Mudik, Menapak Jejak Daendels

 
0
35
Majalah Berita Indonesia Edisi 60
Majalah Berita Indonesia Edisi 60 - Mudik, Menapak Jejak Daendels

VISI BERITA (Selamat Idul Fitri, 26 September 2008) – Umat Islam di seluruh dunia merayakan hari kemenangan (Idul Fitri) setelah sebulan berpuasa (bulan Ramadlan). Bergema Takbir, Tauhid dan Tahmid yang terucap dengan ikhlas penuh suka cita. Laa ilaaha illallah, Tiada Tuhan melainkan hanya Allah. Allah yang Maha Agung, Maha Suci, dan Maha Kuasa.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 60 | Basic HTML

Selama sebulan menjalankan ibadah puasa, tentu terasa amat nikmat. Nikmat bukan hanya lantaran kita bisa tuntas menahan rasa lapar dan haus. Melainkan lebih daripada itu, nikmat karena selama berpuasa (ibadah) jika kita mampu memerangi hawa nafsu dan keserakahan (musuh kita yang paling besar) bahkan mampu melakukan banyak kebaikan, baik yang sunah maupun wajib. Dengan demikian, kita tidak termasuk bahagian dari “banyak orang yang berpuasa, tapi yang didapat hanya lapar dan dahaga saja.” (Sabda Rasulullah).

Lalu, berikutnya kita pun beroleh nikmat pada Hari Raya Idul Fitri, yakni merayakan kemenangan dalam memerangi hawa nafsu. Sungguh nikmat. Kenikmatan itu kita ejawantahkan pula dengan perayaan, suka cita, saling berkunjung, mudik, saling mengucap salam dan saling bermaafan. Masing-masing kita mengucap syukur dan melupakan kesalahan orang lain. Bukankah Allah, Sang Pencipta, juga telah bermurah hati memaafkan dosa kita? Sesungguhnya, dalam ampunan Allah itulah kita dikembalikan pada kondisi fitrah.

Setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan, kita dikembalikan pada kondisi fitrah, layaknya bayi yang baru lahir, putih bersih kembali tanpa bercak dosa. Bermakna, lahir kembali pada naluri kemanusiaan yang murni, kembali pada keberagamaan yang lurus, dan kembali (berpaling) dari seluruh hawa nafsu dan tindakan yang bertentangan dengan jiwa manusia yang masih suci.

Begitulah orang yang beriman dan beribadah puasa Ramadlan merayakan hari kemenangan Idul Fitri (1 Syawal 1429 Hijriyah, tahun ini), sebagai hari kemenangan awal menyongsong hari-hari di depan. Hari-hari di depan itu adalah hari-hari nyata yang akan kita jalani. Hari-hari yang hari ini kita sendiri belum tahu apa yang akan terjadi, tantangan hidup seperti apa yang akan kita hadapi dan keberhasilan apa yang akan kita raih. Tetapi kelak, kita akan menghadapinya sebagai kenyataan hidup. Dan, hari ini (Idul Fitri) kita mengawalinya dengan kemenangan menahan lapar dan haus dan melawan hawa nafsu.

Ibarat dari kamp latihan, selama sebulan berpuasa, latihan menahan amarah dan hawa nafsu dengan kualitas tinggi (ibadah), tentu kita sudah punya bekal menghadapi hari-hari kenyataan hidup berikutnya. Hal ini bermakna, bahwa kemampuan menahan hawa nafsu itu seharusnya berlanjut. Tidak berhenti selepas bulan Ramadlan saja. Maka kurang bermaknalah kamp latihan, jika apa yang dilatihkan hanya bisa dilakukan selama di kamp latihan. Ya, sekurang-kurangnya haruslah lebih bersih jiwa kita dari hari-hari sebelumnya.

Dengan demikian, puasa Ramadlan tidak hanya sebuah rutinitas ibadah yang setiap tahun dilakukan tetapi tidak membawa pelakunya kembali kepada fitrah, tidak meningkatkan kulitas keimanan dan kualitas amal dan taqwa. Sebagai manusia, memang kita tidaklah sempurna, tidak luput dari kesalahan dan kealpaan. Maka, pada setiap ibadah puasa Ramadlan, kita membersihkan diri dari segala hawa nafsu dan kesalahan. Namun, bukan berarti pada bulan-bulan berikutnya, sampai ketemu bulan Ramadlan berikutnya, bebas melepas hawa nafsu dan berbuat kesalahan.

Suatu kesalahan besar apabila Idul Fitri dimaknai dengan perayaan kembalinya kebebasan makan-minum dan melepas hawa nafsu, berbuat maksiat dan korupsi yang seharusnya ditinggalkan. Orang seperti ini hanya akan menjadi saleh musiman. Melainkan harus selalu ada pertumbuhan (proses) kembali kepada fitrah (lahir kembali) dengan proses peningkatan kualitas iman, amal dan taqwa.

Dalam proses peningkatan kualitas iman, amal dan taqwa inilah kita merayakan Idul Fitri setiap 1 Syawal Hijriyah. Menjadi semakin dewasa dan semakin berguna bagi orang lain. Semakin dewasa memahami dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Semakin dewasa dalam menjalin hubungan yang interdependen, rukun dan toleran. Semakin dewasa menjadi rahmat bagi semesta alam. Semakin dewasa sebagai orang beriman pembawa damai.

Advertisement

Kita biasakan semua itu dalam tradisi silaturahim, atau silaturahmi yang ikhlas dan tulus. Saling menyapa, saling memaafkan dan saling mengunjungi, dan mudik. Silaturrahim yang hangat untuk menyegarkan ikatan kekerabatan, menyambung dan mempererat tali persaudaraan. Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1429 Hijriyah. (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 60

Dari Redaksi

Visi Berita

Surat Pembaca

Berita Terdepan

Highlight/Karikatur Berita

Berita Utama

Berita Khas

Berita Politik

Berita Hukum

Berita Tokoh

Berita Mancanegara

Lintas Tajuk

Lentera

Berita Ekonomi

Berita Iptek

Berita Publik

Berita Budaya

Berita Daerah

Berita Kesehatan

Berita Buku

Berita Humaniora

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini