Pelopor Pendidikan Terpadu
AS Panji Gumilang04 | Pembawa Damai dan Toleransi

Pemimpin Ma’had Al-Zaytun ini adalah seorang beriman pembawa damai dan toleransi. Di pondok pesantren modern ini, dia telah mengembangkan budaya toleransi dan perdamaian. Bukan hanya dalam teori, wacana atau slogan, tetapi dalam aplikasi dan keteladanan. Sebagai pemangku pendidikan pesantren, dia selalu menunjukkan keteladanan dalam membimbing santrinya untuk membina persaudaraan dengan siapa pun tanpa membedakan asal-usul dan agamanya.
Tidak banyak, bahkan mungkin belum ada, pemimpin pondok pesantren yang secara khusus mencetak kartu ucapan Selamat Natal untuk dikirimkan kepada para pendeta dan pimpinan gereja, baik yang sudah dikenal maupun belum dikenalnya. Bahkan sebaliknya, justru ada ulama yang mengharamkannya.
Pria kelahiran Gresik 30 Juli 1946 berdarah Madura dan Bugis bernama lengkap Syaykh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang ini sejak masih belajar di Pondok Pesantren Modern Gontor, sudah mengimpikan berprofesi sebagai guru yang tanpa kekerasan. Dia tidak suka kekerasan. Dia ingin Indonesia memasuki zona damai dan demokrasi. Dalam perjuangan yang panjang tak kenal lelah, pada usia memasuki lima puluhan tahun, lulusan Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, ini berhasil mewujudkan impiannya membangun sebuah lembaga pendidikan pesantren spirit but modern system.
Yakni, Ma’had Al-Zaytun yang bermotto: Pusat Pendidikan dan Pengembangan Budaya Toleransi dan Budaya Perdamaian. Sebuah motto yang merupakan padanan dari visi dan obsesi dirinya sendiri bersama sahabat-sahabatnya. Dia berobsesi dari Ma’had Al-Zaytun memancar persaudaraan, toleransi dan perdamaian ke seantero Indonesia Raya bahkan ke seluruh penjuru dunia.
Patutlah para sahabatnya, tidak kecuali sahabat yang nonmuslim, menyebutnya seorang tokoh pembawa damai dan toleransi. Pendeta Rudolf Andreas Tendean, yang baru saja memimpin rombongan Keluarga Besar Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Koinonia, Jakarta, berkunjung ke Ma’had Al-Zaytun, adalah satu dari sekian banyak orang yang merasakan bagaimana sosok Syaykh Abdussalam Panji Gumilang membawa damai dan toleransi dalam komunikasi, pergaulan dan persahabatan mereka.
Adalah Syaykh Panji Gumilang yang memulai (berinisyatif) menyebar damai dan persaudaraan dalam persahabatan mereka. Manakala, dia mengirim kartu ucapan Selamat Natal kepada sejumlah pendeta dan pimpinan gereja. Kartu Natal yang menjadi awal berkembangnya damai dan toleransi sehingga kedua umat beriman itu saling mengunjungi dan saling memahami.
Taiwan dan Amerika
Bukan hanya kali ini Syaykh Panji Gumilang mengambil inisyatif damai, toleransi, persaudaraan dan persahabatan. Persahabatan yang kental juga telah lebih awal dijalin oleh Syaykh dengan komunitas Taiwan di Indonesia. Ditandai kunjungan Kepala Kantor Perwakilan Dagang dan Ekonomi Taiwan di Indonesia sejak dipimpin oleh Mr. Sui Chi Lin hingga pejabat yang baru Mr. David Y.L. Lin. Kantor itu, merupakan kantor perwakilan negara Taiwan, setingkat dengan kantor duta besar, di Indonesia. Oleh karena masih terdapat perbedaan sikap pandang politik antara RRC dan Taiwan (yang dulu disebut China Taipei) hal itu membuat pemerintah Indonesia yang menjalin hubungan diplomatik dengan keduanya berada pada posisi sulit.
Persahabatan dengan komunitas Taiwan ini, bermula pada tahun 1997 dari pertemuan Syaykh AS Panji Gumilang dengan dua orang pengusaha Tionghoa, yakni Mr. Liang dari Taiwan, yang kemudian di Ma’had Al-Zaytun dianugerahi nama Luqman, dan Mr. Hendra. Waktu itu, terjadi kerusuhan yang membuat banyak warga etnis Tionghoa menjadi korban dan ketakutan. Syaykh membuka tangan untuk memberikan perlindungan kepada keduanya.
Ketika itu, Syaykh AS Panji Gumilang menjamin: “Selama Anda di Ma’had Al-Zaytun tidak akan ada yang menyentuh.” Tak dinyana, ternyata sikap persahabatan yang ditampilkan Syaykh ketika itu mengalirkan simpati yang mendalam dari komunitas bisnis Taiwan terhadap Ma’had Al-Zaytun. Sejak itulah, persahabatan antara kedua komunitas terjaga hingga kini.
Saling mengunjungi antarsahabat pun terjadi berulang-kali. “Mari kita bangun Indonesia bersama-sama, Indonesia memerlukan sahabat-sahabat dari Tionghoa dan Tionghoa pun memerlukan sahabat-sahabat dari Indonesia,” ajak Syaykh AS Panji Gumilang di hadapan komunitas bisnis Taiwan di Cirebon pada peringatan Imlek Tahun Baru Cina beberapa waktu lalu.
Dalam serangkaian pertemuan antara jajaran pimpinan MAZ yang dipimpin oleh Syaykh AS Panji Gumilang dan Mr. David Lin untuk menyambung tali persahabatan antar kedua lembaga telah terjadi sinergi positif yang pada saatnya nanti akan sangat bermanfaat bagi kedua lembaga, baik itu secara politis, kebudayaan maupun ekonomis.
Seperti pada kunjungan Mr. David Y.L. Lin dan rombongan ke MAZ pada 11 Maret 2004. Secara bersahabat mereka diterima dalam suatu acara yang dihadiri ribuan civitas akademika Ma’had Al-Zaytun di Gedung Al-Akbar. Pada kesempatan itu, acara diselingi dengan hiburan tarian Liong. Kemudian dilakukan dialog lanjutan di Conference Room Wisma Tamu Al-Ishlah.
Pada ketika itu, Syaykh AS Panji Gumilang membuka peluang selebar-lebarnya bagi para komunitas bisnis Taiwan untuk ikut serta mengembangkan bisnis pada lahan-lahan yang dimiliki oleh YPI-Ma’had Al-Zaytun. Juga dibicarakan tindak lanjut pengembangan bahasa Mandarin di Ma’had Al-Zaytun yang pernah dirintis semasa Kantor Perwakilan Taiwan dipimpin oleh Mr. Sui Chi Lin.
Mr. David Lin dan para pemuka komunitas bisnis Taiwan (Taiwan Bussines Club) di Indonesia itu pun merespon dengan mengemukakan kemungkinan-kemungkinan kerja sama yang bisa segera diwujudkan. Mr. David Lin berjanji akan mendorong setiap warganya di Indonesia, baik itu yang bergerak di bidang industri, agribisnis atau pendidikan, untuk menyumbangkan pikiran, tenaga dan modal bagi kemajuan Ma’had Al-Zaytun.
Begitu pula persahabatan dengan John Rath, Second Secretary Kedutaan Besar AS yang juga sebagai Atase Politik AS, bersama rombongan berkunjung dan berdoa di Ma’had Al-Zaytun. John Rath, Atase Politik negara adi daya, itu ketika berkunjung ke Ma’had Al-Zaytun bertutur, masyarakat Amerika tetap ingin bersahabat dengan Indonesia. Bahkan John Rath berdoa di dalam bangunan Masjid Rahmatan Lil ‘Alamin agar persahabatan Indonesia dan Amerika selalu abadi. “Kami berdoa untuk kejayaan sekolah ini serta orang-orang yang bersama sekolah ini, hari ini dan di masa yang akan datang,” kata John Rath.
Perwakilan negeri Uncle Sam, negara adi daya, itu ternyata tertarik untuk melihat dari dekat kampus ini. Pasalnya, di kedutaan AS pihaknya banyak mendengar perkembangan Al-Zaytun yang menggabungkan aspek modern dan tradisi Islam.
John Rath dan rombongan, tamu dari negara super power itu, disambut dengan penghormatan yang layak di Ma’had Al-Zaytun. Para eksponen Yayasan Pesantren Indonesia, guru, koordinator dan beberapa perwakilan santri dari seluruh propinsi termasuk dari Malaysia dan Afrika, turut menghadiri acara tersebut.
Sama seperti tamu-tamu lainnya, John Rath dan rombongan dibawa meninjau ke seluruh fasilitas pendidikan dan ke pelosok kampus hingga melongok penyimpan makanan alias cold storage. Tentu saja juga ke Masjid Rahmatan lil ‘Alamin yang tengah dibangun. Masjid terbesar di dunia berkapasitas 150 ribu jama’ah.
Di ruang tengah Masjid Rahmatan lil ‘Alamin, John Rath memanjatkan do’a.”We thanks our Lord in this opportunity to come together, to improve our friendship to hopefully built to ties our mutual understanding and ritual friendship to the lasting hope live longer than all of us. We thanks God for this opportunity visit this school, to so many people which obiously take so much effort. God given a strength. We pray for the school and we pray to the succes to the school and people who associated with the school, today and the future. Our Lord, we ask for your blessing and also to the wisdom, guidance, and the patience to perceive through very top science and good science and we ask for your guidance to all things. Here we pray. ”
(Kami bersyukur kepada Allah karena kesempatan kebersamaan hari ini untuk menumbuhkan persahabatan dan membangun pemahaman yang mutual, termasuk persahabatan ritual yang akan berkelanjutan, yang usianya lebih panjang dari pada usia kami semua. Kami bersyukur kepada-Mu ya Allah atas kesempatan mengunjungi sekolah ini dan juga kepada mereka yang telah bersusah-payah membangunnya. Allah telah memberikan kekuatan-Nya. Kami berdoa untuk kejayaan sekolah ini serta orang-orang yang bersama sekolah ini, hari ini dan di masa yang akan datang. Ya Allah, kami memohon rahmat-Mu juga hikmah dan hidayah-Mu serta kesabaran untuk meraih sains yang tinggi dan ilmu pengetahuan yang baik. Dan kami mohon petunjuk-Mu untuk semua hal. Di sinilah kami berdoa”).
Sahabat Sejati
Memang, dalam pandangan Syaykh Panji Gumilang, persahabatan sejati akan selalu menghasilkan manfaat bagi siapa saja, terutama bagi para pelakunya. Apalagi jika persahabatan dikelola dengan cerdas, tulus dan bersahaja. Menurut Doktor HC dari IPMA London ini, persahabatan adalah pintu masuk terbaik untuk menuju perdamaian di muka bumi. Dengan persahabatan, katanya, tak hanya perdamaian yang diperoleh, melainkan pintu kesejahteraan pun menjadi terbuka lebar.
Bagi dia dan Ma’had Al-Zaytun, persahabatan bukan hanya sekadar kata manis yang enak didengar. Tetapi, segenap civitas akademika Ma’had Al-Zaytun telah membuktikan dalam pergaulan kesehariannya. Hal mana ma’had ini senantiasa menjalin persahabatan dengan siapa pun yang mau tanpa memandang perbedaan agama, kultur atau afiliasi politik.
Menurutnya, toleransi adalah akidah dalam beragama. “Pengakuan adanya kekuatan Yang Maha Tinggi, yaitu Tuhan Allah/God/Yahweh/Elohim, yang disertai ketundukan itu, merupakan fitrah/naluri yang dimiliki oleh setiap manusia. Kendati demikian, manusia tetap memerlukan adanya pemberi peringatan agar tidak menyeleweng dari fitrahnya, mereka adalah para nabi dan rasul,” ujarnya.
Dia menjelaskan, perasaan tunduk kepada Yang Maha Tinggi, yang disebut iman, atau i’tikad, yang kemudian berdampak pada adanya rasa suka (rughbah), takut (ruhbah), hormat (ta’dzim) dan lain lain, itulah unsur dasar al-din (agama). Al-din (agama) adalah aturan-aturan atau tata-cara hidup manusia yang dipercayainya bersumber dari Yang Maha Kuasa untuk kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Berbagai agama telah lahir di dunia ini dan membentuk suatu syareat (aturan) yang mengatur kehidupan manusia, yang termaktub di dalam kitab-kitab suci, baik agama samawi (yang bersumber dari wahyu Ilahi) maupun yang terdapat dalam agama ardli (budaya) yang bersumber dari pemikiran manusia. Semua agama-agama, baik samawi maupun ardli, memiliki fungsi dalam kehidupan manusia. Berbagai fungsi tersebut adalah: (i) menunjuki manusia kepada kebenaran sejati; (ii) menunjuki manusia kepada kebahagiaan hakiki; dan (iii) mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bersama.
Dari hakekat dan fungsi agama seperti yang disebutkan itu, kata Syaykh yang tetap setia kepada isterinya satu-satunya Khotimah Rahayu, maka pemeluk agama-agama yang ada di dunia ini, telah memiliki strategi, metoda dan teknik pelaksanaannya masing-masing, yang sudah barang tentu dan sangat boleh jadi terdapat berbagai perbedaan antara satu dengan lainnya. Karenanya, dia mengingatkan, sebagaimana dipesankan dengan sangat oleh sang Pencipta agama, kiranya ummat manusia tidak terjebak dalam perpecahan tatkala menjalankan agama masing-masing, apalagi perpecahan itu justru bermotivasikan keagamaan.
Syaykh Panji Gumilang, ketika menyambut kunjungan Keluarga Besar Gereja Protestan Indonesia bagian Barat, Jemaat Koinonia Jakarta, mengatakan hendaknya semua umat manusia bertaqwa kepada Tuhannya agar mendapat berkat dalam kehidupannya dan selalu terbimbing pada jalan-Nya dan berjayalah mereka dalam kehidupannya.
Berkaitan dengan hal ini, pada kesempatan lain kepada Wartawan Tokoh Indonesia, Syaykh Panji Gumilang mengatakan berinteraksi dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk aktivitas, tidak harus membuang prinsip hidup (beragama) yang kita yakini. Menurutnya, kehidupan yang toleran justru akan menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang kita yakini. “Segalanya menjadi jelas dan tegas tatkala kita meletakkan sikap mengerti dan memahami terhadap apapun yang nyata berbeda dengan prinsip yang kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan kita, sedangkan pihak yang berbeda (yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan terhadap sikap dan keyakinannya,” ujarnya.
Dia pun mengutip dialog disertai deklarasi tegas dan sikap toleran yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam Q.S. 109: “Wahai orang yang berbeda prinsip (yang menentang). Aku tidak akan mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianmu. Dan kamu juga tidak harus mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianku. Dan sekali-kali aku tidak akan menjadi pengabdi pengabdianmu. Juga kamu tidak mungkin mengabdi di pengabdianku. Agamamu untukmu. Dan agamaku untukku.”
Syaykh menjelaskan, sikap toleran membuahkan kemampuan yang sangat signifikan dalam menetapkan pilihan yang terbaik. Mampu mendengar berbagai ungkapan dan menyaring yang terbaik daripada semua itu.
Sikap toleran, jelasnya, juga melahirkan kemampuan mengubah perilaku individu (self correction) terhadap pola yang selama itu dilakukan, yang tak berdaya mengubah masyarakat tradisional, tertutup dan represif, sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat dicapai. “Toleran, tidak menciptakan individu yang wangkeng, yang tidak mau mengubah perilakunya, walau tujuannya tidak tercapai. Secara apologi bersikap dan mengatakan bahwa: Tujuan itu tidak tercapai karena belum waktunya, atau nasibnya memang demikian dan tidak mau mengubah diri,” kata Ketua Alumni Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat ini.
Problem Solving
Sikap toleran, katanya, mampu menemukan jalan keluar dan problem solving yang pantas dan mengangkat martabat dan harga diri dalam berbagai bidang kehidupan. Prinsip dan pemahaman yang sama dikemukakannya ketika menyambut Keluarga Besar GPIB Koinonia: “Al-Zaytun mendapatkan ajaran dari Ilahi agar disampaikan kepada seluruh umat manusia untuk menyikapi satu sikap damai dan dan toleran. Al-Zaytun menjabarkan apa yang dipesankan oleh Tuhan melalui para nabi-nabi-Nya, baik Nabi Nuh, Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, tentang agama. Berfirmanlah Tuhan: aqimuddin wa laa tataffarraqu fiihi. Tegakkan agama dari Tuhan ini dan jangan pernah engkau bersengketa dalam memeluk agama itu.”
Dia pun menjelaskan ulang kata Koinonia, seperti diterangkan olh Pendeta Rudy sebelumnya yang bermakna persaudaraan dan persahabatan. “Al-Zaytun pun menciptakan perdamaian dan toleransi yang diterapkan melalui pendidikan,” katanya. Ternyata pesan-pesan ini mengikuti apa yang pernah dipesankan oleh Tuhan baik melalui Nuh, Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa dan kita penerusnya. “Alangkah indahnya sikap umat manusia tatkala menyikapi keagamaan seperti apa yang kita lakukan pada hari ini,” katanya, disambut tepuk tangan hadirin.
“Kita ingin sebagai bangsa Indonesia menerapkan semua makna dan pesan Ilahi ini dipenetrasikan di dalam kehidupan keseharian berbangsa dan bernegara. Alangkah indahnya jika bangsa Indonesia dari sejak dini diperkenalkan cara hidup beragama yang tanpa perpecahan, persengketaan, dan perselisihan yang mengatasnamakan agama itu. Ini pesan Ilahi yang dijalankan oleh Al-Zaytun. Kemudian kita bersama-sama jemaat Koinonia memulainya,” katanya.
Menurutnya, ini adalah laboratorium toleransi yang harus kita buat antar kita semua dan kita ekspose kepada generasi muda Indonesia yang akan meneruskan kepemimpinan bangsa di masa depan agar meneladani, mampu mencontoh apa yang telah dibuat dan dicontohkan dalam laboratorium persatuan dan kerukunan umat beragama di Indonesia melalui Al-Zaytun dan Koinonia ini.
“Kami yakin anak-anakku semua, jika hari ini kalian jadikan satu pelajaran kamu semua tidak akan melupakan pada saat kalian menjadi pemimpin-pemimpin bangsamu kelak. Dua puluh tahun yang akan datang engkau akan menjadi pemimpin di Indonesia ini, paling tidak memimpin dirimu sendiri. Tatkala itu engkau telah mempunyai visi dan misi seperti yang hari ini dipertontonkan oleh Gereja Koinonia dan Ma’had Al-Zaytun bersama-sama dalam satu mejelis seperti ini. Alangkah indahnya, alangkah indahnya,” katanya berseru kepada santri yang menyambutnya dengan tepuk tangan.
Lebih lanjut, Syaykh mengatakan, mari kita jadikan peristiwa ini sebagai satu laboratorium, bukan dalam skala penelitian tapi dalam skala produksi perdamaian. “Kalau hanya skala penelitian bisa diterapkan dalam kompleks yang 1.200 ha ini belum tentu bisa diterjemahkan di tempat-tempat lain. Namun tatkata ini skalanya kita perluas menjadi skala produksi dalam arti memproduksi perdamaian dan toleransi dan sikap saling mengenal, saling bersaudara, antar umat beragama di Indonesia, kami yakin Indonesia ke depan akan mempunyai penduduk yang mengerti keberadaan keagamaan di Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika ini. Kami yakin seyakin-yakinnya,” ujarnya optimis.
Untuk itu, serunya, hari ini kita mulai, besok kita perluas, lusa kita teruskan dan jangan pernah berhenti menciptakan persahabatan, perdamaian dan sikap toleransi di muka bumi ini. “Insya Allah, bangsa Indonesia akan memulai dan akan menjadi contoh bangsa-bangsa di dunia jika kita mulai hari ini dan tidak akan berhenti. Mari kita yang ada di ruangan ini menanamkan sikap ini dan kita tularkan ke lingkungan bangsa Indonesia dan akan menjadi eksponen. Eksponen adalah simbol yang perlu dicontoh, menjadi uswah baik diri kita, baik bangsa kita dan mudah-mudahan bangsa-bangsa lain seperti halnya tumbuhnya demokrasi di Indonesia,” seru Syaykh penuh makna.
Ternyata begitu kita masuk dalam arena demokrasi, bangsa-bangsa lain mempunyai penghormatan besar terhadap pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Mengapa, kalau perdamaian persatuan kita pertontonkan dalam permukaan bumi ini sehingga bangsa lain pun akan memberikan hormat yang setinggi-tingginya dan meniru apa yang telah kita lakukan ini.
Domain Perdamaian
Mudah-mudahan dari titik ini, titik tanah Al-Zaytun digabung dengan tanah Koinonia yang ada di Jakarta dan kita tarik garis ke kanan-ke kiri, ke utara-ke selatan, ke timur-ke barat dan akan menjadi domain yang luas dalam terciptanya perdamaian dan toleransi di muka bumi Indonesia ini.
“Ini sambutan sukacita kami kepada rombongan dan atas pimpinan Bapak Pendeta Rudi Tendean. Terimalah sukacita kami ini demi keikhlasan hati untuk persaudaraan dan persahabatan abadi di bumi Indonesia, di bumi Tuhan semesta alam ini,” kata Syaykh pada bagian akhir sambutan selamat datangnya kepada Jemaat GPIB Koinonia.
Sementara itu, pada sambutan pelepasan pada malam harinya, Syaykh mengatakan: “Malam ini sungguh indah. Sangat bersyukur pada Allah, sekian lama kita rindukan kebersamaan di Indonesia, malam ini, diawali dari sejak pagi tadi, tercipta setitik kebersamaan, sebab Indonesia ini luas, penduduknya besar banyak, lahannya sama dengan dari Istambul sampai ke London begitu luasnya. Kalau kita tengok teritori yang ada di Al-Zaytun ini laksana debu setitik di padang pasir yang begitu luas.
Namun, puji Tuhan, sehari ini kita makhluk yang sangat terbatas ini, jumlahnya pun sangat kecil ini, telah diberkati oleh-Nya untuk menciptakan suatu kebersamaan yang memang ini dianjurkan dan diperintahkan oleh Sang Pencipta kebersamaan itu sendiri yakni Tuhan.
Patut disyukuri oleh hamba-hamba Tuhan, oleh makhluk Tuhan yang beriman, mudah-mudah kita dipandaikan oleh-Nya untuk mensyukuri apa yang kita lakukan sejak pagi tadi sampai malam ini dan kita jadikan titik tolak untuk Indonesia Raya ini dapat tercipta persatuan dan kesatuan yang sampai detik ini, persoalan yang satu ini masih selalu menjadi masalah yang krusial, kata orang.
Tetapi ternyata kita mampu dan diberikan kekuatan oleh-Nya, oleh Tuhan, untuk membuat sesuatu yang baru, sesuatu yang belum dilaksanakan banyak orang dan di hari ini, hari Sabtu, kita memulai dan Insya Allah akan dilaksanakan oleh banyak orang bangsa Indonesia.
Kita syukuri. Kalau tadi Pak Pendeta mengatakan tidak ada yang dapat dikalimatkan, ternyata sama. Kami pun punya ungkapan seperti itu, susah untuk mengalimatkan. Maka kalimat yang kita terangkan pagi tadi atau tengah hari tadi sama, kita susah mengalimatkan kejadian ini. Pak Pendeta pun susah mengkalimatkan kejadian ini. Inilah yang dinamakan kalimatun sawa.
Maka indah betul nama yang kita pilih bersama untuk sebuah bangunan, tempat kader bangsa dididik sebagai kenang-kenangan ke depan. Pak Pendeta susah mengkalimatkan sesuatu keindahan ini, kemudian keluarga besar Ma’had Al-Zaytun diwakilii oleh AS Panji Gumilang juga mengatakan susah mengalimatkan. Maka kita menemukan kalimat yang sama, susah mengalimatkan. Maka kita sebut saja, kalimatun sawa. Dan ini yang paling tepat dan itu pesan Ilahi: Engkau mesti menyampaikan kalimatun sawa, ungkapan yang sama, yaitu perdamaian, ungkapan yang sama yaitu persatuan, ungkapan yang sama yaitu persaudaraan umat manusia tanpa terkecuali.” Demikian Syaykh AS Panji Gumilang. atur-crs