Pelita dan Teleskop Sejarah Batak

Peluncuran Buku Hita Batak A Cultural Strategy (5)

Ch. Robin Simanullang Hita Batak A Cultural Strategy
 
0
370
Keluarga Besan Penulis Buku Hita Batak

Ada beberapa cendekia, di antaranya Anthony Reid mengatakan, suku bangsa Batak tanpa sejarah atau tidak tahu sejarah asal-usulnya. Pertanyaan kepada para cendekia itu: Apakah ada suku bangsa di dunia yang mengetahui sejarah asal-usul leluhurnya? Tidak ada! Semuanya hanya bersifat hipotesis dan mitos. Demikian pula suku bangsa Batak.

Hal tersebut dikemukakan Ch. Robin Simanullang menjawab pertanyaan Wartawan Tokoh Indonesia Rukmana Rafli, seusai acara Peluncuran Buku Hita Batak A Cultural Strategy di Sopo Marpingkir, Jakarta, Minggu 18 Desember 2022. Hal itu ditanyakan sehubungan dengan Bab Tiga buku tersebut bertajuk Kajian Sejarah Suku Bangso Batak, khususnya Sub-Bab 3.1 Benarkah Batak Tanpa Sejarah?

Anthony Reid (Singapura), cendekia masa kini (kontemporer), dalam makalahnya berjudul ‘Is there a Batak History?’ di Jerman (2006) menyebut, orang Batak adalah salah satu kelompok paling penting dan menarik di Indonesia, tapi tanpa sejarah. “Mereka jelas telah berada di Sumatra selama ribuan tahun, dan telah menarik sejumlah besar studi tentang agama dan misiologi, dan beberapa studi etnologi dan bahasa yang baik. Namun mereka tetap menjadi orang tanpa sejarah,” kata Anthony Reid, sebagaimana dikutip dalam buku Hita Batak A Cultural Strategy.

Ch. Robin Simanullang menjawab dengan balik bertanya: “Apakah ada suku bangsa di dunia yang persis mengetahui sejarah asal-usul suku bangsanya? Setahu saya, sama sekali tidak ada! Secara ilmiah (Paleontropologi, Biologi dan Antropologi maupun Historiografi) semuanya bersifat hipotetis, teoritis atau argumentatif; dan juga mitos.”

Jadi, menurut Ch. Robin Simanullang, halak hita Batak tidak perlu merasa gundah jika ada pernyataan pihak asing seperti itu, karena mereka juga tidak tahu sejarah asal-usul leluhurnya. Secara Paleontropologi, antara lain diawali teori evolusi Charles Darwin, leluhur manusia itu adalah Bodat Homo Sapiens. “Kami membahas hal ini secara memadai dalam buku ini,” jelasnya. Namun, lanjutnya, para cendekia Barat dan belahan dunia lainnya, justru mencantolkan asal-usul leluhurnya pada Adam dan Nuh. Bukankah kisah Adam dan Nuh (Sem, Yafet dan Ham) itu mitos, yang dipercaya sebagai wahyu (dogma)? Secara ilmiah apa bedanya dengan Mitos (Mitologi) Batak, atau Turiturian Marhahomion Batak?

Maka dalam kaitan ini, tegas Ch. Robin Simanullang yang mengaku banyak mempelajari mitologi dunia sebagai komparasi, halak hita Batak pantas berbangga, karena tidak semua suku bangsa di dunia yang mempunyai mitologi penciptaan manusia dan dunia ‘selengkap’ mitologi Batak. “Dalam buku ini kami menguraikan kajian mitologi dan aneka sejarah Batak, lalu mendialogkan mitologi dan sejarah tersebut. Intisarinya, mitologi itu adalah pelita dan teleskop sejarah Batak,” terang Ketua Dewan Penasehat Forum Jurnalis Batak (Forjuba) tersebut.

Mantan Wartawan SIB (1979-1992) tersebut menjelaskan, berbicara tentang Suku Bangso Batak, baik kajian sejarahnya, maupun berbagai aspek kehidupannya (religi, tradisi, adat dan budaya) tidak bisa terlepas dari Mitologi atau Teogoni/Teologi Batak. Keterlepasan (atau dikotomi) dari mitologi tersebut akan membuat pembahasan, penelaahan dan penulisan sejarah dan kebudayaan Batak terhuyung-huyung seperti layangan yang terlepas dari benang ikatannya; Atau beku seperti sosok manusia tanpa jiwa.

Lebih lanjut dijelaskan, Mitologi itu adalah Pelita dan Teleskop Sejarah Batak. “Mitologi Si Raja Batak oleh sebagian pemerhati, dianggap menyesatkan logika kesejarahan Suku Bangso Batak, termasuk dalam pencatatan silsilah dan nilai-nilai Dalihan Na Tolu (DNT)-nya, sehingga diremehkan dan diolok-olok. Cara pandang tersebut justru lebih menyesatkan, sebab mitologi itulah sumber nilai, teropong (teleskop) dan pelita penerang jatidiri dan eksistensi kebatakan, termasuk teropong dan pelita penerang atau tongkat penuntun berbagai teori penulisan sejarah asal-usul leluhur suku bangsa Batak yang masih hipotesis dan simpang-siur bahkan buntu, sebagaimana sejarah asal-usul seluruh suku bangsa di dunia.

Dia jelaskan, di antaranya, Mitologi Silsilah Si Raja Batak adalah kearifan filosofis dan metaforis teleskop sejarah/silsilah Batak. Teleskop itu melihat yang sangat jauh (tidak terjangkau pandangan kasat mata) menjadi terlihat dekat. “Demikianlah kita memaknai secara bijak (bisuk, marhabisuhon) Silsilah Si Raja Batak, yang secara logika ilmiah hitungan per generasi 25-30 tahun baru sekitar 500-800 tahun, sementara (antara lain) Herodotus (abad 5 sM, 2500 tahun lalu) sudah mengindikasikan keberadaan Batak di Barus; demikian pula Ptolomeus sekitar 2000 tahun lalu,” ungkap Ch. Robin Simanullang.

Dalam kajian sejarah (The Hilltop Theory) yang didialogkan dengan mitologi dalam buku ini, diperkirakan leluhur Batak sudah menghuni Lobu Tua, Barus dan Sianjur Mulamula, Pusuk Buhit, sekitar tahun 1350-1250 sM, dan mulai memantapkan sistem kemasyarakatan/kekerabatan Dalihan Na Tolu (DNT) sejak tahun 802 M; yang merupakan epifani sejarah Batak dan/atau epifani tahun kalender (Parhalaan) Batak dimana tahun 802 M sebagai Tahun 1 Batak (1B), dan tahun sebelumnya (mundur) sebagai Tahun 1 Mitologi Batak (1 MB). (Bersambung)

Advertisement

Tim Reporter Tokoh Indonesia dan The Batak Institute.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini