
[WAWANCARA] Pilkada DKI Jakarta – Hidayat Nur Wahid menyadari bahwa gubernur bukanlah seorang ‘Super Hero’ dan menyelesaikan persoalan Jakarta yang sangat kompleks tidak bisa dilakukan dalam hitungan matematis. Namun dengan dukungan seluruh masyarakat dan kerja keras, Jakarta bisa berubah dan tampil bermartabat.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) mengusung pasangan Cagub-Wagub, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini karena keduanya dianggap memiliki track record yang baik. Hidayat Nur Wahid dinilai sebagai sosok yang tepat untuk memimpin ibukota Jakarta karena memiliki kepemimpinan yang mumpuni dan berhasil.
Ketika menjadi Presiden PKS, ia berhasil membawa PKS menjadi pemenang Pemilu DKI Jakarta dengan perolehan suara 24 persen dari jumlah total peserta pemilu. Saat menjadi Ketua MPR, ia berhasil membawa lembaga tinggi negara tersebut mendapat penilaian wajar tanpa pengecualian dalam hal laporan dan pengelolaan keuangan.
Begitu pula dengan pasangannya Didik J Rachbini, seorang kader Partai PAN yang dikenal luas sebagai akademisi, pakar dan pengamat ekonomi. Didik J Rachbini dinilai dapat mendongkrak perolehan suara untuk pasangan ini karena memiliki kedekatan dengan kalangan akademisi dan pengusaha.
Melihat peta persaingan para calon gubernur, Hidayat memprediksi bakal masuk ke putaran kedua, minimal dengan raihan suara sebesar 30 persen. “Masuk ke putaran ke dua, Insya Allah apa yang terjadi pada tahun 2007. Dimana pada tahun 2007, PKS dimusuhi oleh semuanya. Pada 2012, Insya Allah PKS untuk semuanya,” kata Hidayat kepada Wartawan TokohIndonesia.com, Bety Bahagianty, Muchlas Santoso, dan Bantu Hotsan di Rumah Oranye (Tim Sukses), Jalan Buncit Raya Nomor 30, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (10/05/2012).
Kalaupun akhirnya satu putaran, Hidayat mengatakan hal itu akan lebih baik. Karena menurut Hidayat, saat pemungutan suara pada Juli bertepatan dengan suasana Bulan Ramadhan. Masyarakat tidak disibukkan dengan kampanye yang seharusnya digunakan untuk menenteramkan diri, pergi ke masjid, sholawatan, tarawehan, silaturahiman, halal-bihalal, maaf-maafan kemudian merayakan Hari Raya Idul Fitri.
Dalam wawancara dengan TokohIndonesia.com, Hidayat Nur Wahid juga memaparkan sejumlah hal termasuk kesiapannya memimpin dan prioritas kerja yang akan dilakukannya jika terpilih sebagai gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta, 11 Juli 2012. Berikut petikan wawancaranya.
Anda berpasangan dengan Didik J Rachbini. Sejauh mana keyakinan Anda untuk bisa menjadi DKI I?
Dengan PKS saja yakin karena ketika saya memimpin PKS, kita menang Pemilu di Jakarta dengan 24 persen waktu itu. Dan dengan tambahan saya dipercaya jadi ketua MPR. Kemudian membawa MPR wajar tanpa pengecualian. Itu juga menambah nilai bagi PKS. Ditambah dengan Pak Didik itu juga menambah nilai bagi PKS. Yang memiliki record tertentu dengan komunitas intelektualnya, ekonominya, komunitas partainya, ormasnya, dan kesukuan-kesukuan, juga menambah. Jadi saya berkeyakinan minimal mempunyai modal dasar sekitar 30 persen. Artinya dari situ saja bisa kita amankan berdasarkan itu, Insya Allah kita bisa masuk putaran ke dua.
Apakah menargetkan masuk ke putaran kedua?
Satu putaran kita juga siap, dua putaran juga siap. Tapi kalau bisa satu putaran, tentu lebih baik. Kenapa? Kita menginginkan di bulan Ramadhan itu, warga tidak sibuk dengan kampanye. Kita ingin nanti di bulan Ramadhan warga menenteramkan diri, melakukan cooling down, kemudian mereka pergi ke Masjid, melakukan sholawatan, tarawehan, mereka melakukan kunjungan silaturahiman, halal bihalal, maaf-maafaan lagi. Dan kemudian Idul Fitri, selesai. Tapi kalau masih panjang lagi, masih ada lagi suasana (kampanye), Ramadhan bisa kurang kondusif.
Jika terpilih nanti, hal utama apa yang akan dibenahi?
Pertama, kita akan mencoba merealisasikan apa yang di hadapan masyarakat. Masyarakat Jakarta, bahkan survei menyebutkan mereka itu sangat galau dengan masalah macet termasuk banjir, keamanan, dan masih ada kemiskinan. Empat masalah ini yang selalu jadi primadona. Setelah itu kesehatan yang prima.
Yang pertama tadi, kita akan memberikan harapan bagi mereka, bahwa masalah-masalah ini bisa kita urai. Saya tidak berani menjanjikan seperti rekan-rekan lain tiga setengah (3,5) tahun karena kami menyadari ini permasalahan yang cukup kompleks. Karena tidak semua kelemahan sebenarnya ada di tangan gubernur. Sebagian terkait dengan provinsi yang lain, sebagian terkait dengan pemerintah pusat. Sebagian terkait bahkan dengan alam. Kalian pun sepenuhnya mendukung kalau Allah menghadirkan hujan satu minggu berturut-turut, siapa yang bisa menghentikan banjir.
Tapi yang diperlukan adalah kami bekerja keras dan bekerja cerdas menghadirkan solusi bagi permasalahan yang ada, lebih cepat lebih baik, kalau bisa dua tahun, kita laksanakan dengan baik. Tapi kami tidak bisa mematok waktu karena sebagian itu dibuat oleh pemerintah (pusat).
Nah pertama-tamanya, mulai mengurai masalah yang terkait dengan publik yang menyebutkan masalah utama Jakarta adalah macet, sebagian survei juga demikian. Kalau demikian maka kita harus menggali solusi tentang macet. Kita mendapatkan beragam cara untuk mengatasi macet. Paling tidak kita ambil dari dua sisi. Sisi pertama dari luar Jakarta, setiap hari tidak kurang dari 1.200 ribu mobil masuk ke Jakarta. Tentu saja kalau dideretkan, sudah lebih panjang dari pada jalanan Jakarta.
Agar mobil itu tidak memacetkan Jakarta, maka mobil-mobil itu kita upayakan untuk bisa diparkir di luar Jakarta, misalnya di stasiun-stasiun kereta api. Kita bekerja sama dengan pihak Kereta Api (KA) dan pemerintah di luar Jakarta untuk membuat tempat-tempat parkir di sekitar stasiun. Kemudian kita akan membuka jalur kereta api eksekutif, sehingga para eksekutif, orang yang mempunyai mobil itu tidak harus masuk Jakarta lagi. Mereka memarkirkan mobil-mobil di stasiun itu dan mereka naik kereta api eksekutif, biar mereka nyaman. Mereka sampai di Jakarta, dari stasiun mereka kembali disambut dengan busway. Dengan begitu, mobil-mobil mereka tidak lagi memacetkan Jakarta. Kalau separuh saja mobil mereka diparkir di luar itu, sangat signifikan untuk mengurai macet di Jakarta.
Sebagian dari mobil tadi sebagian pasti tidak masuk dari jalur kereta api, ada masuk dari tol, ada masuk dari jalur lainnya. Di titik besar pintu masuk ke dalam Jakarta, kita akan buatkan juga parkir-parkir besar, jadinya nantinya mobil mereka di parkir di situ. Kemudian mereka dibawa ke dalam dengan busway untuk datang Jakarta. Dan kendaraan yang beredar bisa terkurangi.
Kemudian dari dalam Jakarta, setelah itu, yang kita lakukan adalah TransJakarta ini bisa menjadi solusi dengan syarat armadanya ditambah. Sekarang ini menjadi masalah karena armadanya berkurang, orang jadi berlama-lama, akhirnya terjadi beragam masalah. Armadanya harus ditambah. Dan harus merubah paradigma dari bisnis murni transportasi, jadinya ini pelayanan publik, transportasi publik. Mengapa? Karena masyarakat menurut mereka pada pagi hari, antriannya luar biasa banyak. Tapi pada siang hari kosong. Karena kosong, keretanya nggak datang, karena mereka mengira jumlahnya penumpangnya sedikit. Paradigmanya tadi bahwa karena anggapannya bisnis, ini harus kita rubah menjadi pelayanan publik. Karena ada atau tidak adanya penumpang, itu transportasi harus tetap jalan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Per lima menit harus sudah datang. Jadi kalau itu nanti sudah menjadi kebiasaan, masyarakat akan tahu, mereka akan nyaman dengan itu dan menjadi terbiasa.
Kemacetan Jakarta ternyata juga terkait dengan jarak antara satu lampu merah dengan yang satu sering kali sangat pendek. Karena itu akan dibuat lebih banyak lagi under pass maupun juga fly over. Dengan demikian orang tidak harus berlama-lama karena lampu merah. Mereka bisa langsung lewat under pass dan fly overnya dan itu sangat mengurangi masalah kemacetan. Itu untuk masalah kemacetan. Yang lainnya juga kita akan cari solusinya, tapi dalam hal ini kita akan mengurai masalah-masalah Jakarta, dengan pendekatan bahwa kita masih punya harapan, jika negara lain bisa, kita juga akan bisa.
Untuk membenahi Jakarta, kira-kira butuh berapa lama?
Seperti yang saya katakan, saya tidak bisa mengatakan berapa lama. Tapi saya akan bekerja lebih efektif, lebih cermat, cerdas, kuat dan lebih rajin lagi. Sehingga semakin banyak yang bisa kita hadirkan menjadi bagian permasalahan di atas. Karena permasalahan Jakarta sangat kompleks. Dan permasalahan tidak sepenuhnya dari Jakarta tapi sebagian juga dari produk pusat. Misalnya, kemarin demo tentang kenaikan BBM, Jakarta macet, Jakarta dibakar, itu darimana. Itu kan dari pusat. Misalnya kemudian terjadi banjir besar di Jakarta, nah itu kan bukan salah kami. Itu kan gubernur yang dulu membiarkan kali Jakarta tidak dikeruk selama lebih dari 30 tahun. Maka kalau kemudian itu dikeruk, apakah itu akan selesai dalam lima tahun, tidak. Kemudian juga banjir yang datang dari luar Jakarta, tapi pada intinya kita akan bekerja maksimal, cerdas dan efektif untuk menghadirkan solusi bagi Jakarta. Lebih cepat lebih baik.
Apakah ada program seratus hari?
Saya sebenarnya kurang minat ya dengan istilah program 100 hari, terus ngapain lagi setelah program 100 hari, kalau misalnya itu tidak tercapai, itu terus mau diapakan. Karena permasalahan Jakarta tidak sesederhana yang bisa dimatematikakan ,ini 100 hari, tiga bulan atau satu tahun. Sangat kompleks. Tapi intinya adalah kita paling sedikitnya setiap bulannya menghadirkan banyak hal yang membuktikan bahwa kita menuju pada proses-proses yang benar. Ragam hal, kita juga akan mulai mengurai masalah birokrasi, supaya tahu ternyata memang ada pemerintah. Memang ada pemimpin yang mengayomi, pemimpin yang menyatukan masyarakat. Ada suasana baru yang bisa memberikan harapan, itu yang terus kita kerjakan.
Sekali lagi program 100 hari itu secara aturan hukumnya juga tidak ada, tiada juga mekanisme evaluasi 100 hari, terus kenapa kita harus berdebat tentang 100 hari. Dan juga tidak ada program yang kemudian dikatakan 100 hari selesai, apalagi dalam tahun pertama. Tahun pertama itu kan tiap gubernur siapapun dia, hanya melaksanakan program yang dibuat oleh gubernur di tahun sebelumnya. Dan APBD-nya pun juga yang dibuat tahun sebelumnya. Begitulah yang terjadi.
Sekarang gubernur yang sekarang sedang buat program untuk tahun 2013, bukan karena akan menjadi gubernur lagi, namun sudah membuat APBD untuk tahun 2012. Jadi tidak bisa serta merta 100 hari untuk merubah. Kondisinya tidak memungkinkan. Tapi kata kuncinya, bukan berarti menyepelekan hal itu tapi kita akan kerja maksimal. Lebih cepat lebih baik, lebih efektif, lebih mantap.
Anda dikenal sebagai tokoh Islam yang juga harus bisa mengakomodasi kalangan non muslim di Jabodetabek ini. Bagaimana Anda menjamin kehidupan beragama ketika nanti terpilih?
Pertama, saya bukan orang kemarin sore. Saya sebagai Ketua MPR, anggota saya yang non muslim banyak banget. Bahkan Wakil Sekjen MPR itu non muslim, sekarang jadi Sekjen MPR. Dan sekarang mendukung saya sebagai gubernur, padahal dia non muslim. Kenapa ketika ditanya? Nggak, anak istri saya ikut mendukung Pak Hidayat. Beliau kaget, saya sebagai ketua MPR, ketika saya mengembalikan tunjangan yang bukan hak saya. Karena kadang-kadang begini, kita punya anggaran dari MPR dan berkunjung ke daerah. Yang di daerah oleh pihak gubernur kita dikasih lagi. Oleh saya disuruh tolak. Ini soal masalah nyaman.
Ketika saya menjadi Ketua MPR dan sebelumnya ketika saya menjadi ketua partai, saya bekerjasama dengan rekan-rekan nonmuslim bahkan demopun kita biasa bareng-bareng, satu juta massa yang kita gelar dan saya mimpin, itu yang datang bersama kita ada yang pendeta, biksu, kalangan Konghucu. Sekarang menjadi pertanyaan, kalau demo saja mereka nyaman, apalagi tidak demo. Dan itu sudah berulang-ulang. Juga yang lain, PKS itu bukan baru akan punya gubernur. PKS itu sudah punya gubernur di Jawa Barat, Sumatera Barat dan satu provinsi lagi. Di kawasan itu juga sama heterogennya dengan Jakarta, sama pluralisnya dengan Jakarta. Di tiga provinsi tadi kita juga ada masalah hukum dengan kawan-kawan non muslim. Semua basisnya adalah hukum. Apa yang tidak boleh dihukum dan apa yang boleh dihukum silahkan. Yang tidak boleh sekalipun, itu dilakukan orang Islam sendiri. Semua kaitan-kaitannya adalah hukum, Indonesia negara hukum dan Jakarta bagian Indonesia.
Terlalu mengada-ada black campaign yang menyebutkan, awas jangan sampai Hidayat memimpin Jakarta. Tapi saya kira rakyat orang yang cerdas. Track record saya bukanlah untuk membalas black campaign dengan yang lain, fitnah dengan fitnah yang lain. Saya akan menjawab semua itu dengan amal soleh nyata. Terlebih kami selama ini, tidak pernah menyusahkan warga non muslim, justru kami melibatkan mereka dalam beragam kegiatan. Bahkan demopun mereka terlibat, mereka nyaman dengan kami. Dan kami pastikan bahwa saya sebagai warga Jakarta dengan yang lain, kita akan mentaati hukum tanpa memandang agama.
Kembali lagi ke permasalahan Jakarta. Bagaimana dengan kebijakan penertiban pedagang kaki lima ini dan pembangunan mal?
Untuk pedagang kaki lima ada beberapa pola. Pola yang memang mereka sudah ada di situ dan selama ini sudah begitu aman dan didiamkan bahkan diambil retribusinya juga. Tentu penertibannya bukan dengan digusur. Kita tidak akan menggusur, tapi kita akan mengajak untuk tertib. Misalnya, mereka perlu terus menjaga kebersihan, keamanan, keindahan kota dan mungkin memperindah tenda-tenda mereka. Sehingga mereka bisa menjadi tujuan wisata baru di Jakarta.
Tapi bagi mereka yang belum atau bahkan baru memulai, tentu kita akan tertibkan dalam arti, mereka akan kita berikan tempat untuk berusaha yang baik tanpa harus mengganggu trotoar, maupun tempat pejalan kaki. Bagi yang belum ini, kami tentu bisa lebih mudah untuk memposisikan mereka pada tempat yang tidak mengganggu keramaian. Pada posisi yang memberikan mereka berusaha tanpa kemudian merugikan kepentingan para penjalan kaki dan sebagainya. Ini yang akan kita lakukan.
Jadi bagi yang sudah ada, kita tidak akan menggusur apalagi mereka selama ini sudah dibolehkan di situ. Tapi kita akan mengajak mereka menjadi bagian dari Jakarta yang semakin indah dan tertib. Nanti mereka bisa menjadi tujuan kuliner. Mungkin nanti kita akan membuat program lomba antar kaki lima dari segi kebersihannya, keenakan masakannya. Di banyak tempat, wisata kuliner juga banyak disukai. Nah kalau kaki lima itu menjadi nilai tambah bagi Jakarta, mereka mempunyai tempat hiburan karena mereka ke luar rumah kemudian bisa makan bersama keluarganya di situ.
Sedangkan soal pembangunan mal, secara prinsip Jakarta sudah disebut sebagai ibukota dengan jumlah mal yang paling banyak. Sekarangpun sudah ada surat izin yang dikeluarkan. Jadi prinsipnya begini, kami tentu tidak bisa membatalkan izin yang sudah pernah diberikan karena itu akan menjadi permasalahan yang berlarut-larut. Tapi tentu kita berharap bahwa seluruh mal yang ada menjadi bagian dari yang mensejahterakan Jakarta. Karena visi kami ingin menghadirkan Jakarta yang sejahtera. Jakarta untuk semua. Dan sejahtera untuk yang punya mal dan juga yang berbisnis di pasar modern. Tapi juga kesejahteraan yang berbisnis di Pasar tradisional termasuk yang di kaki lima itu.
Karenanya kita akan membuat kebijakan terkait dengan pajak untuk mal, mungkin kita akan mengenakan mereka pajak untuk kemudian bisa membantu saudara-saudara kita yang bekerja di sektor pasar tradisional. Sehingga kita bisa menghadirkan pasar-pasar yang bersih, nyaman dan sebagainya. Jadi kata kuncinya adalah mal yang sudah ada, terkait itu tidak bisa mencabut masalah izinnya. Tapi kemudian kita akan melibatkan mereka menjadi bagian dari solusi permasalahan yang ada di Indonesia.
Cara berikutnya, kami akan menerapkan peraturan yang ketat terkait dengan masalah keberadaan mall bahkan pasar modern dan tradisional. Izin ke depan kami mungkin akan melakukan moratorium, tidak ada lagi izin mal yang baru. Mal yang lama saja yang belum terlaksana itu akan kita perpanjang. Tapi prioritasnya adalah bagaimana agar mal ini menjadi solusi dari permasalahan yang ada termasuk misalnya ada program yang disebut sebagai lahan terbuka hijau. Kami akan memastikan bahwa pihak yang terkait akan menghadirkan kehijauan. Apakah mereka kemudian membuat taman di atas. Atau sebaliknya mereka akan membuat kompensasi mencarikan lahan di tempat lain dan dibebaskan menjadi taman. Sekalian kita ingin menghadirkan bahwa kita jangan menjadi beban bagi Jakarta dan kita harus menjadi bagian dari yang meringankan beban.
Taman kota di Jakarta sekarang sangat minim, bisa dihitung dengan jari. Padahal masyarakat sangat membutuhkannya sebagai tempat rekreasi dan kegiatan kreatif. Bagaimana menurut Anda?
Untuk taman kota, kita sangat menyadari bahwa kondisi sekarang masih jauh dari ideal. Baru nyampe sepertiga saja dari seharusnya 30 persen dari lahan terbuka hijau yang terdiri dari taman kota dan sebagainya. Upaya untuk merealisasikan itu, kita akan menormalisasi 43 situ yang ada di Jakarta yang efektif konon ada 13 tapi saya sudah datangi, tapi sama sekali tidak ideal.
Jadi kalau situ-situ yang 43 itu dinormalkan kembali maka bisa menjadi lahan terbuka hijau lagi. Di sana kita akan buat taman-taman, kemudian bisa menjadi tempat penampungan air sehingga air kiriman tidak menjadi banjir. Bisa ditampung di sana dan menjadi tempat rekreasi seperti di Malaysia. Kemudian bisa menjadi tempat pemancingan ikan, juga penampungan air baku untuk air minum keperluan PAM, keperluan rumah tangga. Bisa juga untuk pembangkit tenaga listrik kecil-kecilan.
Ini kalau yang 43 bisa kita revitalisasi, kita akan bisa menambah secara signifikan ruang terbuka hijau untuk taman-taman kota. Kemudian kita juga memprogramkan untuk di setiap kelurahan ada taman interaktif. Supaya masyarakat mempunyai ruang untuk bertemu dengan keluarga, mereka bisa bercengkrama, mereka bisa berbuat sesuatu, tidak sumpek di rumah. Sehingga mereka kemudian tidak mudah diprovokasi untuk tawuran atau berpikir jangka pendek sehingga melakukan apa saja atau beragam kejahatan yang sedang terjadi dimana-mana. Ada keponakannya yang membunuh bibinya yang dosen, ada orangtua yang menghamili anaknya, mengerikan. Kenapa? Karena mereka kegiatannya sumpek di dalam rumah saja, tidak ada ruang bagi mereka untuk menghirup udara segar di tempat yang terbuka, melihat dunia yang aman dan damai.
Taman interaktif di setiap keluarahan akan kita buat, jika itu terjadi kita sudah menambah jumlah lahan terbuka hijau. Sedangkan di Jakarta ada 267 kelurahan, berarti akan ada 267 taman interaktif. Itu jumlah yang lumayan. Memang belum ideal, tapi itu akan menjadi suatu yang signifikan untuk menghadirkan taman terbuka hijau, taman kota. Termasuk untuk kegiatan yang kreatif bagi anak remaja. Kita akan merenovasi kembali 44 gelanggang olahraga yang ada di setiap kecamatan. Bukan hanya direnovasi sebagai gelanggang olahraga bertaraf nasional tapi juga sekaligus taman. Sekarang kan hanya gelanggang. Jadi kita akan kelola dua-duanya, taman dan gelanggang.
Kalau itu misalnya terjadi, maka anak-anak muda kita memiliki ruang untuk berekspresi dengan sehat untuk mengembangkan bakat mereka, olahraga dengan hebat dan kita akan memperbanyak turnamen-turnamen antara SD, SMP, SMA, profesi, atau umur. Sehingga anak-anak remaja kita memiliki kegiatan yang konstruktif dan positif yang sehat yang nanti bisa menghadirkan Jakarta yang kita cita-citakan. Jakarta menjadi pusat lahirnya andalan-andalan atlit di Indonesia.
Terakhir terkait dengan remaja, kan sekarang ada yang disebut dengan geng motor, anak-anak remaja yang suka balapan. Ternyata dulu itu di Jakarta Utara, ada yang namanya tempat para pembalap sepeda motor di jalan Ancol itu, jadi kita akan buka kembali. Untuk kemudian anak-anak muda yang berbakat balap sepeda motor dikasih track-nya. Termasuk juga yang sepeda, kita akan memperbanyak jalur sepeda, termasuk juga untuk memperbanyak jalur car free day, sehingga semakin banyak lagi ruang dimana masyarakat bisa, termasuk anak-anak remajanya bisa mengekspresikan diri dengan cara yang sehat, aman dan berkualitas. Tidak menghadirkan kejahatan dan hal yang mengarah kepada perbuatan yang negatif.
Apa harapan Anda dengan pelaksanaan Pilkada ini?
Harapan saya sesuai dengan Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, mestinya Pilkada yang di DKI harus menjadi tolok ukur tentang progress yang positif dari berdemokrasi. Sehingga Pilkada DKI Jakarta bisa dijadikan sebagai rujukan ataupun prototipe tentang, “begitu loh berdemokrasi yang terus progresif yang meningkat dari waktu ke waktu.” Menghadirkan proses yang betul-betul demokrasi berkualitas, kampanyepun juga tidak berorientasi pada money politic, black campaign. Tapi lebih kepada beradu program, adu argumentasi kebutuhan publik. Supaya menghadirkan praktek pemilu yang betul-betul berkualitas daripada provinsi yang lain, supaya menghadirkan hasil yang betul-betul legitimit, supaya menghadirkan hasil yang lebih tinggi bagi pemilih. Supaya apa? Untuk menenteramkan warga-warga bangsa Indonesia yang tinggal di provinsi yang lain bahwa kami layak jadi penduduk Jakarta. Yang ingin saya katakan adalah kalau di Jakarta nanti disajikan intimidasinya lebih dahsyat lagi, money politik tidak terkendali. Manipulasi datanya juga dapat diatur kembali. Nanti orang mengatakan ini, Jakarta kok buruk amat ya. Terus yang lainnya, ibukota Indonesia, masa kayak gini. Itu nanti punya dampak negatif kepada negara kita.
Siap memimpin DKI Jakarta?
Insya Allah dengan seizin Allah dengan dukungan doa masyarakat dan juga dengan kerja keras yang bisa kita lakukan nanti. Seorang gubernur bukan superhero, dia tidak mungkin kerja sendirian. Ada juga wakil gubernur, ada lima walikota, bupati, kepala dinas, sekda, camat. Semuanya diberdayakan karena ini adalah sebuah mesin birokrasi yang besar yang seharusnya bisa digerakkan bersama-sama untuk menghadirkan sukses bagi Jakarta dan untuk itu, tiada kata lain, kita harus siap. Karena memang Indonesia memerlukan pemimpin yang memiliki track record untuk kemudian menghadirkan solusi dan kita bisa menghadirkan Jakarta yang bermartabat sesuai dengan namanya Jayakarta dan bukan Batavia.