Diplomat Kuliner Otentik Nusantara
William Wongso
[ENSIKLOPEDI] Pakar kuliner masakan Asia dan Eropa ini memperoleh keahlian memasak dengan berguru langsung pada pemilik warung di pinggir jalan hingga para chef profesional di restoran atau hotel berbintang. Ia mengkhususkan diri dalam diplomasi kuliner tradisional Indonesia bercita rasa otentik hingga mancanegara. Baginya, masakan Nusantara merupakan identitas bangsa Indonesia yang harus dipertahankan.
Menjadi ahli kuliner yang memiliki pengetahuan luas tentang masakan sebenarnya bukan cita-cita awal pemilik nama lengkap William Wirjaatmadja Wongso ini. Selain pernah bercita-cita menjadi dokter, di masa kecilnya William juga sempat berniat untuk menapaki karir di bidang film dan fotografi seperti ayahnya, Soewadi Wongso alias Wong See Hwa. Namun, ketertarikan pada beragam masakan Indonesia juga mancanegara membuatnya berubah haluan. Sejak kecil, meski berdarah keturunan, Wiliam yang dibesarkan di Surabaya ini telah diperkenalkan berbagai cita rasa masakan khas Indonesia oleh orang tuanya. Minatnya untuk berkecimpung di dunia kuliner pun kian bertambah saat menyaksikan keahlian sang ayah dalam memasak.
Sejak akhir tahun 70-an, pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 12 April 1947 ini mulai menyelami dunia kuliner. Dalam belajar, William pun tak mau tanggung-tanggung. Bukan melalui pendidikan formal tetapi melalui kunjungan ke negara asal, berinteraksi dengan ahlinya hingga mencicipi beragam makanan di tempat asalnya. Pada 1978, sulung dari tiga bersaudara ini menjadi peneliti di Baking Programme East Sydney Technical College, Australia. Setelah itu, ia mengikuti pendidikan Professional with Research Department of the Swiss Master Bakers and Confectionery, Richmot, Lucerne, Swiss di tahun 1982. Setahun berselang, ia mengikuti pelatihan untuk bidang bakery, pastry, cokelat, dan es krim di Belanda, Jerman, Perancis, dan Italia hingga tahun 1987.
Di sela-sela tahun tersebut, tepatnya pada 1985, William sempat bermukim di Tokyo untuk mengikuti pelatihan kerja di Hamanasa Yakiniku Chain. Setelah menguasai seluk beluk pastry, ia menambah wawasannya tentang wine di California Wine Education Programme, University of California, September 1992. Tak cukup puas dengan setumpuk pengalaman belajar tadi, di penghujung tahun 1995, William terbang ke Prancis guna menimba ilmu di Le Cordon Bleu L’Art Culinaire, Paris dan di Arts Culinaires et de L’Hotellerie, Lyon, dan Chateau de Chailly, sur-Armacon, Puilly-en-Auxois, Burgundy.
Dengan segudang pengalaman dan ilmu tadi, William sempat beberapa kali mendapat kepercayaan untuk menduduki beragam jabatan penting di bidang kuliner bertaraf internasional. Pada 1986, ia ditunjuk sebagai President Chaine des Rotisseurs Indonesia Chapter, sebuah asosiasi gourmet internasional yang bermarkas di Paris. Lima tahun kemudian, William menjabat sebagai President International Wine & Food Society Cabang Jakarta.
Ayah dua putri ini juga mendirikan beberapa usaha yang tentunya tak jauh-jauh dari dunia kuliner, diantaranya Vineth Bakery, William Gourmet Catering, Restoran Hanamasa, serta Restoran Munik dan PT. Sarimunik Mandiri yang memproduksi bumbu tradisional Indonesia. Saat ini, untuk urusan pengelolaan restorannya, William sudah tidak menangani secara langsung dan lebih mempercayakan kepada dua putrinya, Olivia dan Tia.
Sejak tahun 2005, William bekerja sebagai Culinary Advisor maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Tugas utamanya mengawasi kualitas makanan yang disajikan maskapai tersebut. Berkeliling nusantara pun secara rutin ia lakukan saat membawakan acara kuliner bertajuk ‘Cooking Adventure with William Wongso’ di Metro TV. Kesehariannya juga kerap diisi dengan menghadiri undangan khusus dari berbagai kalangan di dunia untuk menggelar jamuan makan Indonesia dengan kualitas internasional.
Menjadi juri, pembicara dan konsultan tentang kuliner Indonesia juga memadati jadwal hariannya. Meski disibukkan dengan segudang aktivitas, William masih terlihat sehat dan bugar bahkan di usianya yang sudah melampaui angka separuh abad itu. Ia pun tak punya pantangan khusus dalam soal makanan, beragam jenis masakan baik lokal maupun internasional sudah ia cicipi. Menurutnya itu sah-sah saja, sejauh porsinya tidak berlebihan.
Di sisi lain, pengalaman berkeliling dunia memang membuatnya mengenal kekayaan kuliner dari berbagai negara, namun hal itu tak begitu saja melunturkan kecintaannya pada kuliner Indonesia. Bagi William, tak ada yang dapat menandingi keragaman kuliner Indonesia. Bicara soal kuliner Indonesia dengan pria yang akrab disapa Om William ini memang tak kan pernah ada habisnya. Ia akan dengan sangat antusias berbicara panjang lebar.
Namun ironisnya, Indonesia, negeri sejuta rempah yang dahulu diperebutkan bangsa Eropa, nyaris tidak dikenal dalam peta kuliner global. Bandingkan dengan kuliner dari Jepang yang amat dikenal di seluruh dunia, mulai dari sushi, teriyaki, hingga sashimi. Korea pun tak ketinggalan memperkenalkan kimchi dalam daftar kuliner global, demikian pula Thailand dengan tom yam gong-nya. “Konflik yang selalu muncul dalam diri saya adalah tidak banyak usaha yang dilakukan untuk melestarikan tradisi seni kuliner kita. Dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Cina dan Jepang, Indonesia sangat jauh tertinggal. Makanan untuk mereka adalah kebanggaan bangsa,” jelasnya seperti dikutip dari situs detikfood.com.
Kenyataan miris tersebut akhirnya mendorong Wiliam untuk memperkenalkan makanan Indonesia kepada dunia. Semangatnya dalam mempopulerkan kuliner negeri sendiri baik di dalam maupun luar negeri pun patut diacungi jempol. Bagaimana tidak, demi menggali kekayaan kuliner yang belum terlalu dikenal, ia rela berkeliling Nusantara. Alhasil, ikon kuliner Tanah Air yang selama ini didominasi dari daerah tertentu saja pada akhirnya memotivasi William untuk memunculkan profil baru dari luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan, Lombok, Bangka Belitung, Flores dan daerah lainnya.
Dari hasil kunjungan ke berbagai daerah itu, ia menemukan ‘ikon’ daerah. “Mereka adalah orang asli daerah yang benar-benar menguasai kuliner daerahnya dan memiliki wawasan. Jadi tidak hanya bisa memasak,” jelas William. Para ikon tadi kemudian diajak untuk memperkenalkan keunikan kuliner daerah masing-masing. Seperti saat ia membawa dua orang pakar kuliner dari Samarinda dan Bangka Belitung untuk tampil menyajikan aneka masakan khas daerah masing-masing di Ritz Charlton Jakarta.
Usaha yang dilakukan William tersebut juga didorong rasa keprihatinan. “Selama ini seringkali hotel-hotel berbintang mendatangkan koki-koki ternama dari luar negeri lengkap dengan bahan-bahannya. Masa dengan penerbangan hanya 1-2 jam saja, kita tidak bisa membawa tokoh-tokoh kuliner dari berbagai daerah ke hotel berbintang,” sesal William. William juga menambahkan, potensi kebudayaan terutama kuliner di Indonesia sebenarnya teramat kaya, sayangnya kurang begitu digarap dengan baik oleh pemerintah setempat.
Oleh sebab itu, ada tiga target yang ingin dicapainya dalam memperkenalkan kekayaan kuliner Tanah Air. Pertama, melalui makanan daerah, William ingin membuka mata pemerintah daerah bahwa kekayaan kuliner daerah merupakan aset promosi yang bagus. Kedua, cita rasa otentik harus bisa tersebar ke banyak orang. “Mengapa kita bisa mendatangkan keju paling enak dari Prancis tapi tak mampu menghadirkan terasi terenak dari Bangka?” tegasnya.
William juga berharap Istana punya dapur sendiri yang dikelola oleh ahli-ahli masakan daerah sehingga setiap saat bisa menggelar jamuan makanan Indonesia yang enak. Ini akan memacu setiap Pemda mempromosikan masakan khasnya dan ini menjadi persaingan sehat. Targetnya yang terakhir, para juru masak Indonesia harus memiliki kompetensi untuk memasak makanan daerah dengan standar keaslian daerah sehingga makanan daerah tidak akan punah dan bisa tersaji dalam cita rasa yang otentik. Menurut William, pengolah makanan tak cukup hanya semacam tukang rujak, bukan sekadar memasak, tetapi juga butuh intelektualitas.
Kerja keras William di dunia kuliner mendapat apresiasi di tahun 2008, berupa BNSP Competency Award dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Penghargaan tersebut membuat semangatnya kian terpacu untuk memajukan kuliner Indonesia. William pun akhirnya memilih mengabdikan diri dalam diplomasi kuliner untuk memperkenalkan masakan Nusantara yang lezat, tetapi tidak dikenal dunia. Mengenai obsesinya terhadap makanan Indonesia, ia menyatakan “Sebenarnya bukan hanya untuk meningkatkan apresiasi makanan Indonesia di kota besar tetapi juga meningkatkan kebanggaan lokal. Sudah 60 tahun lebih merdeka tetapi kita tidak punya menu nasional pilihan,” katanya.
Maka sejak tahun 2007, ia secara khusus memperkenalkan West Sumatera Caramelized Beef Curry (Rendang Minang) dalam berbagai forum internasional. “Rendang dimasak hingga kehitaman karena proses karamelisasi. Saya penasaran ingin mengangkat masakan Indonesia dalam daftar kuliner global. Rendang dipilih karena mewakili keragaman bumbu dan rempah di Nusantara. Cara memasak pun dibuat sebaik mungkin dengan bahan-bahan pilihan,” kata William seperti dikutip dari situs kompas.com.
Pengalaman berkeliling dunia memang membuatnya mengenal kekayaan kuliner dari berbagai negara, namun hal itu tak begitu saja melunturkan kecintaannya pada kuliner Indonesia. Bagi William, tak ada yang dapat menandingi keragaman kuliner Indonesia.
Demi menjaga cita rasa rendang khas Minang, totalitas William dalam memasak pun tak tanggung-tanggung. Dalam memilih bumbu saja, ia tak segan berkeliling Nusantara. Semisal bumbu keluwak (kalua) yang terbaik di Indonesia didapat dari dataran tinggi Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Demikian pula bumbu-bumbu rempah lain juga diuji coba dengan mencari sumber dari seantero Nusantara.
Dalam upayanya mengangkat rendang dan kuliner Indonesia, William Wongso pernah berhadapan dengan Singapura di ajang World Food Conference 2009 di Napa, California, Amerika Serikat. Di forum internasional tersebut, stan William yang tidak begitu luas terletak tidak jauh dari lokasi stan Singapura yang tampil megah dan habis-habisan. Namun, dari segi rasa, rendang Indonesia yang diolah cermat selama empat hingga enam jam dinilai kritikus lebih enak dibandingkan dengan rendang ala Singapura.
Rendang Indonesia yang dimasak dengan baik, bagian tengahnya lembut dan lembab (moist) serta tidak kering. Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami yang bersifat preservative (pengawet). Tidak mengherankan jika rendang dapat disimpan satu minggu hingga empat minggu. Itulah filosofi rendang sebagai makanan yang dibawa merantau pemuda Minang. Rempah-rempah sangat penting, daun kunyit, dan cengkeh (tergantung daerah). Ia mengingatkan, masakan Padang yang baik tidak memakai rempah kering. Santan harus berasal dari buah kelapa tua.
Penjelasan yang diberikan oleh William tentang filosofi rendang dinilai lebih detail daripada informasi yang didapat dari pihak Singapura yang menyatakan rendang mereka adalah “rendang kontemporer”. Malaysia pun mengaku memiliki rendang lokal. Rendang Malaysia yang disebut rendang kelantan dan rendang negeri sembilan memiliki perbedaan dengan Indonesia. Proses memasak rendang di Malaysia, ujar William, lebih singkat dan melakukan pengentalan bumbu dengan kelapa parut yang disangrai.
Selain bumbu dasar yang digunakan dalam proses pembuatan rendang, William juga memperhatikan pemilihan daging. Daging yang dipilih untuk rendang disarankan berasal dari bagian paha, pipi, paha atas (rump), ataupun sengkel. Ada tips tambahan bagi yang menggunakan daging sengkel, yaitu harus dipisahkan dari lemak dan otot yang alot. Untuk menjaga kualitas rendang olahannya, William menjatuhkan pilihannya pada daging jenis Brahman Cross asal Australia yang banyak digemukkan di Indonesia. Sebagai alternatif, ujar William, dapat digunakan sapi bali. Bahkan terkadang ia juga membuat rendang dengan menggunakan daging wagyu dan kobe yang harganya selangit.
Sebagai pakar mengolah rendang, William mengaku bisa mengolah rendang hingga 50 kilogram dalam sekali masak. Peralatan modern boleh digunakan di dapur, tetapi pakem memasak rendang tetap harus dijaga dan dilakukan secara cermat serta memakan waktu yang tidak bisa dilakukan secara instan demi menghasilkan rendang dengan bumbu meresap dan tidak alot.
Di penghujung tahun 2011, rendang berada di urutan 1 masakan terlezat di dunia versi CNN. Menurut William Wongso, sudah selayaknya rendang masuk ke jajaran makanan paling enak. Masyarakat Indonesia pun tak cukup hanya berbangga namun juga perlu mempopulerkan rendang dan masakan Nusantara lainnya seperti halnya batik yang sudah diakui sebagai warisan budaya internasional. “Tapi harus menyebutnya rendang Padang, bukan hanya rendang,” ujarnya seperti dikutip dari situs tempo.com. Sebab jika hanya menyebut rendang, berarti bukan versi Padang. Bisa juga rendang dari peranakan Singapura atau Malaysia.
Rendang memang populer di kawasan Melayu. Apalagi warga di Malaysia dan Singapura banyak juga yang merupakan perantau dari Padang. Tapi, William menguraikan, komposisi rempah dan proses pemasakan rendang Padanglah yang membedakan rasanya. Tak heran, bila negara tetangga seperti Malaysia pernah mengklaim rendang. Meski demikian, William berpendapat, rendang tak perlu dipatenkan, karena menurutnya makanan bukanlah sebuah merek karenanya tidak akan bisa dipatenkan.
Lebih lanjut William menuturkan, bangsa Indonesia seyogyanya tak perlu mencemaskan soal klaim kuliner. “Gimana mau maju karena takut dibajak terus- menerus. Mana ada makanan bisa dibajak? Misalnya peking duck, pemerintah China tidak pernah ribut, atau misalnya sushi, tempura, pemerintah Jepang tidak ribut. Tapi ketika disebut sushi, pasti tahu itu dari Jepang,” pungkas William seperti dilansir situs okefood.com.
William mengatakan, selain rendang sebenarnya masih banyak makanan Indonesia yang berpotensi jadi makanan terenak di dunia. Misalnya, sop buntut, nai nura batak, ayam rica-rica, ayam betutu, ayam tangkap, asinan Jakarta, dan pecel. “Biarlah masyarakat internasional menilai dan tidak dibuat penyesuaian cita rasa,” ujar William.
Agar diplomasi kuliner berjalan efektif, William Wongso pun merangkul para chef di Kedutaan Besar Republik Indonesia. Sejumlah KBRI seperti di Den Hague, Kerajaan Belanda; London, Kerajaan Inggris; Seoul, Korea Selatan, dan perwakilan diplomatik Republik Indonesia di sejumlah negara kerap didatangi William untuk berbagi ilmu. Nama William pun kian dikenal sebagai ahli kuliner yang berdedikasi dalam mengolah tiap sajian. Misalnya, menjelang bulan Ramadhan tahun 2010, William Wongso diminta sebuah hotel berbintang di kawasan Orchard Road, Singapura, untuk menyajikan rendang dan menu-menu Nusantara untuk berbuka puasa bagi warga Singapura serta pelancong.
Sebelumnya pada Oktober 2009, melalui sebuah upacara pengukuhan di kantor Korea Tourism Organization (KTO) yang juga disaksikan oleh Duta Besar RI Seoul, William Wongso dikukuhkan menjadi honorary goodwill ambassador untuk pariwisata Korea. Menurutnya, semakin banyak kalangan menengah di Indonesia yang melakukan perjalanan keluar negeri dan mulai menyukai tour kuliner. Oleh karena itu, ahli kuliner tersebut berencana menyelenggarakan program “Korean Culinary Tour With William Wongso” yang bertujuan untuk memperkenalkan makanan-makanan Korea kepada masyarakat Indonesia. Selama ini, masyarakat Indonesia hanya mengenal kimchi dan bulgogi sebagai makanan Korea. Melalui program tersebut, William Wongso berencana memperkenalkan jenis-jenis makanan Korea lain yang unik dan belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Pada Maret 2012, William ditunjuk sebagai konsultan dan pelatih oleh KBRI untuk menggalakkan program pelatihan pemilik restoran Indonesia di Belanda. William akan mengajari pengelola restoran-restoran Indonesia di sana sehingga mereka dapat membuat masakan bercita rasa Nusantara seotentik mungkin. Menurut William, Belanda dipilih karena paling banyak memiliki restoran Indonesia, tetapi rasa masakannya tidak karuan. Hal itu pernah dibuktikannya sendiri, saat William menjadi juri di sebuah pesta rakyat di Den Haag. Dalam acara tersebut terdapat 30 stan masakan Indonesia, yang diakuinya memiliki cita rasa yang tidak jelas karena terlalu disesuaikan dengan selera lokal. “Di Belanda hampir semua orang tahu rendang, tapi semua enggak pernah coba rendang yang asli seperti apa. Itu kesalahan, semua disesuaikan dengan lokal sehingga terjadi transformasi besar-besaran cita rasa Indonesia. Kita akan menunjukkan cita rasa yang asli, teknik yang benar dalam setiap masakan Indonesia,” jelasnya seperti dikutip dari situs mediaindonesia.com.
William menambahkan, sebenarnya tidak ada salahnya menyesuaikan kuliner dengan lidah lokal, namun hal itu secara tak langsung akan merusak keaslian kuliner sehingga masyarakat dunia tidak mengetahui cita rasa yang asli dari kuliner otentik Indonesia. Untuk itu, sebelum bertolak ke Belanda, sejak 2011 William telah membuat serangkaian workshop untuk memperkenalkan kuliner otentik Indonesia yang sebagian besar diikuti oleh para pemilik rumah makan Indonesia di sana. Demi menjaga keaslian kuliner khas Nusantara di luar negeri, di setiap workshop, William menganjurkan para peserta workshop untuk menggunakan bahan asli Indonesia. Selain menjaga keaslian citarasa, penggunaan bumbu dan rempah-rempah asli Indonesia juga akan turut mendukung ekonomi kerakyatan. Pasalnya, banyaknya restoran Indonesia di luar negeri akan mendorong laju pertanian dengan banyaknya bumbu atau rempah yang diekspor.
Selain para pemilik rumah makan, William juga melatih semua anggota Deplu tentang masakan Indonesia. “Anggota KBRI ini akan menjadi ujung tombak. Setiap KBRI bikin acara, diharapkan mereka bisa menyajikan masakan Indonesia dengan baik, otomatis itu menjadi perkenalan kuliner Indonesia di kancah dunia,” kata William. Dewasa ini seiring dengan kemajuan zaman, perkembangan dunia kuliner pun tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Karenanya, dengan presentasi kuliner yang baik di luar negeri, secara otomatis akan menarik perhatian dan ketertarikan masyarakat dunia akan kuliner Indonesia dan kebudayaan yang ada di Nusantara.
William memaparkan, sebagai gambaran, sekitar pertengahan tahun 80-an, di Sydney ada sekitar 15 restoran Indonesia, sedangkan restoran Thailand tak ada sama sekali. Namun sekarang, Thailand memiliki lebih dari 200 restoran, sedangkan Indonesia kurang dari sepuluh. Penyebabnya tak lain adalah kurangnya strategi pemerintah dalam melakukan diplomasi kuliner Nusantara ke mancanegara. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan ketertinggalan Indonesia ialah berkenaan dengan tidak adanya pendidikan resmi akan masakan khas Indonesia. Sekolah pariwisata banyak, tapi kebanyakan mementingkan kuliner Barat. Berbagai sekolah di Tanah Air pun tidak pernah diajari proses memasak makanan daerah dengan benar. Dari situ William melihat, Indonesia tidak memiliki perhatian sama sekali dengan tradisi masakan.
Padahal menurut William, potensi masakan Indonesia diterima masyarakat luar sangat besar. Saat ini saja, masyarakat dunia gencar melirik Asia Tenggara. Mereka ingin mencari misteri rasa dari kuliner Indonesia dan itulah yang harus dimanfaatkan. “Kita negara yang punya keanekaragaman kuliner terbanyak di dunia. Menyedihkan, orang Indonesia banyak yang tidak bisa masak masakan otentik terutama yang profesional,” kata William. muli, red
Tips Memasak Makanan Sehat A la William Wongso
Bahan yang baik
Pemilihan bahan makanan atau bahan untuk memasak yang baik memengaruhi kesehatan hidangan. Misalnya untuk pemilihan minyak goreng, sebaiknya pilih minyak sayur seperti minyak canola karena memiliki daya tahan panas yang lebih tinggi.
Bahan segar
Makanan akan lebih sehat jika terbuat dari bahan makanan yang masih segar, lalu langsung dimasak di rumah. Dengan begitu kesehatan asupan makanan untuk keluarga pun lebih terjamin.
Pilihan alat masak
Selain bahan yang berkualitas, pemilihan alat masak pun turut mempengaruhi kualitas makanan. Misalnya, penggunaan alat masak modern, dengan pengaturan temperatur yang baik membantu meningkatkan kualitas masakan. Menurut William, cara masak tradisional dengan alat sederhana memberikan cita rasa khas. Namun memasak juga membutuhkan sentuhan teknologi. Alat masak elektronik berteknologi canggih diperlukan terutama ketika harus memasak dalam jumlah besar karena lebih praktis. Penggunaan alat masak elektronik seperti microwave misalnya, bisa membuat masakan pepes lebih cepat matang, praktis, namun tetap segar.
Cara memasak
Cara memasak pun memberi andil dalam menghasilkan makanan yang sehat. “Boleh menggoreng, namun sebaiknya dihindari, jangan terlalu banyak makanan yang digoreng. Pepes lebih sehat karena tidak ada minyak. Memasak pepes juga tak sulit karena kini bisa dilakukan dengan menggunakan microwave, hanya 1,5 menit saja,” ujar peraih anugerah South East Asia Wine Pioneer Recognition Award 2011 ini seperti dimuat di situs kompas.com.
Selain berbagai syarat memasak sehat tersebut, William menambahkan kegiatan memasak sebaiknya dilakukan dengan situasi yang nyaman. Untuk itu, pastikan penempatan alat masak berada dalam jangkauan agar Anda tak sulit menggunakan berbagai alat masak, karena terkumpul dalam satu area yang mudah dijangkau.
Hal lain yang perlu diperhatikan sebelum memasak adalah perencanaan. Maksudnya, menyiapkan bahan dasar masakan, sehingga siapapun bisa memasak makanan langsung di dapur. Terakhir, memasak juga sebaiknya memiliki intimasi. Jadikan memasak sebagai kegiatan yang tidak formal. Nikmati saja ketika teman atau keluarga berkumpul di dapur, dengan alat masak yang baik dan layak saji, sehingga Anda bisa menyicip masakan langsung dari wadah memasak. Kebersamaan inilah yang membuat memasak lebih menyenangkan.