Negarawan Bermental Platinum

Sutiyoso
 
0
493
Sutiyoso
Sutiyoso | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Gubernur DKI Jakarta (1997-2007) yang berlatar militer dengan pangkat Letnan Jenderal (purn), ini akrab disapa Bang Yos. Dia salah seorang putera terbaik bangsa yang memiliki kompetensi, kapasitas dan integritas sebagai pemimpin bangsa. Seorang pemimpin berkepribadian dan berprinsip kuat, berani, tegas, ikhlas dan bijak: Bermental platinum. Peraih penghargaan Pemberdayaan Masyarakat (Social Empowerment Award) 2007,  Bapak Pembaharuan Transportasi dan dua Gelar Doktor HC dari Pusan University Korea Selatan dan Universitas Diponegoro, ini juga memiliki rasa kebangsaan dan tekad pengabdian sebagai seorang negarawan yang pengabdiannya bermuara pada peningkatan harkat dan kesejahteraan rakyat.

Sebagai pemimpin yang tangguh dan bijak, Bang Yos telah teruji selama dua periode (1997-2007) memimpin Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Saat Indonesia, terutama Ibukota Jakarta, mengalami berbagai tantangan dengan krisis ekonomi berkepanjangan dan bergulirnya arus reformasi, yang kadang kala kebablasan. Terjadi kerusuhan Mei 1998[1], demonstrasi yang berkepanjangan yang kadang berbuntut kerusuhan, kebebasan bertindak dan bersuara yang sering kali menabrak koridor hukum, dan sebagainya. Terjadi hiruk-pikuk politik di tingkat nasional (berpusat di Jakarta) yang berpuncak pada lima kali pergantian presiden dan tiga kali Pemilu selama periode 1997-2004.

Dalam kondisi itu, Gubernur Sutiyoso, berani bertindak dengan tegas, cekatan dan tepat untuk memimpin dan mengendalikan ibukota Jakarta. Krisis ekonomi, gejolak politik dan sangat terganggunya ketertiban dan keamanan, terutama di ibukota Jakarta, dapat dilalui dan diatasinya secara tepat. Di tengah kondisi sosial ekonomi, politik dan keamanan yang nyaris chaos itu pun, Sutiyoso tidak pernah panik, selalu tampil tenang, tegas (tidak ragu), berani, ikhlas dan bijak dalam mengambil keputusan dan tindakan. Dia memang seorang Pemimpin Bermental Platinum[2]. Tak heran, jika dia dipilih kembali untuk memimpin Jakarta untuk periode kedua (2002-2007).

Sementara di tingkat nasional, Presiden RI sampai lima kali bergonta-ganti. Mulai dari Presiden Soeharto[3] yang dipaksa mengundurkan diri dan digantikan BJ Habibie[4], 1998. Kemudian Sidang Istimewa MPR menolak pertanggungjawaban BJ Habibie yang memaksanya tak layak dipilih kembali. Habibie digantikan KH Abdurrahman Wahid[5] dalam Sidang Umum MPR 1999 yang amat dramatis mengalahkan Megawati Soekarnoputri[6] pimpinan partai pemenang Pemilu 1999. Lalu 2001, Sidang Istimewa MPR menggulingkan KH Abdurrahman Wahid dan digantikan Megawati Soekarnoputri. Kemudian Megawati digantikan mantan Menkopolkamnya sendiri, Susilo Bambang Yudhoyono[7] melalui Pilpres langsung pertama, 2004.

Dengan kelima presiden yang memiliki karakter dan latar belakang yang beraneka itu, Sutiyoso mampu bekerjasama, menjalin komunikasi kepemim­pin­-an secara baik dan bijak. Hal ini tentu hanya bisa dilakukan oleh seorang yang memiliki kepemimpin-an yang kuat dan bijak, sekaligus memiliki karakter kenegara­­-wanan. Hal ini juga cukup membuktikan bahwa kapasitas kepemimpinannya tidak kalah dengan kelima presiden itu, bahkan dalam banyak hal mungkin lebih baik. Hanya dengan kompetensi, kapasitas dan integritas kepemimpinan yang tinggi, seseorang dapat sukses menjalin kerjasama kepemimpin-an dengan lima orang presiden yang saling menjatuhkan dalam periode tertentu.

Hal ini bisa dilakukan, karena dia tidak punya kepentingan politik kelompok atau golongan tertentu. Sebagai pemimpin (gubernur), dia bertindak ikhlas dengan mengedepankan kepentingan rakyat, kepentingan bersama, kepentingan bangsa dan negara, tanpa membedakan suku, ras, agama dan golongan dengan taat asas (konstitusi). Seorang pemimpin yang teguh pada prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Bukankah itu makna hakiki seorang negarawan[8] di negeri yang kemerdekaannya diproklamirkan 17 Agustus 1945 ini?
Kepada pemimpin yang memiliki kepemimpin seperti inilah yang patut dikedepankan dan diberi kesempatan untuk memimpin negeri ini, untuk dapat mencapai tujuan bersama (negara) yakni meningkatkan kese-jahteraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut menciptakan perdamaian dunia, sebagaimana dicita-citakan para pendiri bangsa ini dan diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Negarawan dan pemimpin yang tangguh, tentu tidaklah muncul secara tiba-tiba, melainkan pastilah melalui proses yang panjang. Dalam konteks ini, Bang Yos bukanlah pemimpin karbitan. Sebab, pemimpin yang tangguh, berani dan bijak, bukanlah pemimpin yang muncul tiba-tiba karena suatu kondisi yang membuatnya sontak populer. Pemimpin yang tangguh bukanlah pemimpin yang mengutamakan pencitraan diri (tebar pesona). Pemimpin yang tangguh adalah pemimpin yang sudah teruji, tersepuh, sejak masa kecilnya: Berani bertindak dengan visi yang jauh ke depan dengan segala risikonya. Proses pembentukan jati diri dan kepemimpinan seperti ini telah dilalui oleh Bang Yos.

Laksana Mutiara
Sejak masa kecil, Sutiyoso, pria kelahiran Semarang, 6 Desember 1944, ini memang sudah ditempa dalam proses pengasuhan berdisiplin keras. Sang Ayah, Tjitrodihardjo dan kakak-kakaknya mengajarnya dengan disiplin keras yang sempat membuatnya memberontak dan melampias­kannya di luar rumah menjadi anak nakal dan sering berkelahi. Namun kemudian, dibimbing dan diinspirasi kasih sayang ibunya, Sumini, dia pun merenung dan memahami tujuan baik dari ayah dan kakaknya. Kesadaran dan pemahaman yang muncul dari dirinya sendiri itu membuatnya mampu mengubah perilaku dan paradigma arah jalan hidup, ibarat dari tanah liat menjadi emas murni atau butiran pasir menjadi mutiara berharga.

Lukisan perjalanan hidup suami dari Setyorini dan ayah dua puteri (Yessy Riana Dilliyanti dan Renny Yosnita Ariyanti), ini sungguh sebuah fenomena proses pengasuhan anak manusia yang penuh misteri dan paradoksal, namun bermakna bagi banyak orang (masyarakat) dan alam sekitarnya. Dilukis dan disepuh dalam bingkai disiplin keras dan kasih sayang. Dia ibarat anak kerang yang kemasukan pasir dalam tubuhnya yang lembek, kemudian membalutnya dengan lendir tubuhnya sehingga menjadi mutiara. (Baca artikel: Menyepuh Mutiara dalam Dirinya, Majalah Tokoh Indonesia Edisi 20, hlm.10-14).

Jadilah, Bang Yos menjadi seorang pemimpin yang berani mengambil keputusan yang ‘pahit’ dan tak populis bahkan ditentang sebagian khalayak, tapi diyakininya benar dan strategis sebagai ‘obat’ terbaik untuk mengatasi suatu masalah atau mencapai suatu tujuan. Beberapa kebijakannya semula terasa ‘pahit’ sehingga mengundang banyak protes, tapi kemudian terbukti menjadi solusi (obat) mengatasi suatu masalah.

Advertisement

Visi dan kebijakan Doktor (Honoris Causa) Bidang Ilmu Politik, dari Universitas Busan, Korea Selatan (2001), ini sepertinya terasa sulit dipahami dan diterima pada awalnya jika tidak memahami tujuan baik masa depan yang diusungnya.

Seperti, kebijakannya tentang masalah transportasi, di antaranya penggunaan badan jalan untuk busway yang semula dianggap justru menimbulkan kemacetan baru. Menebangi pepohonan untuk monorel serta rencana pemberlakuan usia kendaraan. (Revolusi Transportasi Jakarta, Majalah Tokoh Indonesia Edisi 20, hlm.26-31).

Begitu pula penertiban (yang populer disebut penggusuran) rumah penduduk di bantaran kali dan di beberapa tempat; rencana perubahan badan hukum beberapa rumah sakit menjadi perseroan yang ditolak Menteri Kesehatan; serta peraturan tentang bebas rokok dan polusi udara; pemberian izin hypermarket dan pembangunan kembali pasar tradisional menjadi modern, perubahan Stadion Menteng menjadi Taman Kota Menteng, juga kegigihannya mengatasi masalah sampah dan lain-lain.

Dalam mengambil keputusan dan menjalankan program yang diyakininya benar, adil (sesuai aturan hukum) dan bermanfaat untuk kepentingan umum, Bang Yos siap, berani dan sabar menghadapi berbagai tantangan bahkan caci-maki. Baginya, kepentingan warga dan bangsa yang lebih besar harus diutamakan daripada kepentingan sesaat yang hanya menguntung-kan sedikit kelompok secara semu, apalagi demi pencitraan diri semata.

Dia bukanlah tipe pemimpin yang safety player yang tak sungkan mengutamakan pencitraan diri demi melanggengkan kekuasaan. Melainkan dia berani mengambil kebijakan yang tidak populer demi masa depan dan kepentingan publik, walaupun itu dengan risiko sangat sering didemo oleh mahasiswa dan warga sendiri. Dikritik tajam oleh para pengamat. Bahkan dia dianggap keras kepala dan keras hati.

Sungguh, dari sudut pandang positif, dia memang seorang yang keras kepala dan keras hati untuk suatu tujuan yang diyakininya baik (secara rasional dan nurani) bagi masa depan warga Jakarta dan bangsanya. Dia bersikukuh menjalankan berbagai kebijakan dan tindakan sebab telah lebih dahulu mem-persiapkan dan mempertimbang-kannya secara cermat. Dia pun melakukan berbagai studi banding dan konsultasi dengan para ahli. Untuk itu, dia pun harus siap bekerja keras, membangunkan para stafnya setiap saat bila diperlukan dalam 24 jam setiap harinya.

Keberanian seperti itu, hanya mungkin dimiliki seorang pemimpin yang ikhlas, cerdas, berkepribadian, berprinsip dan bermental kuat serta siap bekerja keras. Apalagi, Bang Yos memimpin Jakarta dalam dua era kebebasan yang berbeda (Orde Baru dan Reformasi). Di bawah kendali lima presiden dengan gaya kepemimpinan berbeda pula, tentu memerlukan kecerdasan, integritas, kapasitas dan kekuatan mental tersendiri.

Bahkan sebagai seorang pemimpin yang digembleng dalam pendidikan dan karir militer, tampaknya alumni Akademi Militer Nasional Magelang (1968), Seskoad (1984), Seskogab (1990) dan Lemhanas (1994), ini pun siap menghadapi kemungkinan risiko terburuk dari setiap kebijakan dan tindakannya. Namun, keyakinan dan keberaniannya yang banyak dikritisi sebagian orang justru mendapat dukungan dari publik. Dukungan yang berbuah manis, hal mana dia terpilih kembali secara demokratis (dipilih melalui DPRD) untuk periode kedua (2002-2007) untuk kembali memimpin kota metropolitan Jakarta.

Pemberdayaan Masyarakat
Pada periode pertama (1997-2002) dia dihadapkan pada situasi sulit untuk mengatasi krisis ekonomi, kerusuhan massal, ketidaktertiban dan ketidakamanan yang memuncak, serta kebebasan bersuara yang kadang kala kebablasan. Krisis ekonomi dan kerusuhan itu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Jakarta kala itu minus Rp17,4 persen. Dia pun bekerja keras dan berhasil memulihkan dan merehabilitasi kehidupan Jakarta, walau diwarnai berbagai rintangan, protes dan demonstrasi.

Memasuki periode kedua, peraih Satyalencana Wira Karya dan Manggala Karya Kencana serta The Award of Honor of The President of Ukraina, ini bergerak mengakselerasi pembangunan Jakarta, terutama mengatasi berbagai masalah krusial yang sudah bertahun-tahun sulit diatasi, seperti transportasi umum dan kemacetan lalulintas, kependudukan dan pemukiman liar, banjir, sampah dan polusi yang makin naik di atas ambang batas. Beberapa kebijakannya untuk mengatasi hal-hal di atas, sangat spektakuler dan kontroversial bahkan pantas disebut sebagai revolusioner atau reformasi total.

Berbagai program dan kebijakannya mendapat protes dan tantangan cukup keras. Namun, tampaknya, Bang Yos sangat sadar bahwa seorang nabi pun tak luput dari protes dan caci-maki orang-orang di sekitarnya. Apalagi dia dan para stafnya hanya manusia biasa yang tidak luput dari kelemahan dan kesalahan. Kesadaran demikian ini tampaknya membuat dia makin kuat, sekuat platina (platinum, yang juga sering kali digunakan sebagai simbol penghargaan tertinggi di atas perunggu, perak dan emas).

Dari sisi peningkatan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), saat mengawali tugas sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 1997, APBD DKI hanya sebesar Rp 1,7 triliun. Pada akhir masa jabatannya yang pertama, APBD DKI Jakarta sudah dapat ditingkatkan mencapai Rp 9,4 triliun. Kemudian pada akhir periode kedua (2007), APBD DKI Jakarta sudah mencapai Rp21,9 triliun. Pada periode kedua ini, Bang Yos memantapkan pelaksanaan dedicated program dan program peningkatan kesehjateraan rakyat, termasuk gaji guru, pendidikan dan kesehatan. Rakyat miskin bisa berobat secara gratis di sejumlah rumah sakit (biayanya ditanggung Pemprov DKI Jakarta).

Jadi, yang terpenting dari semua kebijakannya adalah bermuara pada upaya peningkatan taraf hidup dan harkat martabat masyarakat atau pemberdayaan masyarakat ibukota. Dalam kaitan ini, secara lebih khusus, sebagai terobosan, Sutiyoso juga menggulirkan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) sejak tahun 2002. Atas upaya terobosannya yang dinilai cemerlang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat itu, Sutiyoso dianugerahi Penghargaan Pemberdayaan Masyarakat (Social Empowerment Award) 2007. Penghargaan itu diberikan pemerintah melalui Menko Kesra, Kamis 24 Mei 2007.

Perekonomian Jakarta Meningkat
Kerja keras Sutiyoso berhasil pula meningkatkan perekonomian Jakarta. Indikatornya, antara lain terlihat dari meningkatnya nilai ekspor barang dan jasa. “Nilai ekspor melalui pelabuhan laut Jakarta pada tahun 2002 sebesar US $ 19,96 miliar meningkat menjadi US $ 29,81 miliar,” kata Sutiyoso saat menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ-AMJ) Gubernur Provinsi DKI Jakarta tahun 2002-2007 dalam Sidang DPRD DKI, Kamis (7/6/07).

Indikator lainnya adalah adanya peningkatan minat investasi, baik dalam negeri maupun luar negeri yang disetujui pemerintah. Proyek penanaman modal asing yang disetujui meningkat dari 561 proyek pada tahun 2002 menjadi 801 proyek pada tahun 2006. Kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara juga meningkat. Jumlah kunjungan wisatawan nusantara ke Jakarta pada 2002 tercatat 9,11 juta orang, meningkat menjadi 12,77 juta orang pada 2006. Sedangkan kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2002 mencapai 1,16 juta orang, meningkat menjadi 1,22 juta orang pada 2006.

Lima Adipura 2007
Kegigihan Sutiyoso yang didukung sepenuhnya oleh para staf dan kelima Walikota di Jakarta Raya, membuahkan hasil meraih lima piala adipura dengan predikat kota terbersih untuk kategori metropolitan tahun 2007. Jakarta Pusat meraih predikat terbaik dengan total nilai 72,44, Jakarta Barat menduduki peringkat kedua dengan nilai 71,98, Jakarta Selatan peringkat ketiga dengan nilai 71,95, Jakarta Utara peringkat keempat dengan nilai 71,93 dan Jakarta Timur peringkat kelima dengan nilai 71,37.

Piala Adipura itu sekaligus sebagai hadiah bagi Sutiyoso di akhir masa jabatannya. “Ini prestasi yang patut dibanggakan di akhir masa jabatan saya,” ujar Sutiyoso tulus di Balai Kota 6/6/07. Dia berharap, semoga tradisi Adipura ini selalu diraih Jakarta di tahun-tahun mendatang.

Walaupun dia merasa belum puas bila kondisi sungai di Jakarta belum bersih dan masih banyak tumpukan sampah. “Saya minta gubernur pengganti saya dapat meneruskan program normalisasi kali sebagai upaya untuk membersihkan kali dari sampah,” katanya.

Putera Terbaik Bangsa
Mengingat tantangan yang sedemikian besar yang dihadapinya sebagai Gubernur DKI dibanding tantangan yang dihadapi para Gubernur DKI sebelumnya, barangkali tidak berlebihan bila Bang Yos diberi penghargaan platinum atau digelari menjadi pahlawan pemulihan Jakarta, atau setidaknya menyamai track record Ali Sadikin. Namun Bang Yos sendiri pastilah tidak pernah bermaksud supaya diberi penghargaan itu atas semua pengabdiannya. Pengabdiannya adalah tanpa pamrih sebagaimana layaknya kepantasan seorang pemimpin yang berjiwa pahlawan yang dibutuhkan setiap bangsa. Pemimpin yang mampu dan berani mengatasi masalah sesuai dengan tuntutan zamannya.

Dengan track record yang demikian, tidaklah salah bila banyak kalangan berharap kiranya Sutiyoso berkenan memimpin negeri ini. Dia seorang pemimpin yang sudah teruji. Dia salah seorang putera bangsa terbaik yang diharapkan mampu memimpin bangsa dan negara ini secara tegas, ikhlas dan bijak untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.

Selepas mengabdikan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta selama dua periode (1997-2002 dan 2002-2007), Sutiyoso sempat menyatakan diri siap untuk dipilih jadi Presiden RI melalui Pemilu Presiden 2009. Namun, dengan pertimbangan strategis dan relistis, dia mengurungkan niatnya.

Lalu, kini, dengan pertimbangan strategis dan realistis pula, dia memantapkan diri untuk maju sebagai Capres pada Pemilu 2014 nanti.

Unggulan Capres 2014
Dari beberapa nama tokoh Indonesia yang berpotensi menja­di Calon Presiden (Capres) pada 2014, Sutiyoso menjadi unggul­an. Dia dinilai sebagai pemimpin yang tepat untuk mengambalikan harkat dan martabat bangsa dan negara Republik Indonesia. Kepemimpinannya yang sudah teruji, terutama saat menjabat Gubernur DKI Jakarta (1997-2007), diyakini banyak pihak akan mampu membawa bangsa Indonesia lebih jaya dan bermar­tabat.

Apalagi, kini dia sudah memili­ki mesin politik partai yang sangat memungkinkan mengu­sungnya sebagai Capres.

Sutiyoso terpilih sebagai Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)[9] dalam Kongres III PKPI di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Timur, Sabtu – Minggu (10-11 April 2010). Dia menggan­ti­kan Prof. Meutia Hatta[10] yang telah habis masa jabatannya. Bang Yos bersedia menjadi Ketua Umum PKPI karena PKPI memiliki visi dan misi yang sesuai dengan hati nuraninya yakni mengawal Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Jadi bukan misi kekuasaan.

Sutiyoso optimistis akan mampu membawa PKPI minimal lolos parliamentary threshold pada Pemilu 2014. Karena PKPI sudah memiliki infrastruktur yang siap untuk digerakkan. Juga telah memiliki jam terbang karena telah ikut tiga kali pemilu. Selain itu, partai ini juga memiliki kader-kader militan.

Para kader PKPI juga berkeya­kin­an, di bawah kepemimpinan Sutiyoso, PKPI akan berhasil meraih suara melampaui batas parliamentary threshold (batas ambang perolehan kursi di DPR) pada Pemilu 2014. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini dinilai merupakan sosok yang berani, tegas, serta figur yang memiliki harga jual yang layak pada Pemilu 2014 mendatang.

Sebagaimana dikemukakan Ramses Wally, SH, Koordinator PKPI Propinsi Papua, bahwa Sutiyoso pantas memim­pin PKPI karena bebe­rapa hal, antara lain Sutiyoso sebagai mantan guber­nur DKI yang berhasil selama dua kali, tegas dan diyakini membawa PKPI menjadi partai yang go nasional bahkan go internasio­nal.

Ramses berkeyakinan partai ini akan meraih suara signifikan untuk mengusung Sutiyoso sebagai Capres pada Pemilu 2014. Alasan lain dari Ramses bahwa PKPI sebagai partai pendukung SBY dalam dua kali Pilpres (2004 dan 2009), maka ketika nanti (2014) SBY tak bisa lagi menca­lon­kan diri, giliran Sutiyoso yang akan dicalonkan PKPI menja­di Presiden.

Perihal Calon Presiden ini, Sutiyoso mengatakan PKPI akan mendukung Capres yang memang dikehendaki rakyat dari parpol mana pun. “Syukur-syukur capres itu dari kader PKPI sendi­ri,” kata Sutiyoso. Dia pun menegaskan, kesiapan maju pada Pemilu 2014 jika diberi amanah oleh masyarakat. “Tentunya saya akan melihat dukungan rakyat dulu,” katanya.

Apalagi dia melihat ada ke­mung­kinan ketentuan parliamentary threshold 2,5 persen ber­ubah atas kepentingan partai besar. Untuk itu, dia meminta kepada semua kader dan pengu­rus PKPI untuk terus bekerja lebih keras lagi agar kelak bisa meningkat­kan perolehan suara pemilu secara signifikan. “Kalau peroleh­an suara tidak bisa tercapai, saya malu rasanya jika harus menca­lon­kan diri sebagai presiden pada 2014,” tegasnya.

Namun, dia optimistis PKPI akan melampaui parliamentary threshold. Dengan demikian, dia pun akan mantap maju sebagai Capres. Dia pun optimistis akan menang pada Pilpres 2014, sebab sudah tak ada lagi lawan terbe­rat­nya. Dia hanya melihat Presiden Susilo Bambang Yudho­yono (SBY) sebagai rival terberat­nya. Hal ini pula menjadi salah satu pertimbangannya sehingga tidak terus maju sebagai Capres pada Pemilu 2009 lalu. “Waktu Piplres 2009, saya yakin calon incumbent (SBY) tidak bisa dikalahkan, karena itu lebih baik saya mundur,” ucapnya.

Layaknya stretegi militer, jenderal bintang tiga yang man­tan anggota pasukan baret merah (Kopasus), itu tentunya mengeta­hui kapan saatnya harus bertem­pur melawan musuh dan kapan harus menahan diri. Dengan memperhitungkan kekuatan lawan, khususnya incumbent (SBY), dia memilih strategi paling realistis, mundur, menahan diri. Maka dia merasa belum pernah kalah karena memang menahan diri ikut bertarung dalam Pilpres 2009. “Saya kan masih bersih, karena belum pernah kalah ikut bertarung,” katanya.

Lalu, setelah melihat semua kekuatan kiri-kanan, dia optimis dan akan memantapkan diri sebagai Capres 2014. Sebab, Pilpres 2014 nanti saingan beratnya (SBY) sudah tidak ada lagi karena sesuai aturan tidak memungkinkan untuk dicalonkan kembali. Karena tidak ada saingan beratnya itulah, Sutiyoso berkeyakinan, kini saatnya turun gunung dengan syarat partainya mampu memenuhi ambang batas perolehan kursi di parlemen (PT) 2,5 persen.

Dengan berseloroh, Sutiyoso berkisah sewaktu dia menjabat Panglima Kodam Jaya, yang menjadi Kasdamnya adalah SBY, yang kemudian sampai bisa menjadi Presiden. Itu berarti dia termasuk pembina yang baik. Dia seorang gubernur yang meng­alami lima kali presiden, dua kali menjadi Gubernur di DKI, juga memimpin mulai tukang batu sampai Presiden. “Jadi saya sudah menjadi pemimpin kecil-kecilan,” selorohnya.

Guna mendukung optimisme­nya, selain menggalang kekuatan PKPI, Sutiyoso juga didukung para simpatisannya dengan mendirikan Sutiyoso Center di seluruh provinsi. Dia juga berharap para pendukung dan simpatisannya bergabung dalam PKPI. TokohIndonesia.com/mti/ch.robin simanullang

Footnote:
1) Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia, khususnya di ibu kota Jakarta dan beberapa kota (Bandung dan Surakarta) pada 13 Mei – 15 Mei 1998. Kerusuhan ini diawali oleh krisis moneter dan politik. Kerusuhan itu dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti mati ditembak dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Pada kerusuhan ini banyak toko dan pusat perbelanjaan (terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa) dijarah, dibakar dan dihancurkan oleh amuk massa. Akibatnya, roda perekonomian Jakarta lumpuh total. Bahkan berdasarkan investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Tanggal 13-15 Mei 1998, banyak wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut, bahkan di antaranya ada yang dianiaya dan dibunuh.
2) Sutiyoso, Pemimpin Bermental Platinum, Majalah Tokoh Indonesia, Edisi 20, hlm.6
3) Presiden Soeharto, bernama lengkap H. Muhammad Soeharto dan akrab dipanggil Pak Harto. Seorang jenderal besar yang menjabat Presiden RI selama 32 tahun (1966-1998). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memberinya penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Nasional(1993). Beliau meletakkan jabatan presiden dan menyerahkannya kepada Wakil Presiden BJ Habibie, Kamis 21 Mei 1998. Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Godean, 1 Juni 1921 dan wafat di Jakarta, Minggu, 27 Januari 2008 serta dikebumikan di Astana Giribangun, Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah, Senin, 28 Januari 2008. (www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soeharto/)
4) BJ Habibie, nama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie, Prof. Dr.Ing. Dr. Sc.h.c. adalah Presiden RI Ketiga. Pria kelahiran Pare-Pare, 25 Juni 1936, ini menjabat Presiden RI selama 14 bulan, dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999. Sebelumnya, mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1978-1998, ini menjabat Wakil Presiden selama dua bulan sepuluh hari (11 Maret 1998-21 Mei 1998). (www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/h/bj-habibie/).
5) KH Abdurrahman Wahid, panggilan Gus Dur, Presiden Republik Indonesia (20 Oktober 1999-24 Juli 2001). Manta Ketua Umum PB Nahdatul Ulama (1984-1999), ini lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, 4 Agustus 1940 dan wafat di Jakarta, 30 Desember 2009. (www.tokohindonesia.com/abdurrahman-wahid/)
6) Megawati Soekarnoputri, Dr (HC) Hj, bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri. Presiden RI Ke-5 (2001 – 2004), ini lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947. Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (1998-2015), ini sebelumnya menjabat Wakil Presiden RI (1999- 2001). Selain menghidupkan Menkominfo sebagai reinkarnasi Deppen, juga menghidupkan kembali Departemen Sosial, yang juga dilikuidasi Presiden Abdurrahman Wahid. (www.tokohindonesia.com/megawati/)
7) Susilo Bambang Yudhoyono, Jenderal TNI (Purn), akrab dipanggil SBY, Presiden RI Pertama Pilihan Rakyat secara langsung, periode 2004-2009 dan 2009-2014. Lulusan terbaik Akabri (1973) dan dijuluki ‘Jenderal yang Berpikir’, ini lahir di Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949. Sebelum menjabat Pressiden, SBY menjabat Menko Polkam (2001-2004), Menko Polsoskam (1999-2001), Mentamben (1999) dan Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999) (www.tokohindonesia. com/ensiklopedi/s/susilo-b-yudhoyono/)
8) Negarawan: seorang negarawan adalah pemimpin yang mempunyai visi ke depan dan taat asas (dasar negara dan konstitusi) serta berani mengambil risiko apapun untuk menempuh langkah (kebijakan) demi kepentingan (masa depan) masyarakat, bangsa dan negaranya, kendati kebijakan itu tidak populer. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, Edisi Keempat (2008), negarawan adalah orang yang ahli dalam kenegaraan (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.
9) Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), sebelumnya bernama Partai Keadilan dan Persatuan (PKP. Partai ini dideklarasikan di Jakarta tanggal 15 Januari 1999. Ketua Umum pertamanya adalah Jendral (purn) Edy Sudradjat dan Jenderal Try Sutrisne sebagai Ketua Dewan Penasehat. Partai ini sudah tiga kali ikut Pemilu, yakni Pemilu 1999, 2004 dan 2009. PKPI bermula dengan dibentuknya Gerakan Keadilan dan Persatuan Bangsa (GKPB) pada tahun 1998 yang antara lain dikoordinasikan oleh Ir. Siswono Yudhohusodo, Ir. Sarwono Kusumaatmadja, David Napitupulu dan Tatto S. Pradjamanggala, SH.
10) Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono, lahir di Yogyakarta, 21 Maret 1947. Mantan Ketua Umum PKPI ini menjabat Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Kabinet Indonesia Bersatu I (2004-2009). Doktor (S-3) Antropologi Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, 1991, ini juga pernah menjabat Deputi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan, 23 Desember 2003-2004. Putri Proklamator Bung Hatta, ini juga menjadi Ketua Umum Yayasan Hatta, 2002-2005. (www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/meutia-hatta/)

Data Singkat
Sutiyoso, Gubernur DKI 1997-2007 dan Kepala BIN 2015-2019 / Negarawan Bermental Platinum | Ensiklopedi | Jenderal, Gubernur, Gubernur DKI Jakarta, Pangdam Jaya, Pangdam, Capres 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini