Alot, Siapa Cawapres!
Catatan Kilas
Joko Widodo Prabowo Subianto Zulkifli Hasan Muhaimin Iskandar
Jokowi dan Prabowo hampir dipastikan akan maju sebagai Capres 2019. Yang alot adalah siapa Cawapres pendamping keduanya. Apalagi siapa Cawapres pendamping Prabowo, jika salah pilih justru bisa berakibat Prabowo gagal Capres.
Jokowi (Joko Widodo) sudah mendapat dukungan resmi dari PDIP (109 kursi), Golkar (91), PPP (39), Nasdem (35), dan Hanura (16), ditambah partai baru PSI dan Perindo: 290 kursi (51,79%). Sudah jauh melampaui 20% presidential threshold (PT). Sehingga risiko gagal mencalonkan diri akibat ‘perebutan’ kursi Cawapres oleh partai pendukung sangat kecil. Kecuali PDIP (19,5%) ditinggal empat partai lainnya. Namun kemungkinan ini hampir mustahil dengan adanya pernyataan komitmen Nasdem yang sepenuhnya menyerahkan pilihan Cawapres kepada Jokowi.
Kealotan pilihan Cawapres lebih berisiko pada pencapresan Prabowo Subianto. Prabowo, sampai saat ini baru mendapat tiket dari Gerindra (73 kursi atau 13%), masih butuh minimal 7% lagi. PKS dapat memenuhi syarat ini (40 kursi atau 7,1%). PKS juga telah menyatakan siap berkoalisi dengan Gerindra mendukung Prabowo sebagai Capres. Tapi, dengan syarat, Cawapresnya dari sembilan nama kader PKS.
Atas syarat dari PKS ini, Prabowo dan Gerindra belum memberi jawaban pasti. Gerindra, tampaknya masih berharap adanya tambahan partai pendukung (koalisi) yakni PAN (49 kursi atau 8,7%), Demokrat (61 atau 10,9%) dan PKB (47 atau 8,4%) untuk lebih membuka peluang memenangkan Pilpres, bukan sekadar ikut dalam kontestasi. Jika keempat partai ini bergabung dengan Prabowo (Gerindra) maka di atas kertas kekuatan akan menjadi berimbang. Sebab kelima partai itu (Gerindra, Demokrat, PAN, PKB, dan PKS) memiliki 270 kursi atau 48,21%.
Kemungkinan menggabungkan kelima partai ini mengusung Prabowo, masih terbuka. Karena Demokrat, PAN dan PKB belum menyatakan sikap tentang koalisi Pilpres. Namun kemungkinan ini tidak mudah, antara lain karena faktor siapa Cawapres. Masing-masing partai tersebut menjagokan kadernya sendiri. Demokrat sodorkan AHY (kader karbitan), PAN jagokan Zulkifli Hasan (ketua umum), PKB sudah bermanuver mengajukan Muhaimin Iskandar (ketua umum), dan PKS (Sembilan kader).
Jika Koalisi Prabowo lima Parpol ini menetapkan Cawapres berdasarkan besaran kursi (PT), maka AHY-lah menjadi Cawapres. Tapi kemungkinan PKB akan keluar, lalu bergabung dengan Koalisi Jokowi, tanpa syarat Cawapres. Atau jika yang dipilih Muhaimin jadi Cawapres pendamping Prabowo, apakah Demokrat, PAN dan PKS bisa terima? Kemungkinan ini lebih terbuka, daripada alternatif lain. Pertimbangannya: 1) Keutuhan koalisi lima partai ini akan menjadi kekuatan politik yang membuka peluang menang Pilpres; 2) Gerindra dan PKS dua parpol oposisi yang punya sikap dasar ganti presiden, sehingga pada akhirnya kedua partai ini (tertama PKS) akan terima siapapun Cawapres, bahkan Capres, asalkan membuka kemungkinan bisa mengalahkan Jokowi; 3) Demokrat dan PAN berada dalam posisi abu-abu, di antara dua sikap ganti presiden dan/atau presiden lanjut dua periode, jadi sangat terbuka untuk negosiasi. (Jika kesepakatannya tidak memadai, Demokrat kemungkinan akan bergabung ke Koalisi Jokowi; Sementara PAN pada akhirnya sangat tergantung sikap Amien Rais yang cenderung tidak akan bergabung dengan Koalisi Jokowi).
Jika Koalisi Prabowo Lima Partai tersebut tidak bisa disepakati, kemungkinan Koalisi Ketiga bisa muncul yakni Demokrat, PAN dan PKB (157 kursi atau 28,04%). Tapi problemnya makin rumit. Siapa Capres dan Cawapresnya? Apakah AHY, Zulkifli atau Muhaimin? Atau ada tokoh baru, seperti Gatot Nurmantyo. Apakah Demokrat (SBY) merelakan peluang Demokrat kepada orang lain di luar keluarganya sendiri? (Bandingkan Konvensi Capres Demokrat 2014 lalu). Demikian pula PAN dan PKB kemungkinan akan berebut Capres atau Cawapres. Namun, kemungkinan komprominya masih terbuka, jika Demokrat dan PAN mau mengalah menjadikan Muhaimin sebagai Cawapres dan ada tokoh baru (Capres) yang lebih berpeluang menang dibanding Prabowo dan Gatot.
Jika Koalisi Ketiga dan/atau Koalisi Prabowo Lima Partai tersebut tidak bisa terwujud, maka Koalisi Prabowo akan terdiri dari tiga partai (Gerindra, PAN dan PKS). Namun problemnya akan alot dalam perebutan posisi Cawapres. PAN (49 kursi) wajar akan menyatakan lebih patut mendapat posisi Cawapres daripada PKS (40 kursi). Sementara, PKS juga wajar mendapat posisi Cawapres karena memiliki jaringan kader lebih baik dari Gerindra dan PAN. Jika kesepakatan tidak tercapai, Prabowo bisa batal jadi Capres. Namun, kemungkinan PKS akan terpaksa mengalah, jika prinsip dasar ‘ganti presiden’ telah memengaruhi proses berpikir elitnya. Yang penting, ganti presiden, siapa pun orangnya.
Maka, Prabowo – Zulkifli Hasan berpeluang menjadi pesaing Jokowi (dan siapa pun pasangan Cawapresnya). Perebutan Cawapres pendamping Jokowi juga akan alot, walaupun tidak lebih alot dibanding Cawapres pendamping Prabowo. Yang menarik, kecenderungan Jokowi tidak akan memilih Muhaimin sebagai Cawapres. Dengan demikian, apakah PKB masih akan bergabung dengan Koalisi Jokowi? Kemungkinan ini terbuka jika Muhaimin tidak diakomodir di Koalisi Prabowo atau Koalisi Ketiga. Catatan Kilas: Ch. Robin Simanullang