Dirjen KA Pertama
Soemino Eko Saputro06 | KA Tulang Punggung Angkutan Darat

Perjalanan Kereta Api saat ini terus berpacu dengan waktu. Perhatian pemerintah yang terlambat di masa lalu, saat ini ingin dibalas dengan percepatan pembangunan prasarana dan sarana KA yang memadai. Kondisi itu tidak terlepas dari tuntutan pengguna jasa yang semakin berkembang pesat dibanding pertumbuhan prasarana dan sarana KA.
Bukti sederhana, KRL Jabotabek yang setiap hari penuh sesak penumpang, sampai ada yang berjubel di atap gerbong menjadi pemandangan yang memilukan. KRL Jabotabek itu, semisal jurusan: Jakarta-Bekasi, Jakarta-Bogor dan Jakarta-Tanah Abang-Rangkas Bitung, dan sebaliknya.
Meski Menteri Perhubungan Hatta Radjasa telah menginstruksikan agar KA jangan berangkat bila ada penumpang yang naik di atap gerbong. Kenyataannya, penumpang di atap masih tetap ada, meski petugas KA sudah menghalau. Para penumpang masih membangkang dan kucingkucingan dengan petugas. Masalahnya sarana KA yang ada belum memadai dibanding pengguna jasa KA yang semakin bertambah.
Maka pemerintah mulai bersikap arif melihat realita yang ada, bila tidak berbenah saat ini, kapan lagi. Bila terlambat berbenah, masalahnya makin berat. Itu jadi mimpi buruk bagi pengguna jasa yang menginginkan pelayanan yang baik, apalagi bicara intermoda, itu mimpi.
Dirjen Perkeretaapian, Departemen Perhubungan, Ir. Soemino Eko Saputro, MM mengungkapkan, pemerintah hingga akhir tahun 2006 ini akan menambah 218 gerbong kereta api. Dari jumlah tersebut, 160 di antaranya direalisasikan Agustus 2006. Penambahan jumlah itu, akan menelan biaya sekitar Rp.76 miliar, bersumber dari dana APBN.
Penambahan terbanyak untuk KRL Jabotabek. Dari angka 218 gerbong, 160 di antaranya KRL bekas dari Jepang untuk Jabotabek dengan fasilitas air conditioner. Dengan demikian tidak ada lagi pembedaan gerbong kereta api ekonomi dan nonekonomi.
Upaya memperkuat armada KA juga dilakukan dengan memodifikasi interior dan eksterior 10 KRDE. Selain itu ada 8 KRD yang sudah direnovasi. Anggarannya sudah ada dan pada akhir tahun ini semuanya sudah dapat dioperasionalkan.
Selain penambahan jalur, perwujudan MOU Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perhubungan, keterlibatan Pemda dalam menangani kecelakaan di perlintasan sebidang, di mana menurut Soemino, Pemda akan membangun proyek percontohan di beberapa kabupaten/kotamadya untuk membuat perlintasan tidak sebidang. Salah satunya, jalan yang melintas di bawah jalur KA.
Di tempat terpisah Pimpro Jalur Ganda KA CirebonKroya, Hendy Siswanto mengungkapkan saat ini sedang mempersiapkan prakualifikasi (lelang) secara terbuka dan diharapkan awal tahun 2007 pelaksanaan pekerjaan pembangunannya sudah bisa dimulai. Panjang jalur 158 Km antara Cirebon-Kroya. Nantinya akan memiliki standar yang di antaranya bantalan beton dan Rel (R 54). Namun dari jalur sepanjang itu, ada pembuatan jalur baru yang menembus dua terowongan, di desa Notog sepanjang 700m dan 600m di tempat lainnya. Ini merupakan hal baru. Pembangunan jalur ganda mendapat bantuan dari China, termasuk pembuatan terowongan.
Penyelesaian pembangunan jalur ganda telah dicanangkan dari 2007 sampai 2009. Atau selama tiga tahun ini memiliki spesifikasi standar yang ada, termasuk kontrol memacu aksesibilitas. Lintas Cirebon-Kroya menyempit dan satu jalur. Sedangkan jalur Kroya-Jogya, pembangunan jalur ganda sudah berjalan. Nantinya akan mempercepat arus kelancaran KA pada umumnya dan Cirebon-Kroya khususnya.
Wasisto, Pimpro jalur ganda Cirebon-Haurgeulis, mengatakan saat ini tahap penyempurnaan sistem, di antara pembangunan peron dan membuat jalur baru KA yang ada di stasiun sebagai tempat berhenti KA bilamana ada persilangan KA, termauk penggantian bantalan dan rel (R54) dan pemasangan kabel sebagai sarana komunikasi yang lebih andal.
Ada penyempurnaan berbagai tahapan pekerjaan, akan meningkatkan lalu lintas KA, berangkat maupun yang berhenti di stasiunstasiun yang masuk Daop III/Cirebon. Target tahun 2007, semua pembangunan prasarana sudah selesai, sedangkan tahun 2006 melanjutkan pekerjaan yang ada.
Proyek jalur ganda 20042007, memasuki tahun 2006, melanjutkan dan meningktkan prasarana yang ada, rel R42 diganti R54, pekerjaan sesuai dengan jadwal, Agustus 2007. Maret 2007 diharapkan bisa selesai dan berjalan lebih baik.
Andalan Angkutan Darat
Dirjen KA Soemino punya obsesi menjadikan kereta api tulang punggung angkutan massal. Ditjen yang dipimpinannya akan bekerja sesuai dengan visi dan misi Departemen Perhubungan dalam mengoptimalisasikan KA sebagai moda angkutan penumpang dan barang secara massal dan andal. KA akan menjadi tulang punggung angkutan darat.
Diharapkan ke depan dapat diciptakan suatu keterpaduan pada transportasi intermoda. Pada gilirannya akan menjadi simpul dalam mengoptimalkan berbagai peluang dan berbagai inovasi baru, terutama dalam memenangkan pangsa yang ada.
Bagi Soemino, KA harus mampu merebut peluang dengan pola jemput bola, bukan pola menunggu, berinisiatif serta kreatif memenangkan kompetisi. Untuk itu, seluruh jajaran KA harus memiliki jiwa enterpreneur yang disesuaikan dengan kondisi yang ada. Intinya, bagaimana bisa memberikan nilai tambah kepada perusahaan. Sebagai mantan orang pertama di PTKA, Soemino tahu persis selukbeluk dunia KA nasional. Atas dasar itulah, dia berpandangan, keunggulan KA yang bersifat massal itu harus mampu membentuk brand image yang melekat di benak masyarakat luas.
Inovasi tiada henti seraya mempertajam bisnis inti dan bisnisbisnis pendukung perlu dipertajam,” ungkap Soemino yang juga Komisaris Utama PTKA itu.
Sebagai perseroan, kata Soemino, PTKA harus memiliki obesesi mendapatkan profit, namun dibutuhkan waktu. Tapi obsesi itu harus menyatu di semua jajaran KA, semua lini harus dapat mengoptimalkan peran dan tanggungjawab masingmasing.
“Tahun 2006 diharapkan jauh lebih baik dibanding 2005. Untuk mencapai obsesi itu harus ditempuh berbagai langkah, termasuk langkah efisiensi. Ada dua hal perlu mendapat perhatian, mencari keuntungan dan memberi pelayanan publik sebaikbaiknya.”
Saat ditanyakan perihal IMO, PSO dan TAC yang selama ini implementasinya belum maksimal, secara diplomatis Soemino mengungkapkan, apa yang diberikan pemerintah melalui APBN harus memberikan hasil yang optimal. Hal itu sedang dikaji sehingga baik pemerintah sebagai regulator maupun PTKA (operator) dan “stakeholder” memiliki parameternya masingmasing.
Sejauh ini, dana APBN yang dikucurkan pemerintah belum mencerminkan kinerja PTKA seperti yang diharapkan. Karenanya, semua aspek akan dikaji ulang dengan berbagai skala prioritas, ke depan, PTKA harus menjadi jelas termasuk pendapatan yang diperolehnya, sehingga kondisi tersebut akan menjadi acuan yang jelas.
“Semua harus dibangun dengan sinergi agar yang dihasilkan mencapai performa optimal, sehingga target yang dicanangkan mendekati yang diharapkan,” tambah Soemino. PTKA harus memiliki pilihan dan solusi guna menekan kerugian yang ada.
Adanya revisi UU 13/92 dan masuknya sektor swasta sebagai operator kereta api harus diantisipasi oleh PTKA. PTKA harus sudah siap. Sebagai komisaris utama PTKA, dia orang pertama yang mempromosikan kereta api milik pemerintah sebagai sarana transportasi pilihan pengguna jasa.
Ruterute yang dilalui angkutan KA bersinggungan langsung dengn trayek angkutan udara. Sekedar contoh, ruterute Jakarta-Surabaya, Jakarta-Yogya-Jakarta, dan Jakarta-Semarang. Tapi untuk ruterute Jakarta-Cirebon, Jakarta-Purwokerto-Kutoarjo, Surabaya-Madiun, dan Jakarta-Bandung, PTKA masih mampu bersaing dengan moda angkutan lainnya.
Potret agak berbeda dari KA yang melalui ruterute Jabotabek, yakni jalur pendek yang menjadi primadona para pengguna jasa KA yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi. KA membuktikan diri sebagai moda angkutan massal yang memberikan kontribusi lalu lintas ekonomi yang signifikan. “Saya optimis suatu saat KA jadi primadona angkutan darat, kembali ke masa jayanya. Tapi untuk meraihnya perlu kerja keras dan kerja sama,” kata Soemino. mti/crsshri