Ekonom Berjiwa Kerakyatan
Didik J Rachbini
[DIREKTORI] Calon wakil gubernur yang mendampingi Cagub Hidayat Nur Wahid ini adalah seorang akademisi dan pengamat ekonomi yang kemudian berkecimpung dalam dunia politik. Salah satu politisi teras dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini memiliki kepedulian terhadap ekonomi, kesehatan rakyat kecil dan pemberdayaan anak-anak jalanan.
Setelah menyelesaikan tugas sebagai anggota DPR (2004-2009), Didik J Rachbini lebih memilih untuk kembali bekecimpung dalam dunia pendidikan yang membesarkan namanya. Namun belakangan namanya kembali mencuat setelah ia ditetapkan sebagai calon wakil gubernur pada Pilkada DKI Jakarta 2012 untuk mendampingi Hidayat Nur Wahid yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Suami Dr. Ir. Yuli Retnani ini mengaku terkejut karena tidak membayangkan sebelumnya bahwa ia dan Hidayat Nur Wahid ditetapkan sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Sama dengan pasangan kandidat gubernur lainnya, Didik melihat beberapa persoalan Jakarta yang harus dibenahi yakni masalah transportasi, banjir, ekonomi dan masalah pemukiman kumuh. Sebagai pakar ekonomi, ia sangat konsen terhadap masalah perekonomian Jakarta, bahkan ia telah menyiapkan strategi untuk memperkuat perekonomian wilayah Jakarta.
Caranya dengan menjadikan Jakarta sebagai lumbung investasi global. Dengan konsep ini, Didik ingin menghidupkan pelaku usaha di sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bertebaran di tempat-tempat publik. Para pelaku usaha ini akan ditata sedemikian rupa untuk diberdayakan. Menurut Didik, tempat-tempat terbuka harus dibuka untuk kegiatan ekonomi pada jam-jam tertentu tanpa dipungut biaya sewa. Namun biaya kebersihan tetap harus ditanggung sendiri oleh pedagang.
Sebagai bentuk komitmennya dalam membangkitkan gairah ekonomi di sektor UKM ini, ia akan melakukan kerjasama dengan pusat perbelanjaan dan gedung perkantoran untuk menyediakan lokasi berjualan gratis di sekitar gedung pada waktu-waktu tertentu. Selain itu, akan dibangun pasar tradisional di perkampungan dan menyisihkan sebagian tempat untuk UKM. Tidak hanya menyediakan tempat, pelaku UKM juga akan dibekali dengan pelatihan kewirausahaan dan bantuan modal kredit untuk mengembangkan usaha.
Didik ingin menghidupkan pelaku usaha di sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) yang bertebaran di tempat-tempat publik. Para pelaku usaha ini akan ditata sedemikian rupa untuk diberdayakan.
Tidak hanya peduli terhadap pelaku usaha kecil menengah, pria yang pernah mencalonkan diri sebagai Ketua umum PAN dalam Kongres II PAN di Semarang April 2005 ini juga prihatin masih adanya pengemis dan anak jalanan. Ia mengatakan tidak seharusnya pengemis berada di jalan. “Anak-anak itu tidak boleh bekerja. Harus belajar saja,” kata Didik dengan prihatin.
Ia bersama Hidayat telah menyiapkan program untuk menanggulangi pengemis. Memberikan bantuan sosial, asuransi kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial. Ia berharap lima tahun ke depan, anak jalanan tidak ada lagi di Jakarta. Lebih baik mereka bersekolah ataupun mencari kegiatan yang lain daripada berkeliaran di jalan.
Didik juga melihat bahwa kesehatan sama pentingnya dengan dunia pendidikan. Dalam hal ini puskesmas harus menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat. Iapun berharap standar pelayanan kesehatan di Jakarta dapat ditingkatkan setara dengan Singapura dan Malaysia. Bahkan bila perlu seluruh puskesmas dibuat standarisasi dengan ISO agar pelayanan puskesmas merata, baik dari tenaga medis dan obat-obatan.
Mengingat masih banyaknya kesulitan yang dihadapi masyarakat miskin dalam menerima pelayanan kesehatan gratis, ia melihat hambatannya masih ada di tingkat RT, RW dan Puskesmas terkait proses pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang seharusnya dipermudah. Ia mengatakan pelayanan masyarakat miskin perlu ditingkatkan tanpa harus membeda-bedakan warga.
Masalah kesejahteraan guru juga mendapat perhatian khusus. Menurutnya, tunjangan yang diberikan kepada guru swasta dan negeri tidak seharusnya dibeda-bedakan. “Kita akan berikan tunjangan profesi dengan lancar dan tidak akan dipotong. Tunjangan profesi tidak akan dibedakan, di sekolah mana mereka mengajar, baik swasta maupun negeri. Jadi, guru dan dosen tunjangannya akan sama, tidak (ada) diskriminasi,” kata Didik kepada wartawan di Media Center, Jakarta, Kamis, 10/5/2012.
Tidak bisa dimungkuri tunjangan sudah dinaikkan namun kualitas pendidikan malah jauh dari yang diharapkan. Menanggapi hal itu, Didik mengatakan perlu dilakukan evaluasi kinerja di setiap wilayah dengan harapan bisa mendapatkan masukan untuk memecahkan solusinya. “Kalau kesejahteraannya naik dan kinerjanya juga harus naik, tidak boleh kesejahteraan naik, kinerjanya tidak naik. Kita akan lakukan keduanya,” tegas Didik. Di samping memberikan tunjangan, mutu dan kualitas tenaga pendidik juga harus ditingkatkan. Menurutnya, guru yang mengajar harus lulus sarjana dan sudah menjadi tugas pemerintah untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik.
Jejak Rekam
Pakar ekonomi dan anggota Komisi VI DPR-RI dari PAN (2004-2009), ini bernama kecil Ahmad Junaidi, dengan panggilan Didik. Kemudian dalam ijazah SD, gurunya menulis nama Didik Junaidi Rachbini. Tidak tertulis nama Ahmad, diganti dengan panggilan Didik dan di belakang ditambah nama ayahnya, Rachbini. Maka untuk menyesuaikan dengan ijazah, nama Didik Junaidi Rachbini itulah yang dipakai.
Dia menikmati masa kecil dan remajanya di Pemekasan, Madura dan Jember. Dia tergolong anak yang lincah dan selalu aktif bermain layang-layang, berenang di sungai dan memanjat pohon. Suatu ketika dia terjatuh saat memanjat pohon hingga bibirnya terluka dan meninggalkan bekas sampai sekarang.
Selain suka bermain, dia juga cerdas dan rajin belajar sehingga dia selalu juara kelas. Ketika duduk di bangku SMP dan SMA, Didik senang pelajaran matematika. Dia pun bercita-cita ingin jadi insinyur teknik sipil atau pertambangan. Namun dia tidak memilih jurusan teknik sipil dan pertambangan ketika masuk perguruan tinggi. Dia malah kuliah di Institut Pertanian Bogor dan lulus S1 tahun 1983.
Setelah lulus, anak seorang guru yang punya tambak garam ini menjadi dosen di almamaternya IPB (1983-1990). Sebelumnya, dia sudah menjadi Asisten dosen IPB (1982-1983). Kemudian, Didik melanjutkan studi dengan mengambil program Studi Pembangunan, Central Luzon State University, Filipina, lulus S2 bergelar M.Sc (1988) dan S3 bergelar PhD (1991).
Saat itu, Didik aktif sebagai Peneliti LP3ES, Jakarta (1985-1994) dan Kepala Program Penelitian, LP3ES (1991-1992), sampai menjabat Wakil Direktur LP3ES (1992-1994). Dia juga aktif sebagai Dosen Universitas Nasional (1993-1994) dan dosen Pascasarjana Program Magister Manajemen UI sejak 1993.
Pada tahun 1995-1997 dia menjabat Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana, kemudian menjabat Pembantu Rektor I, Universitas Mercu Buana sejak 1997. Pada tahun 1995, Didik ikut sebagai pendiri dan pengajar di Universitas Paramadina Mulya. Tahun 1998, dia menjadi anggota Majelis Pendidikan Tinggi Nasional.
Pada tahun 1990-1991, dia merangkap tugas sebagai Konsultan FAO dan Konsultan UNDP (1993-1995). Setelah itu, Didik mendirikan Institute for Development of Economics & Finance (Indef) sekaligus menjabat Direktur (1995-2000).
Setelah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) didirikan, Didik ikut aktif sebagai Anggota Majelis Pakar. Berkat aktivitasnya di ICMI, Didik diangkat menjadi Anggota MPR Utusan Golongan (1998). Di situ dia mulai memasuki dunia politik.
Mantan aktivis HMI ini kemudian bergabung dengan Partai Amanat Nasional (1999) sebagai anggota Majelis Pertimbangan Partai (MPP) sebelum menjadi Ketua DPP Partai Amanat Nasional (2000-2005). Pada Pemilu 2004, Didik terpilih menjadi anggota DPR mewakili daerah pemilihan Batu dan Malang, Jawa Timur.
Meski dijejali berbagai kegiatan, guru besar Universitas Indonesia ini tetap memberi perhatian penuh pada isteri dan anak-anaknya. Didik dan isteri, Yuli Retnani, doktor dan dosen IPB yang mantan adik kelas dan tetangga kosnya, menganut konsep konservatif dalam membina keluarga terutama mendidik ketiga anaknya Eisha Maghfiruha Rachbini, Fitri Nurinsani Rachbini, dan Imam Maulana Rachbini.
Mereka berbagi tugas untuk mengasuh anak. Istrinya, kendati bergelar doktor, tetap berperan sebagai ibu, memandikan anak, menyiapkan bajunya, dan membantu tugas sekolah. Tidak menyerahkan sepenuhnya pengasuhan anak kepada pembantu. Penulis: Bantu Hotsan, red | Bio TokohIndonesia.com