Motivator yang ‘Walk the Talk’
Paulus Winarto
[DIREKTORI] Pemegang dua rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk seminar dan peluncuran buku di angkasa ini dikenal sebagai pengajar motivasi, trainer, pembicara seminar, dosen, dan penulis sejumlah buku laris bertema motivasi dan pengembangan diri. Sebelum dikenal seperti sekarang, dia pernah bekerja sebagai wartawan, pedagang ponsel hingga calo fotokopi.
Paulus Winarto lahir dan besar di Kota Sorong sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Karena Paulus rentan sakit-sakitan dan orangtuanya pun merasa belum berpengalaman mengurus anak maka ia diserahkan pada kakek dan neneknya untuk diasuh. Seperti anak laki-laki pada umumnya, mantan wartawan ini juga gemar bermain bola, berenang dan menangkap ikan di laut. Di sisi lain, Paulus juga dikenal sebagai anak yang lumayan jahil.
“Pernah suatu hari saat menjelang Natal tiba, ada sebuah tradisi di Kota Sorong di mana anak-anak boleh berkunjung ke rumah-rumah meskipun tidak saling kenal. Nah di situ kami disajikan berbagai macam kue. Saat si tuan rumah itu ke belakang untuk membuat minuman bagi kami, keadaan itu sepertinya tidak ingin kami sia-siakan untuk mengambil kue sebanyak-banyaknya lalu menaruhnya di dalam baju. Begitu kami akan pamit, kue-kue yang disimpan di dalam baju tiba-tiba berjatuhan. Wah… malu sekali rasanya karena ketahuan. Saya juga ikutan mengambil walaupun sedikit,” kenang Paulus tertawa.
Itu hanya salah satu dari sekian banyak kejahilan yang dilakukan Paulus. Kendati dikenal sebagai anak yang jahil di kalangan teman-temannya, namun untuk soal pelajaran, Paulus selalu langganan menjadi juara pertama di kelas. Tahun 1991, setamatnya dari SMP Don Bosco Sorong, Paulus hijrah ke Bandung dan bersekolah di SMA Taruna Bakti Bandung. Di kota Kembang itu, Paulus mendapat seorang ayah angkat bernama Stanley Dewanto sekaligus menjadi guru matematikanya. Bagi Paulus, Stanley Dewanto bukan hanya sebatas ayah angkat yang mendukungnya secara moril melainkan juga sebagai figur orangtua yang bertanggung jawab akan kehidupannya bahkan membiayai pendidikannya saat ayah biologisnya tak lagi mengirimkan uang untuknya.
Setelah menempuh pendidikan di SMA Taruna Bakti, pengarang buku “First Step to be An Entrepreneur” ini melanjutkan kuliah di Universitas Katolik Parahyangan Bandung, jurusan ilmu Teknik Kimia. Sadar kalau dirinya bukanlah mahasiswa yang mampu dari segi finansial dan dia juga ingin belajar mandiri, maka ia menyambi pekerjaan sebagai calo fotocopy khusus untuk makalah kuliah dan text book bagi teman-teman sekelasnya. Di waktu luangnya, ia gunakan juga untuk memberikan les privat kepada anak-anak SMA untuk mata pelajaran Fisika, Kimia dan Matematika.
Paulus selain pintar dalam ilmu eksakta, juga hobi menulis. Maka saat Majalah Berita Mingguan Gatra membuka lowongan untuk magang, tanpa berpikir dua kali, Paulus langsung mengambil kesempatan tersebut. Padahal di waktu bersamaan, Paulus diwajibkan untuk ke Jogja mengambil kerja praktek selama sebulan sebagai salah satu bagian dari tugas akhir dalam studinya. Karena keterbatasan dana akhirnya ia memutuskan untuk ikut dalam program magang di Majalah Gatra selama liburan semester. Selama magang Paulus tinggal menumpang di salah satu rumah kerabatnya di Jakarta. Singkat cerita, baru beberapa minggu magang, rupanya motivator kelahiran Sorong, 17 Agustus 1975 ini makin mencintai dunia jurnalistik. Sejak saat itu, ia putuskan untuk berkarir di dunia pemberitaan hingga 4 tahun lamanya.
Meskipun ayah dua anak ini kepincut hatinya pada dunia jurnalistik, namun ia tak bisa mengabaikan studinya yang selama ini ditinggalkannya. Maka demi mendapatkan gelar sarjana, Paulus memutuskan untuk menyelesaikan tugas akhirnya di sebuah pabrik di Bandung. Akhirnya ia lulus dengan predikat memuaskan.
Setelah tidak lagi menjadi seorang jurnalis, suami dari Maria Trifa Ermawati ini mencoba peruntungannya dengan bekerja sebagai Head of Communication and Corporate Development di The Big Price Cut Group yakni salah satu kelompok usaha Factory Outlet terbesar di Bandung. Tak lama di situ, pemegang dua rekor MURI ini hijrah ke PT. Emslanindo Prama (EPM) dan duduk sebagai Manager Pemasaran kartu HALO. Namun, Paulus hanya bertahan beberapa bulan dan justru diberi modal oleh salah satu bosnya untuk membuka toko handphone dengan pola bagi hasil.
Lewat usahanya tersebut, Paulus mendapatkan keuntungan yang cukup lumayan atau bisa dibilang melebihi gaji sarjana saat itu. Akan tetapi, baru 4 bulan usahanya berjalan, Paulus mengalami pergumulan batin. “Entah mengapa saya merasa itu bukan bidang saya meskipun keuntungannya sangat lumayan,” jelas Paulus. Demi menenteramkan batinnya di tengah pergumulannya itu, pria yang mendapat julukan manusia kompleks ini akhirnya berdoa mencoba meminta jalan keluar kepada Sang Penjunan. “Saya mendengar dengan jelas sebuah kalimat di hati ini bahwa harus berbuat sesuatu untuk negeri ini,” tambahnya.
Hikmat dari Tuhan diyakini Paulus sebagai sebuah jawaban yang tepat dan diwujudkannya dengan menulis buku untuk memotivasi anak-anak muda berwiraswasta. Bagi Paulus sendiri, hal ini dirasa baik mengingat begitu banyaknya jumlah pengangguran di negeri ini termasuk para sarjana. Selain itu, ia sangat percaya itu adalah suara Tuhan. Sebab secara pribadi, dirinya sama sekali tidak berambisi untuk menulis buku, apalagi buku bisnis sebab latar belakang pendidikannya adalah teknik kimia.
Atas dukungan semua pihak tak terkecuali dari istri dan anak-anaknya maka lewat kerja keras dan perjuangan yang panjang termasuk harus merasakan penolakan berkali-kali dari penerbit Elex Media Komputindo (Gramedia Group) akhirnya buku pertamanya berjudul “First Step to be An Entrepreneur” berhasil diterbitkan.
Yang menarik, bukunya itu menjadi best seller setelah 20 hari diluncurkan dan mengalami beberapa kali cetak ulang. Sejak saat itu, Paulus mengaku mendapat undangan sebagai pembicara di Universitas Brawijaya, Malang dan Bank Niaga. Dari situ berbagai tawaran pun terus menghampirinya sehingga Paulus yang tadinya dikenal sebagai penulis mulai dijuluki sebagai motivator juga. “Akhirnya saya tahu dan menyadari bahwa talenta terbesar saya adalah menulis dan mengajar, itu adalah passion saya,” katanya bangga. Untuk menunjang profesi yang digelutinya itu maka pria berkacamata ini mendalami bidang kepemimpinan melalui EQUIP, USA (lembaga non-profit yang didirikan oleh guru kepemimpinan, Dr. John C. Maxwell). Selain disertifikasi sebagai EQUIP leadership trainer, Paulus juga menjadi Coach, Teacher, Speaker John Maxwell Team (johnmaxwellgroup.com).
Pada Maret 2004 saat dirinya meluncurkan buku di sebuah toko buku di bilangan Jakarta Selatan, Paulus mengundang salah satu sahabatnya bernama Eddy Efendy, seorang pengusaha tour and travel ternama di negeri ini. Pada saat itu, terlontar sebuah ide menarik sekaligus langka, yakni mengadakan seminar di angkasa. Bak gayung bersambut, Eddy pun menyambut positif gagasan tersebut. Bersama sahabatnya itu, Paulus merancang rencana tersebut selama 13 bulan. Lewat perjuangan yang panjang dan kerja keras akhirnya berbuah manis. Tepat pada 4 April 2005, seminar dan peluncuran buku di angkasa akhirnya terwujud dalam penerbangan Internasional Jakarta-Bangkok. Acara tersebut tak cuma pertama di dunia tapi langsung dicatat dalam rekor MURI (Museum Rekor Indonesia).
Di tengah boomingnya dunia motivator, masih banyak yang belum menyadari arti dari motivasi itu sendiri. Menurut Paulus, banyak orang yang tidak maju dikarenakan pola pikir atau mindset yang keliru. Namun di sisi lain, juga jangan menunggu datangnya orang lain termasuk motivator untuk memotivasi sebab hal itu bukan sikap yang bijak bahkan bisa menimbulkan kecanduan di mana masa depan seharusnya menjadi tanggung jawab masing-masing individu. “Saya kerap mengatakan bahwa motivasi tertinggi adalah kasih. Saint John pernah berkata, di dalam kasih tidak ada ketakutan ; kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan maka ada istilah do what you love and love what you do. Itulah yang disebut passion yang merupakan motivasi internal yang sangat kuat,” terang Paulus.
Salah satu pikiran John Maxwell yang menjadi prinsip Paulus adalah true success is having those closest to you love and respect you the most.
Sebagai contoh dalam motivasi kerja, jika masih samar-samar carilah seseorang yang anda kasihi dan persembahkan karya untuknya. Makanya salah satu hal yang terpenting adalah untuk siapa kita bekerja? Bukankah untuk diri sendiri dan orang-orang yang kita kasihi yaitu keluarga. Bagi Paulus sendiri sumber inspirasinya dalam memotivasi orang lain adalah berdasarkan pengalaman hidup sendiri, pengalaman orang lain atau tokoh-tokoh sejarah (termasuk tokoh-tokoh dalam kitab suci). “Namun saya selalu berusaha untuk tidak menulis hal yang tidak saya lakukan atau saya yakini pertanggungjawabannya berat sekali. Sebab untuk saya, tantangan terbesar bagi penulis dan pengajar adalah walk the talk,” tukasnya.
Memang tidak dipungkiri dunia motivasi saat ini sangat dibutuhkan ketimbang jaman dahulu. Hal itu terjadi karena anak-anak sekarang umumnya lebih manja sebab banyak hal bisa diperoleh secara instan dan teknologi sangat membantu sehingga membuat orang menjadi terlena. Misalnya dalam hal pencarian data. Orang cukup membuka Google tanpa harus ke toko buku atau perpustakaan. Maka tidak mengherankan jika pada akhirnya semangat juang pun jadi menurun. Oleh karena itu, ada benarnya juga pepatah yang mengatakan, “Orang yang kepepet bisa jadi kreatif”. Manusia harus mau berubah ke arah yang lebih baik agar hidupnya menjadi lebih baik namun semua itu tidak bisa dilakukan dengan mengandalkan kekuatan diri sendiri. “Kita ini serba terbatas namun Tuhan tidak terbatas. Selain itu kita harus mau bekerja sama dengan orang lain (tentu orang yang tepat yang bisa mendukung ke arah yang lebih positif). Tidak ada prestasi besar yang bisa dicapai seorang diri,” ujar Paulus.
Bisa dibilang dengan alasan itulah maka motivator yang juga penulis lepas di berbagai media ini merasa bahwa bisa memberikan motivasi kepada orang lain membuat hidup jadi kian indah dan bermakna. Bahkan bisa membantu orang lain untuk menjadi lebih baik itu sebuah anugerah sekaligus kesempatan langka. Makanya bagi penulis buku The Power of Hope ini tak selamanya mematok nominal saat dirinya diminta untuk menjadi pembicara. Justru sebagian besar ia berikan ke lembaga non-profit. ” Saya dan kawan-kawan punya satu lembaga training non-profit bernama House of Talent (HOT Ministry). Kami tidak pernah mengambil keuntungan dari lembaga ini satu rupiah pun. Digaji pun tidak tapi kami sangat menikmati sekali,” katanya tersenyum.
Sistem subsidi silang yang diberlakukan dalam lembaga yang didirikannya bersama 3 rekannya tersebut memang mampu menopang biaya operasional yang ada. Makin terbukti jika kegiatannya sebagai motivator bukan karena uang semata sebab dari buku yang ditulisnya hanya mendapatkan royalty sebesar 10% dari harga jual buku. Itu pun belum kena pajak penghasilan sebesar 15%. Menurut Paulus, dirinya menulis buku tidak untuk menjadi kaya tetapi lebih untuk berbagi ilmu atau pengalaman dan sebagai bagian legacy bagi anak-anaknya.
Di sisi lain ia sangat bahagia jika dari buku yang ditulisnya atau seminar/training yang diberikannya menuai respon positif tak hanya dari ratusan melainkan ribuan orang. Pernah seorang ibu muda dari Purwokerto gagal bunuh diri setelah membaca buku Paulus berjudul “Melangkah Maju di Masa Sulit”. Ada juga salah satu pengusaha asal Surabaya, semangatnya kembali bangkit dari usahanya yang bangkrut setelah membaca buku berjudul “The Greatest Motivation”.
Keberhasilannya sebagai motivator tentulah berdampak pada sejumlah tawaran di berbagai tempat. Kendati demikian, bukan berarti segala undangan untuk menjadi pembicara diterima begitu saja. Misalnya, ia berani menolak mentah-mentah proyek-proyek training yang sifatnya harus memberikan gratifikasi kepada bagian SDM. Gara-gara penolakan tersebut ada nada sumbang yang kurang mengenakkan hati namun hal itu sama sekali tidak digubris oleh Paulus dan timnya. “Setidaknya saya dan kawan-kawan berusaha untuk tidak membohongi hati nurani kami sendiri,” tegasnya.
Tentu saja semua itu bisa terjadi karena Tuhan memampukan itu. “Saya semakin merasa rendah hati ketika menyadari semua ini. Kadang ada perasaan tidak pantas mendapatkan kehormatan seperti ini dari Sang Pemilik Kehidupan,” kata Paulus yang mengutip pernyataan Ibu Teresa bahwa Aku tidak berpikir bahwa aku mempunyai sifat istimewa. Aku tidak mengklaim setiap karya itu sebagai karyaku. Semua itu adalah karya Tuhan. Aku hanyalah seperti pensil kecil dalam tangan-Nya. Dialah pemikirnya. Dialah penulisnya. Pensil tidak dapat melakukan apapun tanpa-Nya. Pensil hanya mengikuti untuk digunakan.
Maka tak mengherankan jika Pakar Marketing, Hermawan Kartajaya menjulukinya “Manusia Kompleks”. Dilihat dari asal-usul julukan tersebut Paulus mengisahkan, tahun 2001 saat dirinya hadir dalam salah satu seminar tentang selling yang diadakan oleh Hermawan Kartajaya dibagikan sebuah kuesioner tentang 4 tipe customer (director, emotive, reflective dan supportive). Ternyata dirinya berada di titik 0.0. Artinya ia bisa sangat fleksibel, ia bisa jadi director, emotive, reflective atau supportive.
Lewat profesi yang digelutinya itu bisa dibilang nama Paulus Winarto semakin bersinar. Karir yang dibangunnya sekian lama tentu saja tak lepas dari campur tangan Tuhan dan keluarga tercinta. Bagi Paulus, istrinya Maria Trifa Ermawati adalah motivatornya selain juga John Maxwell yang menjadi mentornya. Salah satu pikiran John Maxwell yang menjadi prinsip Paulus adalah true success is having those closest to you love and respect you the most.
Maka untuk Paulus, harta yang paling berharga adalah keluarga. Walaupun ia sering bepergian ke luar kotanamun tetap membatasi diri untuk pergi meninggalkan rumah maksimal 7 hari dalam sebulan. Oleh karena itu, ia kerap mengajak anak dan istrinya untuk menemaninya kala ada panggilan sebagai pembicara ke luar kota. Untuk menciptakan keluarga bahagia ia berpatokan pada Firman Tuhan. “Firman Tuhan adalah dasar kami melangkah meski masih dalam tahap belajar agar bisa lebih setia dan taat. Kami juga merasa beruntung memiliki banyak sahabat dan mentor yang takut akan Tuhan sehingga hidup mereka menjadi inspirasi dan teladan keluarga kami,” terangnya.
Hal itu juga berlaku dalam mendidik dua buah hatinya dimana Paulus selalu mengajarkan tentang kejujuran dan keterbukaan. Hal itu diajarkannya lewat keteladanan. Misalnya saja Paulus mendisiplinkan diri untuk tidak pernah berbohong kepada anak-anaknya serta tidak menghukum anak-anaknya ketika mereka jujur. Contohnya, saat Paulus masuk ke toilet ternyata dirinya mencium bau pesing. Ia kemudian bertanya, “Siapa yang kencing nggak disiram?” Salah satu anaknya langsung mengangkat tangan. Ia langsung menyuruh anaknya itu untuk masuk toilet dan menyiramnya. Sambil mengacungkan jempol ia katakan, “Bagus!” Paulus sangat menghargai kejujuran buah hatinya. Selain itu Paulus juga mengajarkan kepada dua buah hatinya tanggung jawab mulai dari hal-hal kecil seperti membereskan tempat tidur setelah bangun. Ia dan istri pun menerapkan sikap untuk saling meminta maaf jika melakukan kesalahan.
Jika dilihat dari latar belakang keluarga, Paulus memang bukan dari keluarga yang utuh. Namun, sebisa mungkin ia berusaha untuk menjadi ayah yang baik bagi ke dua buah hatinya. “Kalau dari orangtua kandung mungkin amat sedikit sebab mereka bercerai dan praktis hanya tinggal sama orangtua kandung selama SMP. Namun yang saya ingat adalah ayah termasuk sosok yang disiplin, tegas dan memegang kuat prinsip. Barangkali ini hal positif yang saya dapat dari beliau,” ungkap Paulus yang juga mendapat pengajaran untuk saling mengasihi sesama dari kakek dan neneknya. Sedangkan ayah angkatnya yang juga adalah guru matematikanya justru mengajarinya soal kehidupan di mana nilai-nilai kejujuran dan keterbukaan telah diajarkan sejak dini. Selain ia menangkap bahwa potret ayahnya tersebut tidak otoriter dan siap untuk selalu berdialog.
Bagi Paulus apa yang telah dicapainya saat ini bagian dari kesuksesannya. Namun, arti sukses untuknya bukan diukur oleh materi atau hal-hal secara harafiah saja melainkan bisa membantu orang lain adalah kesempatan dan kehormatan, tentu saja lewat pekerjaan yang ditekuninya sekarang ini. Sebagai manusia tentu saja masih ada obsesi yang belum kesampaian. Begitu pula dengan Paulus dimana pertama ia bercita-cita bisa membangun gereja dan masjid saling berhadapan di sebuah kota kecil atau desa. Bangunan tersebut tidak hanya secara fisik akan tetapi orang-orangnya yang hidup di situ juga saling menyayangi sebagai sesama manusia.
Kedua, ingin menyekolahkan 3000 anak tidak mampu. Sedangkan mengenai pekerjaannya, ia berharap akan terus mengabdikan hidupnya untuk orang banyak sampai Tuhan memanggilnya pulang. Selain itu, ia rindu melihat Indonesia menjadi lebih baik, bebas korupsi dan makmur rakyatnya. “Walaupun hal itu butuh waktu 100 tahun dan mungkin saya tak bisa lagi melihat dan merasakan keadaan tersebut,” papar pria yang ingin menjadi teladan bagi keluarga dan mahasiswanya ini. Bio TokohIndonesia.com | bety bahagianty, red