Mengusung Industrialisasi Perikanan
Sharif Cicip Sutardjo
[DIREKTORI] Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar (2009-2014) ini ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan menggantikan koleganya Fadel Muhammad. Ketua Umum HIPMI 1986-1989 ini mengusung program industrialisasi sektor perikanan dengan upaya memodernisasi nelayan dan memperkuat sistem manajemen pelayanan pelabuhan.
Penunjukan Sharif Cicip Sutardjo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sempat menjadi berita hangat. Lantaran Fadel Muhammad yang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan tidak menduga dirinya akan diganti. Meski demikian, Cicip Sutardjo yang menjadi kader Partai Golkar ini tetap dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Jakarta, 19 Oktober 2011.
Sebelum terjun ke dunia politik, Sharif Cicip Sutardjo, kelahiran Yogyakarta, 10 Oktober 1948 ini lebih dikenal sebagai pengusaha sekaligus pemilik kelompok usaha Ariobimo Perkasa. Di dunia politik, ia menjadi salah satu politisi senior Partai Golkar dan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar (2009-2014). Sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2004 dan 2009, ia sempat digadang-gadang sebagai kandidat untuk menduduki salah satu pos menteri di Kabinet Indonesia Bersatu.
Setelah resmi dilantik menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan, Cicip Sutardjo ingin memodernisasi nelayan tradisional serta mendorong industrialisasi bidang kelautan dan perikanan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan nelayan. Anggota MPR 1987-1999 ini juga tidak ragu untuk melanjutkan program yang telah dirintis pendahulunya yang dianggap baik seperti program Minapolitan untuk mengembangkan sektor perikanan secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Mulai dari pembudidayaan atau penangkapan, proses olahan, hingga pemasaran.
Sebagai pilot project untuk tahun 2011, Kementerian Kelautan dan Perikanan membangun 41 lokasi program percontohan Minapolitan. Adapun lokasi minapolitan tersebut mencakup 24 lokasi percontohan Minapolitan berbasis ikan budidaya yaitu Muoro Jambi (patin), Kampar (patin), Bogor (lele), Banyumas (gurame), Blitar (ikan koi), Gunung Kidul (lele), Morowali (rumput laut), Sumbawa (rumput laut), Sumba Timur (rumput laut), Banjar Kalsel (patin dan nila), Pohuwatu (udang), Boyolai (lele), Klaten (nila), Gresik (udang Vanamae), Serang (rumput laut dan kekerangan), Maros (udang), Pangkep (udang), Pesawaran (kerapu), Bintan (kerapu), Bangli (rumput laut), Muri Rawas (nila dan mas), Pandeglang (nila dan mas), dan Kapuas (patin). Sementara lokasi minapolitan ikan tangkap berada di 9 lokasi yaitu Sukabumi (pelabuhan ratu), Cilacap, Pacitan, Banyuwangi, Ternate, Bangka, Bitung, Medan, dan Ambon. Lokasi minapolitan garam ada di 8 lokasi yaitu Cirebon, Indramayu, Rembang, Pati, Pamekasan, Sampang, Sumenep, dan Nagakeo.
Selain itu, Sharif Cicip Sutardjo juga akan melakukan penataan terhadap manajemen pelayanan kapal-kapal nelayan yang selama ini masih semrawut. Seperti dikutip antaranews.com, menurut Sharif Cicip Sutardjo, perbaikan sistem manajemen pelayanan pelabuhan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan jumlah ikan tangkapan yang dibawa ke semua Tempat Pendaratan Ikan (TPA) dan ke tempat pelelangan ikan lainnya yang sudah ditentukan. Ia pun mendorong pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pelayanan pelabuhan seperti membuat “cold storage” dan pemutakhiran sistem teknologi informasi sehingga pelayanan pelabuhan kepada nelayan dapat ditingkatkan.
Menurut Cicip Sutardjo, Indonesia membutuhkan para pelaut perikanan yang handal dan profesional. Caranya dengan menyelenggarakan pendidikan kelautan dan perikanan. Keahlian-keahlian yang diajarkan antara lain keahlian budidaya, pengolahan, pengelolaan sumber daya, permesinan, alat penangkap ikan, pelaut, teknik perkapalan.
Sejalan dengan itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus meningkatkan komitmennya dalam upaya melindungi hak dan kepentingan para pelaut perikanan. Perlindungan kepada pelaut khususnya pekerja di kapal penangkap ikan sangat penting karena telah memberikan kontribusi dalam industri kelautan dan perikanan sehingga mendorong pertumbuhan perdagangan dan ekonomi di Indonesia.
Untuk mewujudkan industri kelautan dan perikanan, menurut Cicip Sutardjo, Indonesia membutuhkan para pelaut perikanan yang handal dan profesional. Caranya dengan menyelenggarakan pendidikan kelautan dan perikanan yang berhasil mencetak sekitar 2 ribu peserta didik kelautan dan perikanan setiap tahunnya. Keahlian-keahlian yang diajarkan antara lain keahlian budidaya, pengolahan, pengelolaan sumber daya, permesinan, alat penangkap ikan, pelaut, teknik perkapalan.
Dengan memberikan pendidikan, para lulusan diharapkan dapat bekerja sesuai dengan bidang keilmuan yang dikuasai untuk memberikan kontribusi dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia. Selain itu, para putra-putri nelayan bisa memutus rantai kemiskinan dan keterbelakangan yang lama mendera para nelayan.
Cicip Sutardjo menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi besar di sektor perikanan tetapi belum digarap dengan maksimal. Seperti dilaporkan kompas.com (11/05/2012) untuk mewujudkan industrialisasi sektor perikanan pada tahun 2011, pemerintah telah mengalokasikan dana sekitar Rp 400 miliar untuk mendorong percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin untuk dapat berpartisipasi dalam industri perikanan. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan dana sekitar Rp 790 miliar untuk sekitar 8.000 nelayan dan petani garam.
Sementara itu, mengenai tantangan akibat perubahan iklim yang kian nyata mengancam kehidupan, Cicip Sutardjo menyampaikan usulan tentang prinsip ‘Ekonomi Biru’ guna mendorong kesadaran global terhadap pengelolaan laut dan sumber daya pesisir dalam Forum Rio+20 di Rio de Janeiro, Brazil. Dengan prinsip ekonomi biru diharapkan dapat membantu dunia menghadapi tantangan perubahan iklim, ekosistem laut yang kian rentan terhadap dampak perubahan iklim dan pengasaman laut.
Salah satu bentuk nyata komitmen Indonesia terhadap pengelolaan sumber daya laut dan pesisir, pemerintah telah menetapkan kawasan konvervasi laut Sawu seluas 3,5 juta hektar sebagai kawasan konservasi laut. Kawasan konservasi laut ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara dan salah satu yang terbesar dari jenisnya di dunia. Diperkirakan sampai pertengahan 2012, Indonesia telah berhasil menetapkan kawasan konservasi laut seluas 15,35 juta ha atau 76,75 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar 20 juta ha pada 2020.
Menurut Cicip Sutardjo, Ketua Dewan Penasehat Kadin 2009-2010 ini, prinsip Ekonomi Biru juga dapat mendukung pembangunan kelautan dan sumber daya perikanan berkelanjutan. Dimana laut dan sumber daya perikanan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bio TokohIndonesia.com | san, red
Tugas Menteri Kelautan dan Perikanan:
- Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan
- Menjamin ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan
- Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan
- Mendorong perluasan kesempatan kerja di bidang perikanan
- Mengutamakan upaya preventif dalam melakukan pengawasan sumber daya perikanan
- Menindak tegas setiap pelaku penangkapan ikan yang melawan hukum, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
- Memberikan perlindungan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan khususnya di wilayah perbatasan
- Menyiapkan kapal perikanan sampai dengan 60 GT dalam rangka restrukturisasi armada