Pahlawan dari Bulukumba
Andi Sultan Daeng Radja
Tokoh kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan ini pernah mendekam di penjara dan dibuang ke Menado karena dianggap berbahaya oleh penjajah Belanda. Sejumlah jabatan penting pernah diembannya sebagai birokrat di kantor pemerintah mulai dari kepala pajak, jaksa hingga bupati.
Haji Andi Sultan Daeng Radja, dilahirkan di Saoraja, Gantarang pada 20 Mei 1894 dari pasangan Passari Petta Landra (Karaeng Gantarang Bulukumba) dan ibu Andi Ninnong. Gantarang, tempat lahir Andi Sultan Daeng Raja, terkenal sebagai penghasil beras utama di Sulawesi Selatan.
Sebagai seorang bangsawan, Andi Sultan Daeng Radja bisa mengecap pendidikan tanpa kendala berarti. Dia masuk sekolah Volksschool (Sekolah Rakyat) selama tiga tahun di Bulukumba. Kemudian lanjut ke Europeesche Lagere School (ELS) di Bantaeng. Selesai mengenyam pendidikan di ELS, Andi Sultan Daeng Radja melanjutkan pendidikan di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) atau Sekolah Calon Pamong di Makassar. Pada saat bersekolah di OSVIA lah, semangat patriotismenya semakin menyala. Ia sangat memusuhi Belanda setelah melihat kesewenang-wenangan dan penindasan Belanda terhadap rakyat Bulukumba.
Setelah menyelesaikan pendidikan di OSVIA pada tahun 1913, Andi Sultan Daeng Radja yang saat itu masih berusia 20 tahun diangkat menjadi juru tulis kantor pemerintahan Onder Afdeeling Makassar. Perlahan namun pasti, kariernya terus menanjak. Pada 2 April 1921, pemerintah mengangkat Andi Sultan Daeng Radja menjadi pejabat sementara Distrik Hadat Gantarang. Selain itu, Dewan Hadat Gantarang (Adat Duapulua) memutuskan Andi Sultan Daeng Radja menjadi Regen (Kepala Adat) Gantarang. Jabatan ini diembannya hingga pemerintahan Belanda menyatakan pengakuannya atas kedaulatan Republik Indonesia.
Semangat perjuangannya makin bertumbuh tatkala ia mulai aktif mengikuti perkembangan dan pertumbuhan organisasi Boedi Oetomo dan Serikat Dagang Islam. Bahkan pada 28 Oktober 1928, tanpa izin dari atasan, Andi Sultan Daeng Radja diam-diam mengikuti Kongres Sumpah Pemuda. Karena mengikuti kongres itu secara sembunyi-sembunyi maka tak didapatkan catatan resmi dan otentik mengenai partisipasinya itu.
Menjelang kemerdekaan RI, Andi Sultan Daeng Radja bersama Dr Ratulangi dan Andi Pangerang Pettarani diutus sebagai wakil Sulsel mengikuti rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta. PPKI adalah badan yang bekerja mempersiapkan kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Sepak terjang Andi Sultan Daeng Radja sebelum kemerdekaan RI dan sesudah kemerdekaan RI, membuat NICA khawatir.
Pada akhir Agustus 1945, Andi Sultan Daeng Radja mengusulkan pembentukan organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI). Organisasi ini, dipimpin Andi Panamun dan Abdul Karim. PPNI dibentuk sebagai wadah menghimpun pemuda dalam rangka mengamankan dan membela Negara Indonesia. PPNI kemudian berganti nama menjadi Barisan Merah Putih pada November 1945.
Sepak terjang Andi Sultan Daeng Radja sebelum kemerdekaan RI dan sesudah kemerdekaan RI, membuat NICA khawatir. Sultan Daeng Radja kemudian ditangkap dan dipenjara di Makassar. Penangkapan Andi Sultan Daeng Radja itu membuat para pejuang Bulukumba marah lalu membentuk organisasi perlawanan bersenjata yang dinamakan Laskar Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR) yang dipimpin Andi Syamsuddin. Andi Sultan Daeng Radja didudukkan sebagai Bapak Agung. Meski dipenjara, seluruh kegiatan PBAR terus diikuti oleh Andi Sultan Daeng Radja.
Setelah lima tahun di penjara, pada 17 Maret 1949, pengadilan kolonial kemudian mengadili dan memvonis Andi Sultan Daeng Radja dengan hukuman pengasingan ke Menado, Sulawesi Utara hingga 8 Januari 1950.
Begitu dibebaskan, Andi Sultan Daeng Radja kembali ke Bulukumba. Pada 1 Juli 1950, Andi Sultan Daeng Radja mundur dari jabatannya sebagai Kepala Adat Gantarang dan digantikan oleh putranya Andi Sappewali Andi Sultan.
Setelah menjalani masa pengasingan, sejumlah jabatan penting masih dipercayakan padanya. Pada 4 April 1955, dia ditugaskan sebagai Bupati Daerah Bantaeng dan diangkat menjadi pegawai negeri tetap. Tahun 1956, Andi Sultan Daeng Radja diangkat menjadi residen diperbantukan pada Gubernur Sulsel sesuai keputusan presiden. Setahun kemudian dia diangkat menjadi Anggota Konstituante.
Andi Sultan Daeng Radja dipanggil yang Maha Kuasa pada 17 Mei 1963. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Bulukumba. Semasa hidupnya, Andi Sultan Daeng Radja memiliki empat istri dan 13 anak.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Haji Andi Sultan Daeng Radja dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana berdasarkan SK Presiden RI No. 085/TK/Tahun 2006, tanggal 3 November 2006. Bio TokohIndonesia.com | cid, red