan yaitu Bapak Ng Co Mo. Saya dikenalkan, saya di Jakarta punya saudara, bisa barangkali jadi perwakilan di Jakarta. Usulan diterima.
Sejak itu saya mulai kerja di PT Orisi. PT Orisi yang akhirnya kena perkara kredit kopi, saat saya sudah nggak di situ lagi. Dari situlah kesadaran saya untuk mulai dagang. Saya selalu berpikir, kalau orang lain bisa kenapa saya nggak bisa. Saya mengajar pun begitu juga.
Saya kan ijazahnya nggak tinggi tapi saya selalu berpikir, kalau dulu, orang-orang zaman dulu terutama zaman purba itu bisa pintar, kenapa orang sekarang nggak pintar.
Misalnya, ilmu ukur siapa mendapatkan. Hukum Phytagoras, yang mengungkap bahwa kuadrat sisi miring segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat sisi siku. Juga Archimedes yang memastikan setiap benda dalam air berkurang beratnya sama dengan volume air yang dipindahkannya, dan sebagainya.
Phytagoras itu belajar dari mana koq bisa mendapatkan rumus itu. Archimedes itu belajar dari mana, belajar sendiri kok bisa? Ah saya juga belajar sendiri, pokoknya sekarang belajar, tinggal baca saja buku-buku. Ternyata benar, malah bisa lebih pintar dari orang yang sekolah. Selengkapnya baca Majalah Tokoh Indonesia Edisi 21 mti/ms-crs
*** TokohIndonesia.Com (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)