Politisi Perempuan Religius
Aisyah Aminy03 | Perempuan di Ranah Publik

Dedikasi Aisyah Aminy tidak terbatas hanya di parlemen. Pada usia 70-an pun ia masih memperjuangkan persamaan gender yang dirasakannya berjalan lambat.
Sejak muda, Aisyah sudah dikenal sebagai perempuan yang ingin diperlakukan sejajar dengan kaum laki-laki. Kalau ada teman laki-laki yang meremehkan kemampuannya, serta merta ia akan menunjukkan bahwa pendapat itu salah. Hal itu dilakukannya dengan elegan dan terbukti bahwa ia memang mampu.
Karena caranya membuktikan diri yang elegan itu maka tak pernah ada konfrontasi dengan teman-teman laki-lakinya. Mereka menerima keberadaannya dalam organisasi karena ia memang patut diperhitungkan sebagai teman seperjuangan.
Persamaan gender yang diperjuangkannya tidak hanya diucapkan belaka, melainkan ditunjukkannya dengan perbuatan, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Namun Aisyah tetap tampil sebagai sosok perempuan feminin dengan caranya bersikap dan berbusana. Sejak dulu, ia identik dengan pakaian panjang dan kerudung, serta seuntai kalung di lehernya.
Demikian kenangan itu dituturkan salah seorang teman seperjuangannya di HMI tahun 1956/1957 yang juga penulis terkenal, Titie Said. Kesan itu ditorehkan Titie dalam buku biografi Aisyah berjudul Dedikasi Tanpa Batas.
Dalam buku itu pula, teman seperjuangan Aisyah di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Prof. Miriam Budiardjo, menjulukinya ‘Parlementarian Perempuan yang Unggul.
Mengenai buku biografi itu sendiri, Aisyah menuturkan, bahwa tadinya ia tidak pernah berpikir untuk membuat sebuah biografi. Namun atas desakan teman-temannya, terutama para yuniornya di PPP, maka akhirnya terbitlah buku itu. Mereka ingin Aisyah berbagi pengalaman, sehingga bisa memetik teladan dari kiprahnya di panggung politik nasional.
Selain buku yang diluncurkan tepat di hari ulangtahunnya yang ke-70, bulan Agustus 2004 di akhir masa jabatannya di DPR-MPR RI, Aisyah menerbitkan sebuah buku lagi yakni Pasang Surut Peran DPR-MPR 1945-2004. Buku itu merupakan refleksi pengalamannya selama empat periode di parlemen.
Perjuangan Aisyah Aminy agar kaumnya ikut berperan aktif di ranah publik semakin menonjol saat ia masuk parlemen. Bersama anggota-anggota parlemen perempuan lainnya, digagas Kaukus Perempuan Parlemen, yang diresmikan 19 Juli 2001. Salah satu yang direkomendasikan Kaukus Perempuan itu adalah kuota 30 persen perempuan di parlemen. rh-hs (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 22)