Menapaki Langkah Sebagai Leader

Yudhi Komarudin
 
0
186
Yudhi Komarudin
Yudhi Komarudin | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Direktur PT Sepatu Bata ini menapaki langkah sebagai leader dengan bekerja keras dan profesional. Ia memulai karir sebagai konsultan dan auditor. Di mata pria yang dikenal sebagai pekerja keras ini, karier adalah proses yang mutlak harus dilalui. Menurutnya tidak ada jabatan yang didapat secara instan. Ia memang seorang CEO yang sudah terasah karena sejak kuliah sudah bekerja.

Pria yang bernama lengkap Yudhi Komarudin yang dilahirkan di Makassar, Sulawesi Selatan pada 25 Mei 1956, ini memulai karier sebagai konsultan dan auditor koperasi pada perusahaan yang menjadi konsultan Departemen Koperasi PT Freidrich Ebert Stiftung Auditing Management and Auditing Project selama 4 tahun (1981-1985).

Selepas itu ia menjadi auditor di kantor akuntan Hadi Sutanto Correspondence PricewaterhouseCooper dari tahun 1985-1988. Selanjutnya, menjadi Finance Manager di PT Wisata Triloka Buana (1988-1991), anak perusahaan Mercu Buana Group.
Kariernya di industri sepatu ia mulai ketika masuk sebagai Corporate Secretary dan Tax Manager di PT Sepatu Bata tahun 1991. Selanjutnya masuk menjadi salah satu jajaran direksi PT Sepatu Bata mulai tahun 1997.

Ia mengenyam pendidikan Strata-1 dari Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia jurusan Akuntansi dan lulus tahun 1988. Gelar Master of Business Administration (MBA) ia raih tahun 1998 dari perguruan tinggi di Jakarta yang berasosiasi dengan Luton University of London. Yudhi sempat pula mengecap pendidikan Koperasi Audit di Jerman tahun 1985.

Ia seorang manajer yang memiliki kemauan kuat. “I’m Not A Salary’s Man. Jika tidak bisa sampai umur 40 tahun menjadi direksi, saya akan berhenti menjadi pegawai,” tekadnya ketika masih berumur di bawah 40 tahun. Keyakinan inilah yang membawanya duduk di jajaran direksi PT Sepatu Bata Tbk.

Tentu saja hal itu didukung dengan tekad yang kuat serta diasah oleh pengalaman kerja yang cukup lama. Di mata pria yang dikenal sebagai pekerja keras ini, karier adalah proses yang mutlak harus dilalui. Dalam kamus dirinya tidak ada jabatan yang didapat secara instan. Hal demikian dapat dimaklumi mengingat dirinya sudah ditempa karena sejak kuliah, dia sudah mulai bekerja.

“Saya pikir semua orang harus begitu. Dan kalau ingin maju dia harus mencoba sesuatu yang lain. Ini penting supaya memberikan motivasi atau dorongan. Agar hidup ini tidak statis,” ujar Yudhi.

Beruntunglah PT Sepatu Bata Tbk memiliki pria kelahiran Makassar, 46 tahun silam ini. Dalam pasang surut dan terpaan krisis ekonomi, Yudhi sukses turut membawa Sepatu Bata melewati semua itu.

Kehadiran Bata di Indonesia mulai pada 1931. Awalnya sebagai distributor sepatu, lalu menjadi importir sekaligus distributor. Bata sendiri merupakan merek atau brand yang diambil dari nama pendiri perusahaan itu, Thomas Bata. PT Sepatu Bata di Indonesia adalah bagian dari BSO (Bata Shoe Organisation) yang berkantor pusat di Toronto, Kanada. Saat ini Bata tersebar di 100 negara dan memiliki 60 pabrik.

Sementara di Indonesia perusahaan itu memiliki dua pabrik yakni di Kalibata, Jakarta dengan kapasitas 10 juta pasang dan satu lagi di Purwakarta berkapasitas 5 juta pasang. Produksi saat ini diperkirakan antara 7,6 – 7,9 juta pasang. Dengan 440 toko atau gerai yang dimiliki, tahun 2001 perseroan itu berhasil menjual sebanyak 12 juta pasang sepatu dan sandal, sama seperti tahun 2000. Nilainya mencapai Rp 407,89 miliar di tahun 2001 dan sebelumnya Rp 368,04 miliar (naik 11 persen). Dari segi aset, sampai akhir tahun 2001 PT Sepatu Bata memiliki aset senilai Rp 222,91 miliar, meningkat dibandingkan tahun 2000 yang besarnya Rp 207,84 miliar.

Advertisement

Kakek Angkat
Ketika masuk ke Sepatu Bata di tahun 1991, Yudhi mengaku tidak banyak berpikir panjang. Merasa jam terbang sudah cukup sebagai konsultan di PriceWaterhouseCoopers, ia merasa saatnya untuk mencoba pekerjaan yang berbeda. Gayung bersambut, ada tawaran dari Sepatu Bata. Meski tidak mengetahui banyak tentang industri sepatu, dalam hatinya timbul keinginan untuk mencoba saja terlebih dulu.

Ternyata pilihannya tidak salah. Berada di lingkungan Sepatu Bata dirinya mengaku merasa cocok dengan visi yang diusung oleh perusahaan, yakni berupaya memberikan sesuatu kepada negara dan lingkungan di mana perusahaan beroperasi.

Barangkali visi ini pula yang membuat Sepatu Bata di Indonesia mampu mencapai usia 71 tahun. Usia yang secara tegas menorehkan derap langkah Bata di percaturan industri sepatu nasional. Seperti juga Yudhi, bagi sebagian besar karyawan, visi dan kultur perusahaan juga dianggap pas. Banyak karyawan lebih dari satu generasi bekerja di Sepatu Bata, bahkan ada yang selama 3 generasi tetap setia mengabdi pada perusahaan itu. Jadi kalau sekarang karyawan, bapaknya dulu bekerja dan bahkan kakeknya juga dulunya bekerja di Sepatu Bata.

“Tahun 1988 kita pernah dapat penghargaan Upakarti mengenai anak angkat. Tahun 1994 salah satu anak angkat kita CV Mulia mendapat penghargaan dari pemerintah. Jadi saya pernah bergurau kepada Menperindag waktu itu Tunky Ariwibowo bahwa kita ini sebenarnya sudah bukan ayah angkat lagi melainkan kakek angkat,” ujarnya dengan bangga.

Bagi masyarakat Indonesia, merek dagang Bata sudah sangat dikenal. Namun sayangnya, selama ini citra Bata itu adalah sepatu murah. Citra kurang mengenakkan itulah yang coba dihilangkan oleh Yudhi bersama PT Sepatu Bata.

Yudhi dan manajemen Sepatu Bata terus berupaya memberikan pelayanan yang baik kepada golongan menengah ke bawah, pasar yang ditargetkan oleh perusahaan.

Sepatu Bata memiliki misi memberikan sepatu yang murah dan baik, berkualitas serta memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada langganan. Pelayanan tersebut diusahakan diberikan tepat waktu (on time).

Berkat upaya itu Sepatu Bata dapat tumbuh rata-rata sebesar 10-15 persen, kecuali pada tahun 1998 saat ada krisis ekonomi melanda negeri ini. Selama dua tahun terakhir, 2000-2001, PT Sepatu Bata mencatat laba bersih yang relatif konstan. Tahun 2001 laba bersih sebesar Rp 63,47 miliar sedangkan tahun 2000 besarnya Rp 63,32 miliar. Dengan prestasi tersebut, perusahaan berhasil membagikan dividen kepada para pemegang saham sebesar Rp 3.550/lembar saham, lebih tinggi dibandingkan dividen tahun 2000 yang besarnya Rp 3.350/saham.

Sejumlah upaya terus dilakukan. Antara lain dengan memproduksi sepatu yang mahal. Bata juga tampil di semua segmen menengah dan bawah dan di semua lapisan masyarakat, baik segmen bapak, ibu, anak, bahkan remaja. Untuk kategori anak-anak ada merek Bublegummer. Lapisan remaja ada North Star, Power. Untuk bapak-bapak ada King Street, Weinbreiner untuk yang casual. Untuk ibu-ibu ada Marie Claire. Berbeda dengan sebelumnya, kini sebagian besar produk keluaran Bata fashionnya sangat up to date.

Sinergi
Untuk itu diperlukan koordinasi dengan seluruh komponen dalam organisasi. Yudhi mengaku cukup sulit men-sinergikan semua elemen dalam organisasi dan menyatukan visi dalam perusahaan. Termasuk bagaimana men-sinkronkan satu bagian dengan bagian lain. Ia beruntung, dari kantor pusat ada satu sistem yang standar dan baku. Artinya ada sistem yang menjadi acuan bersama. Kalaupun ia atau bagian lain mau menyesuaikan sesuai dengan kondisinya, namun paling tidak ada satu kerangka bersama. Hal ini diakui Yudhi pasti akan ditemukan di semua organisasi atau perusahaan. Setiap organisasi pasti ada saja kendala. Namun itulah yang ingin dikurangi, begitu katanya.

Sepatu Bata, ungkap Yudhi, akan berusaha masuk ke semua pelosok masyarakat dan daerah. Otonomi daerah sekarang memberi peluang bagi Bata, meskipun ada kendala, Indonesia belum mempersiapkan infrastruktur.

“Kita juga selalu mengikuti zaman. Selalu up to date mengikuti fashion. Dengan globalisasi perkembangan industri sepatu internasional dengan cepat masuk ke Indonesia. Kita harus berpacu dengan perkembangan ini,” ujarnya.

Yudhi Komarudin memulai karier di Bata tahun 1991 sebagai Corporate Secretary dan Tax Manager. Lima tahun di sana, tahun 1997 dirinya kemudian menjadi salah satu direksi, jabatan yang ia pegang hingga kini. Keinginannya masuk Bata kala itu, menurutnya karena ia suka organisasi dan mencoba sesuatu yang lain.

Saya memang punya target bahwa saya harus bisa mencapai posisi direktur. Di usia 20 tahun saya sudah kerja, saya katakan pada diri saya, di umur 40 tahun harus menjadi direksi. Kalau tidak, saya akan berhenti menjadi salary’s man,” begitu ujarnya. Maksudnya, jadi orang gajian.

Dari segi pengalaman kerja, ia cukup lengkap. Dari tahun 1988-1991, ia menjabat sebagai Finance Administration Manager PT Wisata TrilokaBuana, salah satu anak perusahaan Mercu Buana Group. Ia juga tiga tahun (1985-1988) menjadi auditor di PricewaterhouseCooper. Di sanalah dirinya merasa banyak digembleng.

Sebelum di PwC dirinya menjadi konsultan dan trainer di perusahaan Jerman yang merupakan konsultan dari Departemen Koperasi yakni tahun 1981-1985. Di perusahaan tersebut ia banyak belajar mengenai koperasi dan organisasi. Tak mengherankan, ia tahu persis mengenai prinsip dasar koperasi karena banyak mengunjungi Koperasi Unit Desa (KUD) di berbagai wilayah di Tanah Air.

Sejak tahun 1975 Yudhi sudah mulai bekerja sekaligus bersekolah. Jenjang pendidikan ia tempuh melalui akademi di STEI Indonesia jurusan akuntansi hingga kini setingkat MBA.

Efisiensi
Mengamati kondisi bisnis di Indonesia saat ini, Yudhi menyayangkan semua pihak termasuk pengusaha sekarang cenderung mengambil sikap berhati-hati. Tidak ada yang berani melakukan inovasi dan melakukan terobosan (breakthrough). Semua pebisnis katanya, sangat berhati-hati dan bersifat menunggu. Pengusaha luar maupun pengusaha nasional bilang tunggu setelah Agustus. Nanti setelah itu bilang tunggu setelah Januari. Menurutnya kondisi ini karena situasi politik tidak stabil. Jadi kuncinya, kalau politik dan keamanan bisa distabilkan, maka ekonomi pasti stabil.

Sebagai direktur di perusahaan yang senantiasa berupaya menerapkan good corporate governance, ayah dari tiga anak perempuan ini merasa prihatin dengan etika pengusaha kita yang melakukan KKN. Sumber semua ini menurutnya adalah karena kita sudah terlalu lama dididik oleh Belanda bahwa KKN itu sangat susah, bukan berarti tidak bisa.

“Perlu ada suatu keberanian memutus KKN itu. Karena negara lain bisa . Negara lain bisa memberantas KKN. Selama KKN itu ada maka saya kira tidak akan pernah ada persaingan bisnis yang sehat,” katanya.

Sama seperti Sepatu Bata yang menerapkan persaingan keras, menurutnya semua perusahaan Indonesia harus mampu melakukan efisiensi. Artinya seberapa pun biaya yang kita keluarkan, kita harus kontrol. Setiap rupiah yang dikeluarkan oleh perusahaan atau manajemen harus dapat dipertanggungjawabkan. Itulah motto yang diajarkan oleh pendiri Sepatu Bata, yang membuat Bata tetap bisa survive dari krisis.

Meski berada dalam lingkungan yang penuh persaingan, dirinya tetap merasa enjoy, menikmatinya. Ke depan, menurutnya kondisi akan semakin sulit. Ia mengaku, jalan terjal menantinya dalam upaya membawa Sepatu Bata melaju ke depan dan tampil menjadi market leader di Indonesia.

Ia sadar betul dengan kultur Bata yang cenderung menapak perlahan namun pasti. Artinya dirinya atau perusahaan tidak mau mengambil langkah drastis. Namun paling tidak, ia meyakini, seberat apa pun globalisasi yang ada di depan, Sepatu Bata harus mampu tetap tampil sebagai leader. Dan kuncinya adalah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sebaik-baiknya. TI, rudy victor sinaga, Sinar Harapan

Data Singkat
Yudhi Komarudin, Direksi PT Sepatu Bata mulai tahun 1997 / Menapaki Langkah Sebagai Leader | Direktori | konsultan, auditor, STEI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini