Politisi Perempuan Religius
Aisyah Aminy02 | Keluarga yang Konsisten

Apa yang sudah diajarkan ayah ibunya, kini diajarkan kembali oleh Aisyah kepada anak-anak dan para keponakannya di rumah. Isteri dari Drs Desril Kamal ini menerapkan ajaran agama dan disiplin.
Suatu kali, seorang anaknya ketahuan pergi ke diskotik. Dipanggilnya sang anak dan ditanyainya, untuk apa pergi ke tempat seperti itu. Anaknya menjawab, pergi ke tempat itu hanya untuk bergembira.
Aisyah pun berkata, “Keluarga kita selalu menjalankan ajaran agama dengan baik. Di diskotik itu kamu bergembira, tetapi kamu jadi lupa waktu. Tahu-tahu sudah larut malam, tahu-tahu sudah pagi.”
Padahal, di rumahnya ada aturan tidak tertulis bagi seluruh anggota keluarga, bahwa saat waktu Maghrib tiba, semuanya sudah harus berada di rumah. Jika terpaksa harus pulang malam, yang bersangkutan harus memberitahu hendak ke mana.
Aisyah sendiri, yang terkadang pulang larut malam bahkan pagi untuk urusan partai dan organisasi, selalu menyempatkan memberitahu ke rumah. Menurutnya, di dalam sebuah keluarga harus dikembangkan sikap saling memahami dan bertanggung jawab.
Ketika ditanya apa kiatnya tetap konsisten dalam mempertahankan idealismenya, Aisyah tersenyum. Maka meluncurlah sejumlah kiat dari mulutnya, agar idealisme bisa terjaga dan tidak terkontaminasi hal-hal yang berbau kepentingan.
Pertama, ujarnya, diawali dari rumah tangga. Pendidikan itu harus dimulai dari rumah. Seperti halnya Aisyah yang mendapatkan ajaran agama, disiplin dan moral dari orangtuanya.
Kedua, pendidikan sekolah sebagai lanjutan dari pendidikan di rumah. Aisyah termasuk beruntung mendapat pendidikan dari guru-guru yang benar-benar berdedikasi tinggi. Menurut pandangan Aisyah, guru memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk karakter anak didiknya.
Sayangnya, saat ini kebanyakan guru hanya mentransfer ilmu, bukan pendidikan. Karena itu, guru harus digaji dengan baik agar ia bisa fokus mendidik murid-muridnya. Tidak terpecah mencari pekerjaan lain untuk penghasilan tambahan.
Ketiga, berorganisasi dan menjalin pergaulan yang sejalan dengan prinsip agama dan moral. Aisyah memperbolehkan anak-anak dan para keponakannya bergaul dengan siapa saja, namun tetap ada batasnya. Aturan keluarganya adalah melaksanakan ajaran agama dengan baik. Jadi jika lingkungan pergaulan mereka tidak sejalan dengan itu, lebih baik tidak usah.
Sampai kini, semua anak dan keponakannya menjadi orang-orang yang berhasil dan tidak pernah menyimpang dari prinsip-prinsip keluarga.
Filosofi Minang “anak dipangku kemenakan dibimbing’ yang berarti disamping kewajiban memperhatikan keluarga sendiri, juga ada kewajiban memperhatikan keponakan dan orang di sekeliling diimplementasikan dengan baik.
Tidak heran jika memberikan perhatian kepada orang lain sudah menjadi kebudayaan keluarga Aisyah. Misalnya, seorang keponakannya membangun sebuah masjid kecil di samping kantornya, yang kebetulan berdekatan dengan terminal Blok M. Masjid itu diberi nama Al Amin, yang diilhami dari nama ayah Aisyah. Banyak orang ikut sholat dan membersihkan tubuh di situ. Bahkan pada bulan Ramadhan, disediakan makanan berbuka untuk para musafir yang singgah di masjid.
Selain memetik teladan dari orangtuanya, Aisyah banyak belajar dari Mr Mohamad Roem, ketika ia bekerja di kantor pengacaranya. Meski Pak Roem adalah tokoh nasional yang berperan dalam perjanjian Roem-Royen dan pernah menjadi menteri, sikapnya terhadap bawahan sangat bersahabat.
Aisyah yang masih yunior diperlakukan sejajar. Ia merasa sangat dihargai dan belakangan menyadari bahwa sikap Pak Roem itu merupakan pembelajaran yang patut diteladani.
Demikianlah, Aisyah Aminy mendapat begitu banyak teladan dari orang-orang terdekatnya dan membentuknya menjadi seorang perempuan tegar yang kita kenal sekarang. Tetap gigih berjuang di dunia politik, sosial dan kepartaian, tanpa menanggalkan kereligiusan dan keteguhan moralnya. rh-hs (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 22)