Berkiprah di Panggung Politik
EE Mangindaan
[DIREKTORI] Letjen TNI (Purn) E.E. Mangindaan, SE dikenal sebagai tokoh nasional penggila bola (Gibol) dan telah berkiprah di panggung politik sejak Orde Baru. Politisi senayan yang dua kali berturut-turut menjadi anggota DPR RI ini, pernah menjabat Menteri PAN dan RB dan kini Menteri Perhubungan RI. Mantan pemain bola dan Manajer Timnas PSSI ini juga pernah menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Utara dan memperkenalkan semboyan ‘Torang Samua Basudara’. Sebelumnya ia juga Panglima Kodam VII/Trikora dan Komandan Seskoad.
Pemilik nama lengkap Everte Ernest Mangindaan ini dilahirkan di Surakarta, Jawa Tengah, 5 Januari 1943. Purnawiraan Jenderal bintang tiga ini adalah putra seorang tokoh persepakbolaan nasional yang turut membindani lahirnya PSSI, EA Mangindaan.
Dan rupanya kecintaan sang ayah terhadap jenis olahraga yang paling banyak digemari di dunia ini turut mengalir dalam darah EE Mangindaan. Ia pernah bermain dan menangani Tim Persiraja, Banda Aceh dan membawa tim ini sukses menjuarai kompetisi Divisi Utama Perserikatan di tahun 1977. Selain itu, ia juga aktif sebagai pengurus sepabola diantaranya sebagai Badan Ketua Tim Nasional PSSI (1984-1987), Ketua Harian Persebaya, Surabaya (1987) serta Komda PSSI, Irian Jaya (1992-1995). Selain itu, ia juga pernah menjadi Manajer Timnas PSSI dan Anggota Dewan Kehormatan PSSI.
Mangindaan mengawali karir militernya setelah lulus dari SMA Katholik Ujung Pandang, 1961. Ia masuk Akademi Militer Nasional (AMN) dan lulus pada tahun 1964. Setelah itu, ia kemudian menjabat Danton Dan/Mob/Yon IV/1 (1966-1967). Karolatsat Operasi Mabes AD (1978-1981), Kepala Staf Brigif 15/VI/Siliwangi (1981-1982). Kemudian ia sekolah lagi melanjutkan lagi pendidikan militernya dengan berbagung di Seskoad angkatan IX tahun 1983 dan di Seskogab pada tahun 1983.
Tiga tahun kemudian, ia menjabat sebagai Assisten Teritorial Kasdam V/Brawijaya (1986-1987). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Danrem 084 Kodam V/Brawijaya (1978-1988). Kemudian menjadi Wakil Assisten Operasi/Waas Ops Kepala Staf Umum TNI (1988-1989). Kemudian menyelesaikan pendidikannya di Lemhannas, 1990.
Dua tahun kemudian, ia diangkat menjadi Panglima Kodam VII/Trikora (1992-1993). Karir puncaknya di militer, saat menjabat sebagai Komandan Sekolah Staff dan Komando Angkatan Darat / Dan Seskoad (1993-1995) dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Hingga akhirnya di masa orde Baru, ia diangkat menjadi Gubernur Sulawesi Utara (1995-2000).
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sangat berharap Menteri Perhubungan dapat mengurangi tingkat kecelakaan transpotasi serta dapat memisahkan antara aset BUMN dengan Kementerian Perhubungan.
Sejak menjabat sebagai gubernur inilah, Lape begitu nama panggilannnya terjun sebagai politisi. Saat itu, ia masih merupakan kader Partai Golkar (sebelumnya bernama Golkar) dan ia di daulat sebagai Ketua DPP Partai Golkar Sulut sejak menjadi gubernur.
Ketika ia menjabat sebagai gubernur ada dua konsep yang ia lakukan tentang pembangunan wilayah yaitu Ketahanan Regional ASEAN Mewujudkan Stabilitas Asia Tenggara serta Strategi Pengembangan Nasional di Sulawesi Utara di Era Asia Pasifik. Sehingga tidak heran, saat memimpin daerahnya, ia tergolong berhasil dalam keamanan. Sulawesi Utara menjadi salah satu daerah teraman di Indonesia. Selain itu, ia juga yang meciptakan semboyan ‘Torang Samua Basudara’. Ia menjadi figur pemimpin yang dincintai masyarakat Sulawesi Utara saat itu.
Namun sayang ia hanya bertahan satu periode, pada pemilu berikutnya (2000-2005), ia tidak terpilih lagi. Meski hasil survey mengatakan, Mangindaan sebagai salah satu tokoh paling populer di Sulawesi Utara. Mengenai kekalahan tersebut, bahkan dirinya sendiri tidak mempercayainya. Sama dengan permainan bola, dalam politik tidak ada yang tidak bisa terjadi.
Meski demikian langkahnya untuk terjun dipanggung politik tidak terhenti begitu saja. Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, ia diangkat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (2001-2004). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang sudah melihat potensi yang dimiliki istri dari Adelina Tumbuan ini sempat ditawari untuk menjadi salah satu anggota kehormatan partai bermoncong putih tersebut. Tidak hanya dari PDIP sendiri, beberapa partai lain juga menghampirinya. Namun, ia belum menemukan kendaraan politik yang benar-benar pas untuk menyalurkan aspirasi politiknya.
Hingga akhirnya ia menjatuhkan pilihan bergabung dengan Partai Demokrat yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono. Partai yang baru berdiri pada saat itu, perkembangannnya sangat cepat dan tembus menjadi salah satu partai papan atas nasional. Dan pilihan tersebut sepertinya tidak salah, dalam struktur organisasi partai ia sudah memegang jabatan penting sebagai Sekjen DPP Partai Demokrat.
Kemudian pada Pemilu 2004 dan 2009 ia dua kali berturut-turut terpilih menjadi anggota DPR-RI. Di DPR ia pernah menjabat sebagai Ketua Komisi II. Namun pada Pemilu 2009 setelah terpilih menjadi anggota dewan, Mangindaan masuk dalam susunan cabinet Presiden SBY. Ia dipercaya kembali menjabat di pos menteri yang sudah pernah dilaksanakannya pada era Presiden Megawati. Sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi periode 2009-2014 di Kabinet Indonesia Bersatu II, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat memimpin kementerian yang bertugas untuk menata aparatur negara ini, Mangindaan diberi tugas untuk membenahi reformasi birokrasi. Ia memberikan pemahaman konsep tentang reformasi birokrasi. Menurutnya bahwa reformasi birokrasi merupakan upaya perubahan secara menyeluruh terhadap sistem birokrasi pemerintahan Indonesia. Yang kemudian ditungkan dalam satu kebijakan yang dinamakan dengan Grand Design dan Road Map reformasi birokrasi sebagai langkah awal kementeriannya untuk mempercepat reformasi birokrasi dan telah dicanangkan mulai tahun 2010.
Dimana isi pokok dari Grand Design dan Road Map reformasi birokrasi yang dilakukan ini antara lain untuk penataan organisasi, ketatalaksanaan, regulasi, pengawasan, akuntabilitas, SDM Aparatur, pelayanan publik, hingga mind set dan cultural set aparatur, untuk memastikan bahwa birokrasi yang ada sudah berjalan dengan fungsinya dan dengan ukuran yang tepat (right function and right sizing).
Dengan langkah ini diharapkan akan dapat menjawab tantangan dan hambatan yang terjadi selama ini di birokrasi. Dimana birokrasi tidak pernah bebas dari pengaruh politik dan sering terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan politik untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang pragmatis. Dengan Grand Design dan Road Map Reformasi birokrasi dapat menghindari tarik menarik kepentingan politik.
Namun Mangindaan hanya mejabat sebagai Meneteri PAN dan RB selama dua tahun. Presiden SBY dalam reshuffle kabinetnya pada bulan Oktober 2011. Menempatkan ayah dari Fika Devi C. Mangindaan, Harly Mangindaan dan Siska Riyani Oktavia sebagai Menteri Perhubungan RI (2011-2014), menggantikan Freddy Numberi.
Ia diserahi tugas untuk mengurus masalah transportasi untuk memperkecil jumlah kecelakaan transportasi. Menurutnya mengatasi masalah transportasi perlu fokus untuk mencari penyebabnya dan mengatasinya secara terpadu. Salah satu yang dilakukannya, memperbanyak frekuensi kunjungannya ke lapangan untuk mengetahui keadaan dilapangan yang sesungguhnya. Sehingga bisa dibuatkan langkah-langkah kebijakan untuk mengatasi persoalan dengan mensinergikan fungsi Kementerian Perhubungan sebagai operator, regulasi, dan penyedia jasa.
Selain itu, ia juga langsung naik KRL (Kereta Api Listrik) di tengah jam sibuk untuk mencari tahu apa aspirasi dan keluhan masyarakat tentang transportasi. Sehingga perbaikan-perbaikan dapat dilakukan yang berhubungan dengan transportasi, tidak hanya di dadarat tapi juga tranportasi lainnya, udara dan laut.
Sementara itu masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) sangat berharap, Menteri Perhubungan dapat mengurangi tingkat kecelakaan transpotasi serta dapat memisahkan antara aset BUMN dengan Kementerian Perhubungan. basan, red