Pelayan Lintas Waktu dan Ruang

Natan Setiabudi
 
0
524
Natan Setiabudi
Natan Setiabudi | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Sekretaris Gerakan Integritas Nasional (GIN) dan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) periode 2000-2005 ini seorang pekerja keras yang bersifat timeless dan spaceless. Baginya waktu dan ruang adalah hampa selama bekerja. Tiada hari tanpa berpikir dan menulis. Ide dan gagasan mengalir terus bagai gelombang susul menyusul di kepalanya. Waktu dan tempat seakan tidak bisa mengaturnya jika sedang mencari atau sedang menemukan sesuatu ide.

Mengenai waktu, baik siang maupun malam bahkan hari libur seolah tiada baginya. Begitu pula soal tempat, baik di rumah, di kantor, bahkan di mobil sekalipun sama baginya dalam bepikir. Begitulah barangkali gambaran yang paling tepat dari Pendeta Natan Setiabudi STh, PhD, jika memperhatikan kesehariannya.

Natan Setiabudi kelahiran desa Blabak, Magelang, Jawa Tengah tanggal 30 Augustus 1940 adalah alumnus Sekolah Tinggi Theologia Jakarta, 1960-1966, dengan gelar S.Th. (lulus dengan predikat “cum laude”) dan Boston College Graduate School, USA, 1994, dengan gelar Ph.D.

Natan beristrikan Elizabeth Anantatedjana dan memiliki tiga putra: Danny Setiabudi, George Citrawira Setiabudi, Gita Kristi Setiabudi. Ketiga anak bersama mantu dan cucunya menetap di Amerika Serikat.

Pengerja GKI SW Jabar ini, mencuat kepermukaan ajang nasional karena sikap, gagasan dan pemikiran-pemikirannya yang menurut beberapa orang tidak klise tapi memiliki roh modernisasi moderat, yang mampu menembus bidang untuk melakukan perubahan dan pembaharuan.

Ketua Umum PGI masa layanan 2000-2005 dan Koordinator Forum Komunikasi Lembaga-Lembaga Gerejawi Aras Nasional (Forum LGAN), ini seorang yang tenang, cerdas, berwibawa dan berwawasan luas. Dia menguasai banyak persoalan di mana dan kapan saja. Baginya tiada hari tanpa berpikir dan menulis. Ide dan gagasan mengalir terus bagai gelombang susul-menyusul darinya. Karena kebiasaannya yang selalu mencari ide itu sehingga tidak jarang kelihatan apabila ada yang menegurnya, dia tidak segera menyahut bahkan sepertinya dia berada dalam keadaan ‘linglung’ karena pikirannya sedang bekerja keras mencari pemecahan persoalan yang belum bisa diterabasnya.

Pendeta yang duduk sebagai dewan penasihat pada organisasi ‘Jala Damai’, suatu organisasi hukum yang ingin membantu para pekerja Tuhan yang bermasalah dengan hukum, ini dalam perjalanan hidupnya sesekali terbentur juga pada beberapa persoalan. Seperti, adanya gosip-gosip yang kurang enak mengenai dirinya. Tapi gosip-gosip miring itu tidak pernah ditanggapinya secara berlebihan. Untuk hal-hal seperti itu dia hanya mengatakan, “Jangan layani orang bodoh agar kamu tidak ikut bodoh”.

Dalam hidup kesehariannya, bila diperhatikan, pendeta ini tidak pernah memakai jam tangan alias arloji. Kebiasaan itu dikarenakan dirinya memang seorang pekerja keras yang bersifat timeless dan spaceless. Waktu dan uang seolah hampa baginya selama dia bekerja. Jadi, tidak mengherankan bila melihatnya suatu ketika dalam suatu perjalanan, tiba-tiba menghentikan mobilnya dan segera mencari sehelai kertas apa saja, kemudian menulis ide yang baru muncul dalam benaknya.

Begitu banyak kegiatan yang dilakukan suami dari Elisabeth Anantatedjana ini, namun dia tetap tidak pernah merasa terlalu banyak. Di usianya yang sudah 64 tahun ini, dia masih mampu mengurus berbagai kegiatan rohani di samping kegiatannya di PGI dan yang lainnya yang sudah seabrek-abrek. Di bidang kegiatan rohani ini, dia menjadi dewan penasihat pada beberapa jaringan kerja rohani seperti: Jaringan Doa Nasional (JDN), Kelompok Doa 2000, Kelompok Doa Bagi Bangsa, Yayasan Kartidaya, Suara GKYE Peduli Bangsa dan masih banyak kelompok/jaringan rohani lainnya.

Di samping itu, kakek yang masih bugar, ini juga masih salah satu pengurus Pelkesi yaitu suatu pelayanan kesehatan bernuansa kristiani. Dan secara ex officio, dia juga menjadi anggota pengurus Rumah Sakit Yayasan PGI Cikini.

Advertisement

Pendeta yang satu ini juga terkenal sungguh peduli kepada masa depan anak Indonesia. Dalam hal pembangunan anak bangsa ini, dia bersama Jesse Monintja, Jahenos Saragih, Sonny Sompotan dan lainnya, sedang membina dan membangun proyek pencontohan Pusat Penanggulangan Masalah Narkoba (PPMN) atau proyek Gereja Kristiani Yang Esa Mengatasi Penyalahgunaan Narkoba (GKYE – Narkoba) di wilayah Jakarta Barat.

Dalam bidang pendidikan, pernah menjadi dewan Penasihat Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) dan dosen tamu pada STT Cipanas. Dalam bidang ilmiah, Natan seringkali diminta untuk melakukan orasi ilmiah pada beberapa perguruan tinggi theologia di seluruh Indonesia. Tahun 2004, Natan juga diminta untuk duduk dalam Majelis Pembimbing Nasional (Mabinas) Gerakan Pramuka 2003-2008 yang diketuai oleh Presiden Republik Indonesia.

Dalam bidang politik, Natan diangkat oleh Menko Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Menko Bidang Politik dan Keamanan sebagai Komisi Pemantau Pelaksanaan Deklarasi Malino untuk Poso tahun 2002. Selain itu, Badan Interaksi Sosial Masyarakat (BISMA) yang lintas agama, memasukkan Natan sebagai Dewan Pengurus Pusat dalam kegiatannya.

Kemenonjolan lain yang dimilikinya adalah kemampuan bermain catur yang luar biasa. Bila tidak menjadi seorang pendeta saat ini, mungkin orang akan
mengenal Natan sebagai jago catur andalan Indonesia di dunia Internasional.

Hal aneh lain yang dimilikinya adalah bisa belajar sambil mengayuh sepeda. Dia bercerita bahwa pada waktu mahasiswa, kuliah dekat bioskop Megaria di Salemba Jakarta. Bila ada film bagus tapi esok hari ada ujian, maka dia akan membawa buku catatannya dan belajar di atas sepeda yang sedang berjalan menuju gedung bioskop.

Selain itu, visi pribadinya tentang keesaan gereja dan relevansinya bagi dunia tidak pernah pudar. Natan berkata: “Jabatan Ketua Umum PGI memberikan saya peluang dan kesempatan luar biasa untuk berdiskusi dan berdialog dengan aktivis-aktivis oikoumene gerejawi dan oikoumene kemasyarakatan. Peristiwa langka ini telah mempertajam dan menguak batas keterpikiran saya dalam hal menggali doa Tuhan Yesus Kristus: ‘agar semua menjadi satu’. Selalu ada terobosan baru!

Demikian pula konsep manusia utuh dan pewujudannya yaitu sebuah pendekatan menyeluruh/holistik untuk mengapresiasi seluruh aspek manusia dan kemanusiaan tetap diapresiasinya terus menerus. Dalam hal manusia utuh ini dia memiliki konsepsi menyeluruh, serentak dan sinambung (KPMS) yang telah disusun dan ditawarkan sebagai program pembinaan jemaat GKI.

Pada masa remajanya, Natan begitu tertarik pada seorang remaja putri sehingga bila dia memompa ban sepedanya atau memompa air untuk mandi, Natan remaja hanya akan berhenti memompa bila hitungan telah sampai pada nomor rumah gadis yang ditaksirnya, yang kemudian menjadi isterinya.

Natan sejak umur delapan tahun telah dilatih kepekaannya dalam berdagang dengan berjualan permen di depan kios ibunya. Dalam bidang musik, Natan memiliki kemampuan bermain gitar klasik yang piawai “Berkat ayahku, aku selalu menikmati suara gitar lebih daripada suara alat musik apa pun. Ayahku melentingkan suara dawai gitar ke telingaku tiap hari sejak aku terlahir ke dunia fana ini dan hal ini membentuk selera musikku.”

Ditahbiskan sebagai Pendeta di Gereja Kristen Indonesia (GKI ), April 1968. Sejak itu, karir Natan mulai berkembang. Natan merupakan salah satu pelaku sejarah di GKI yang mempersatukan GKI SW Jabar, GKI SW Jateng dan GKI SW Jatim menjadi Satu GKI.

Namun sebelum ditahbiskan sebagai pendeta ia sudah melayani di Jemaat GKI Tangerang, satu Jemaat kecil dengan anggota jemaat lebih seratus orang, pada tahun 1967. Pelayanannya di sana berlangsung sampai enam tahun (1967-1973). Di samping itu, dia juga dinobatkan memegang beberapa kepengurusan organisasi yang masih berkaitan dengan pelayanan sebagai pendeta. Sejak 1970, dia terpilih sebagai Ketua BKKK (Badan Kerjasama Kegiatan Kristen) Tangerang serta sebagai Ketua II BPMS GKI Jawa Barat. Kepengurusan itu diegangnya sampai masa pelayanannya berakhir di sana.

Selepas dari Tangerang, pendeta ini kemudian melayani jemaat di GKI Kebonjati, gereja GKI Jabar terbesar saat itu dengan keanggotaan 5.000-an jemaat. Di gereja ini dia melayani selama duapuluh dua tahun (1973 – 1995).

Selagi melayani di Jemaat Kebonjati itu, Dia terpilih sebagai Ketua Umum GKI Klasis Bandung sampai tiga periode yakni pada periode 1978-1980; 1980-1982; dan periode 1992-1994. Pada saat itu, dia pun terpilih sebagai Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI)-Wilayah Jawa Barat periode 1982-1984.

Pada tahun 1992 sampai tahun 1998, dia terpilih sebagai Ketua Umum Sinode Am GKI. Dan setahun berikutnya, dia juga diberi tugas sebagai Ketua Komisi Tata Gereja GKI (1993-1998). Di sela-sela tugasnya tersebut, tahun 1995, dia juga kemudian terpilih sebagai Ketua Umum (penuh waktu) GKI Sinode Wilayah Jawa Barat. Pelayanan ini diembannya sampai tahun 2000.

Pelayanannya tidak hanya pada lingkup PGI atau GKI, tapi dalam banyak bidang yang bernafaskan pelayanan umat. Pelayanan tersebut antara lain seperti sebagai Penasihat BPK Jabar KPS Bandung (1977-1979), serta sebagai Penasihat PIKI Jawa Barat (1990-1995).

Demikian halnya dalam bidang akademik, dia juga pernah melayani sebagai Penasihat Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) pada tahun 1995 sampai 2002, dan sebagai Dosen Seminari Theologi Cipanas (1998).

Berorganisasi baginya bukan merupakan hal yang baru. Pengalamannya dalam bidang organisasi memang sudah begitu mapan. Kegiatan organisasi itu sudah dilakoninya sejak mahasiswa bahkan sebelumnya. Ketika masih mahasiswa, dia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa STT Jakarta tahun 1965-1966-an. Karena pada waktu itu pemberontakan PKI sedang meletus, maka dia dan kawan-kawan mahasiswanya dilibatkan oleh TNI untuk ‘menyisir’ kekuatan PKI di kampung-kampung Jakarta. Ketika itu dia diangkat sebagai komandan pleton mahasiswa dalam pelatihan keprajuritan. “Suatu pengalaman luar biasa bagi seorang calon pendeta,” katanya mengenang.

Dalam aktivitasnya yang demikian sibuk sebagai pendeta, dia juga masih membagi waktunya sebagai Ketua (Sosial Budaya) BAKOM PKB Provinsi Jawa Barat (1980-1984), Ketua BKSAG/ BAMAG Jabar (1982-1986) dan Ketua TIMNAS PP LDKG (1997-2000).

Terakhir, disamping sebagai Ketua Umum PGI, dia merupakan Anggota WCC Central Committee sejak tahun 1998 sampai 2004. Selain aktif di organisasi, dia juga salah satu pengurus perseroan yang berurusan dengan administrasi keuangan diakonia gereja, PT Trustee Diakonia.

Kemampuan atau kearifan dalam memimpin memang bukanlah suatu yang datang dengan sendirinya, tapi merupakan suatu hasil dari proses perjalanan hidup dari seseorang yang mungkin cukup panjang. Sadar dengan hal itu, maka pendeta yang dijuluki orang sebagai sosok demokrat yang memiliki ketajaman visi dan misi, ini pun sering mengikuti pertemuan dan pelatihan yang bersifat nasional maupun internasional untuk pembinaan diri. Beberapa pelatihan atau pendidikan lanjut di dalam maupun luar negeri sering dihadirinya baik hanya sebagai peserta maupun sebagai nara sumber.

Di antara pelatihan dan pertemuan internasional tersebut yaitu: The International Training Institute for Church Renewal Hongkong, pada tahun 1970; The International Training Institute (advanced), Manila, pada tahun 1975; The Urban Ministries of the CCA, New Delhi, pada tahun 1973; Toward Full Humanity, Sri lanka, pada tahun 1978; Seminar on Youth Christian Education, Virginia USA, pada tahun 1985; National Meeting of American Ethicists, Boston USA, pada tahun 1985; National Meeting of American Ethicists, Princeton USA, pada tahun 1987; Meetings of Asian Theological Forum Boston and New York, pada tahun 1983 -1989; General Assembly of WCC, Harare, pada tahun 1998; WCC Central Committee Meeting, Geneva, pada tahun 1999; dan Reimagining Rhe Religion, AS, pada tahun 2004.

Sementara pelatihan dan pertemuan nasional yang sangat erat hubungannya dengan kiprahnya yang sebagai Dewan Penasihat PIKI. Dia sering diundang sebagai peserta maupun pembicara atau nara sumber di pelbagai kegiatan seminar, pelatihan, lokakarya, diskusi panel diskusi terbatas dan konferensi di seluruh wilayah Indonesia. Begitu pula dalam kapasitas sebagai Ketua Umum PGI, dia memiliki mobilitas yang tinggi untuk memenuhi undangan umat kristiani yang tinggal di pelbagai pelosok tanah air guna untuk bertemu sekaligus berdialog.

Pendeta yang merupakan salah satu anggota badan pengurus Indonesian on Religion and Peace (IcomRP), ini merupakan seorang intelektual yang gemar membaca buku. Mengenai hal yang satu ini, dia tidak hanya fokus pada bacaan sesuai disiplin ilmu theologia yang dikuasainya, tapi buku bertema apa saja dibacanya dengan serius dan mendalam. Sehingga tidak mengherankan jika mendengar pendeta yang satu ini dapat berbicara tema-tema di luar bidang disiplin ilmu yang dikuasainya sefasih tentang ilmu theologia, ilmu yang memberikannya gelar Ph.D.

Dalam penulisan buku juga, dia termasuk produktif. Dia telah menghasilkan beberapa buku yang dipersembahkannya bagi umat kristiani dan masyarakat umum. Beberapa buku buah pikirannya tersebut antara lain berjudul: (1) “The Christian Chinese Minority in Indonesia with Special Reference to The Gereja Kristen Indonesia: A Sociological and Theological Analysis” a dissertation, Submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy”; (2) “Benih Yang Tumbuh: Sebuah Self-study GKI Jabar”,1975 ; (3) “Konsepsi Pembinaan Menyeluruh dan Sinambung”, 1981; (4) “Penguasaan Diri: Buah Roh Yang Strategis . untuk Pengembangan Manusia Utuh” (1975/1989); (5) “Pelayanan: Pola Dasar Manusia Baru” (1980/1989).

Kemudian buku yang berjudul: (6) “Core Business Gereja: Pengembangan Total Quality Management Gerejawi” (1997); (7) “Core Business Pendidikan Kristen: Pengembangan Total Quality Management Pendidikan Kristen” ( 1998); (8) “Mewujudnyatakan Gereja Kristiani Yang Esa Sambil Mengatasi Penyalahgunaan Narkoba” (2002); (9) “Bergereja dan Beroikoumene di Era Reformasi” (2002); (10) “Pola Dasar Hidup Beriman” (2002); (11) “Bunga rampai Tentang GKI (2002); (12) “Enam Fungsi Jemaat GKYE Melawan Tipu Muslihat Iblis”, (2003); (13) “Sikap dan Pemikiran Kritis Pdt. Natan Setiabudi Ketum PGI Menjelang dan Pasca Pemilu” (2004). Bio TokohIndonesia.com | juka

Data Singkat
Natan Setiabudi, Sekretaris GIN dan Ketua Umum PGI (2000-2005) / Pelayan Lintas Waktu dan Ruang | Ensiklopedi | PGI, Kristen, Pendeta, gereja, GIN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini