Kampus Kecerdasan Iman
AS Panji Gumilang Al-Zaytun, Islam Milenium Ketiga Ajaran Illahi dan Ideologi Terbuka Jurnalisme ‘Garam dan Obor’
Al-Zaytun menggelar kuliah umum bertajuk: “The Protestant Reformation: What Was It About and Why Is It Important?” Reformasi Protestan: Apa hal itu dan mengapa itu penting? Pembicaranya, Pendeta Prof. Douglas L. Rutt, PhD, Direktur Internasional Lutheran Hour Ministries (LHM) dari Amerika Serikat. Respon dan antusiasme 4.329 orang pesertanya sangat luar biasa, out of the box. Maka, reporter majalah ini membuat judul reportasenya: Kuliah Kecerdasan Iman di Al-Zaytun.
Kita memaknai, kecerdasan iman itu adalah kecerdasan spiritual seorang umat beragama atau beriman. Para ahli psikologi menyebut manusia itu memiliki tiga dimensi kecerdasan yakni kecerdasan intelektual (intelligence quotient, disingkat IQ), kecerdasan emosional (emotional quotient, disingkat EQ) dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient, disingkat SQ).
Pertama, kecerdasan intelektual (IQ) adalah istilah untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan yang erat kaitannya dengan kemampuan kognitif seseorang (individu). Kecerdasan intelektual ini dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. IQ itu merupakan usia mental yang dimiliki seseorang berdasarkan perbandingan usia kronologis.
Kedua, kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Emosi itu mengacu pada perasaan terhadap informasi atas suatu hubungan. Kecerdasan emosional (EQ) ini dinilai tidak kalah penting dari kecerdasan intelektual (IQ). Bahkan ada penelitian yang mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang.
Ketiga, kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan batin dari pikiran dan jiwa seseorang untuk membangun diri menjadi manusia seutuhnya dengan selalu berpikir positif dalam menyikapi setiap kejadian yang dialaminya. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) mampu memaknai penderitaan hidup secara positif. Maka, kecerdasan spiritual (SQ) ini dianggap sebagai kecerdasan tertinggi dari kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emsoional (EQ). Karena jika seseorang telah memiliki kecerdasan spiritual (SQ), dia telah berkemampuan memaknai kehidupan sehingga hidup dengan penuh kebijaksanaan.
Namun, beberapa ahli mengatakan bahwa kecerdasan spiritual tidak sama dengan beragama atau tidak berhubungan dengan agama. Disebut, seseorang yang memahami dengan baik ajaran dan hukum agama formal belum tentu atau tidak otomatis memiliki kecerdasan spiritual yang baik. Sebaliknya, seorang atheis atau humanis yang tidak beragama bisa saja memiliki kecerdasan spiritual yang baik. Menurut mereka, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang menyembuhkan dan membangun diri secara utuh sebab kecerdasan spiritual terdapat di dalam bagian terdalam dari manusia itu sendiri.
Maka dalam konteks ini, kita menggunakan terminologi kecerdasan iman (the faith quotient, disingkat FQ), yakni kecerdasan spiritual orang beriman atau beragama. Kecerdasan iman itu adalah kecerdasan spiritual (SQ) yang diilhami oleh iman (agama) seseorang. Artinya orang beriman (beragama) yang memiliki dan mengembangkan kecerdasan spiritualnya tidak hanya dari bagian terdalam (pikiran, jiwa dan batin) dari dirinya sendiri, melainkan lebih lagi oleh keyakinan imannya sendiri. Kita menyebutnya kecerdasan iman yakni kecerdasan spiritual orang beriman atau beragama. Kita mengategorikannya sebagai bagian tertinggi dari kecerdasan spiritual, karena tidak hanya bersumber dan berkembang dari kekuatan terdalam dari dirinya sendiri tetapi juga bersumber dan berkembang dari kekuatan imannya sendiri.
Kecerdasan iman itulah yang dikembangkan dalam proses belajar dan proses pengalaman (sekolah kehidupan) keseharian di Al-Zaytun. Pengembangan kecerdasan iman itu terasa sangat menguat dan mengemuka saat digelarnya kuliah umum bertema Reformasi Protestan di Kampus Budaya Toleransi dan Perdamaian tersebut.
Di kampus ini (Al-Zaytun) kita menemukan bagaimana sesungguhnya memahami dan mengoperasionalkan budaya toleransi dan perdamaian itu dengan kecerdasan iman. Di kampus ini, toleransi ditegakkan sebagai keyakinan pokok (aqidah) dalam beragama. Tidak justru dianggap mendegradasi aqidah atau iman, melainkan sebagai aplikasi iman. Di sini pengamalan toleransi telah menjadi (proses) kesadaran pribadi dan kelompok dalam wujud interaksi sosial keseharian (kecerdasan iman).
Maka bagi siapa pun, baik yang beragama samawi (Islam, Kristen dan Yahudi) maupun yang beragama ardli (Hindu, Buddha, Konghuchu dan lain-lain), di sinilah tempat yang amat baik untuk mengembangkan kecerdasan iman. Al-Zaytun adalah kampus kecerdasan iman bagi semua, tanpa batas.
ch. robin simanullang – Visi Berita Majalah Berita Indonesia Edisi 97