Orientasi Politik Masih Pragmatis

[BERITA TOKOH] – Politik – Sejatinya sistem politik bangsa Indonesia adalah politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Sistem politik masih lebih berorientasi kepada kepentingan elit dan mengesampingkan kepentingan rakyat.
Hal itu dikemukakan Ketua Umum PKP Indonesia Sutiyoso saat pelantikan Pengurus DPP, DPK, DPC PKP Indonesia se-DKI Jakarta dan Generasi Muda PKP Indonesia Istora Senayan, Jakarta, Minggu, 13 Mei 2012. Di hadapan para sesepuh, Dewan Penasihat dan Dewan Pakar, pimpinan partai politik, para undangan dan tokoh masyarakat, pengurus DPN, pengurus dan kader se- Provinsi DKI Jakarta. Sutiyoso mengingatkan, bahwa carut marut kehidupan berpolitik Indonesia saat ini lebih cenderung menghalalkan segala cara demi kepentingan diri sendiri dan kelompoknya saja.
Mantan Pangdam Jaya dan Gubernur Jakarta dua periode ini mengatakan, bahwa sistem politik yang terjadi lebih berorientasi kepada kepentingan elit dan mengesampingkan rakyat. Hal itu terjadi menurut Sutiyoso karena terjadi penyimpangan perkembangan perpolitikan dari keaslian yang disebutnya politik klasik, menjadi politik modern dan politik kontemporer. Politik kontemporer yang kemudian cenderung menjadi politik praktis-pragmatis, yang lebih mementingkan ego sentral dan mengabaikan moralitas serta idealisme.
Berpolitik menurut Sutiyoso adalah untuk tujuan mulia dan seharusnya ditujukan untuk memuliakan dan mengangkat harkat martabat manusia dalam bernegara.
Sutiyoso mengatakan, politik pragmatis tidak akan terjadi jika sistem politik lebih mengedapankan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, sejatinya politik bangsa Indonesia adalah politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang tertuang di dalam naskah Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UUD 45. Pada hakekatnya bangsa Indonesia berkeinginan luhur untuk mendirikan sebuah negara-NKRI demi kemaslahatan rakyat Indonesia. Sehingga berpolitik menurut Sutiyoso adalah untuk tujuan mulia dan seharusnya ditujukan untuk memuliakan dan mengangkat harkat martabat manusia dalam bernegara.
Ia mengingatkan bahwa politik Indonesia, bukanlah politik liberal-kapitalis, bukan juga politik sosial-komunis tetapi politik Pancasilais. Keinginan luhur tersebut menurut Sutiyoso harusnya dipegang teguh terlebih hal itu sesuai dengan cita-cita proklamasi.
Syarat Reformasi Birokrasi
Sutiyoso juga menyinggung reformasi birokrasi pemerintahan terkait dengan efektifitas kinerja, efisiensi APBN dan peningkatan kesejahteran pegawai negeri sipil (PNS). Berjalannya dengan baik reformasi birokrasi juga dapat mencegah perilaku korupsi. Menurut Sutiyoso, reformasi birokrasi akan dapat berjalan baik jika melakukan perampingan organisasi; peningkatan kualitas, baik fisik, mental, maupun akademis dari setiap jabatan dan PNS baru dengan sistem yang obyektif dan transparan; peningkatan sistem pengembangan diri dan karir secara berjenjang, obyektif dan transparan; peningkatan gaji PNS, berikut kesejahteraannya; peningkatan sistem kontrol yang efektif, diikuti tindakan tegas terhadap setiap pelanggaran; realisasi sistem birokrasi good governance.
Selain menyorot masalah perpolitikan dan reformasi birokrasi. Sutiyoso juga mengungkapkan rasa keprihatinannya dengan tragedi-tragedi yang menimpa TKI di manca negara khususnya Malaysia. Sutiyoso sangat menyanyangkan kejadian tersebut yang mengusik martabat dan harga diri bangsa. Ketidak berdayaan untuk menyediakan lapangan kerja membuat para TKI harus mencari nafkah di negeri orang. Menurutnya, Indonesia harus mampu mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi para pahlawan devisa.“ Kita tidak boleh membiarkan TKI, terus menerus menerima perlakuan yang tidak adil dan sewenang-wenang, “kata Sutiyoso dengan prihatin.
Terkait dengan aksi buruh yang melakukan demo saat memperingati hari buruh pada beberapa waktu yang lalu (1 Mei), dimana masalah kesejahteraan masih menjadi tuntutan. Sutiyoso mengatakan, sistem perekrutan buruh secara “outsourcing” yang telah hampir sepuluh tahun berlaku, ternyata membuat buruh makin menderita karena tidak adanya kepastian masa. Ia mengatakan, kehadiran investor diharapkan dapat meningkatkan jaminan kesejahteraan dan masa depan buruh Indonesia. “Bukan saatnya lagi pengusaha bertindak sesukanya dalam merekrut dan memberikan gaji bagi para buruh. Buruh bukanlah sapi perahan, dan kita tidak boleh mendzalimi mereka, “kata Sutiyoso dengan tegas.
Ia menambahkan negara harus menjamin kesejahteraan para buruh dan keluarganya bukan hanya sebatas memberikan upah sesuai dengan standar yang ada, namun juga jaminan terhadap masa depan buruh dan keluarganya. Ia mengatakan, sudah selayaknya perusahaan-perusahaan yang mapan dan besar memberikan upah lebih dari sekedar UMP. Dan sistem outsourcing harus segera dihapuskan.
Selain itu, Sutiyoso juga menyoroti masyarakat yang kerap bertikai melakukan tindakan brutal dan anarkhis, mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang ada. Ia mengatakan, seharusnya masyarakat bertekad merapatkan barisan, bergandengan tangan, maju melangkah bersama-sama, membangun negara dan bangsa yang jaya, adil dan sejahtera serta disegani bangsa-bangsa lain di dunia. “Negara tidak boleh kalah dengan tindakan tersebut. Kita ganyang premanisme di negeri ini!,“ kata Sutiyoso. Berita TokohIndonesia.com | hotsan