Pendamping Kapolri Ideal
Nanan Soekarna
[DIREKTORI] Komjen Nanan Soekarna adalah Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Peraih gelar Adhy Makayasa, lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1978 ini dikenal memiliki komitmen, tegas dan anti praktik KKN. Peraih Satya Lencana PBB ini, membuktikannya saat menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Barat dengan gebrakan memasangkan pin “Saya Anti KKN” bagi setiap anggotanya.
Sebelumnya pria kelahiran Purwakarta, Jawa Barat, 30 Juli 1955 yang pernah menjabat dua kali sebagai kapolda, Kapolda Kalimantan Barat dan Kapolda Sumatera Utara ini sempat di calonkan menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri pada 2010. Yang akhirnya jatuh ke tangan koleganya Timur Pradopo. Baik Jenderal Timur Pradopo dan Nanan Soekarno dikenal sama-sama lulusan Akademi Kepolisian pada tahun 1978. Nanan saat itu meraih gelar lulusan terbaik (Adhy Makayasa).
Terpilihnya pria berkacamata yang pernah di sebut-sebut bakal diproyeksikan sebagai Kapolri masa depan yang juga istri Yatty Suprapti, ini dinilai sangat realitis karena memiliki potensi serta rekam jejak yang baik selama mengemban berbagai jabatan di kesatuannya. Memiliki sikap yang tegas. Nanan dinilai mampu menjembatani institusinya untuk khususnya dalam hal komunikasi dengan berbagai pihak. Hal ini sudah dibuktikannya ketika menjabat sebagai Kepala Divisi Humas Mabes Polri. Saat kasus yang menimpa institusi kepolisian yang terkenal dengan kasus Cicak Vs Buaya. Nanan pasang badan meladeni serangan pertanyaan para wartawan. Begitu juga dengan isu-isu lainnya seputar kasus terorisme ia memberikan penjelasan yang jelas ketika menjawab pertanyaan para wartawan.
Oleh karenanya Nanan dinilai sebagai sosok yang tepat sebagai pendamping untuk memperkuat gaya dan manajemen kepemimpinan Kapolri yang lembut, rendah hati namun tetap strategis. Kedua pemimpin kesatuan Bhayangkara ini diharapkan mampu mempresentasikan kesatuan kepemimpinan serta merealisasikan dan menghadirkan paradigma polisi sipil (civilian police) sesuai kebutuhan masyarakat sipil. Selain itu, polri memiliki peranan untuk mendukung tumbuhnya tata kepemerintahan yang baik di Indonesia.
Seusai pelantikan Nanan Soekarna pada 1 Maret 2010 yang dilakukan di Rupatama Mabes Polri oleh Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Nanan sebagai Wakapolri, diharapkan senantiasa mengedepankan kredibilitas, integritas, dan komitmennya khusus dalam menjalankan program revitalisasi kepolisian. Yakni penguatan institusi dengan melakukan revitalisasi birokrasi, menciptakan inovasi dan kreatif dalam menyelesaikan dan menghadapi berbagai permasalahan. Serta melakukan perubahan pola pikir personel polisi agar betul-betul menjadi pengayom dan pelindung masyarakat. Guna mewujudkan pelayanan prima dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada kepolisian.
Menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Barat pada tahun 2006, peraih Satya Lencana PBB (UN) ini pernah membuat sebuah gebrakan dengan memasangkan pin “Saya Anti KKN” yang di taruh di dada bagi setiap anggota Polda Kalbar. Pada saat ia menjabat sebagai Kapolda di sana sedang marak pembalakan hutan. Nanan terbilang berhasil menghentikan illegal logging. Bahkan selama ia menjadi pejabat di sana, nyaris pembalakan hutan tidak terdengar.
Anti KKN
Ketika menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Barat pada tahun 2006, peraih Satya Lencana PBB (UN) ini pernah membuat sebuah gebrakan dengan memasangkan pin “Saya Anti KKN” yang di taruh di dada bagi setiap anggota Polda Kalbar. Pada saat ia menjabat sebagai Kapolda, di sana sedang marak pembalakan hutan. Nanan pada saat itu berhasil menghentikan illegal logging. Bahkan selama ia menjabat di sana, nyaris pembalakan hutan tidak terdengar.
Dua tahun ia mejabat sebagai Kapolda di Kalbar ia kemudian ditarik ke Mabes sebagai staf ahli Kapolri bidang sosial politik dalam kurun waktu yang hampir sama selama dua tahun. Setelah itu pada 27 Agustus 2008 Nanan diserahi jabatan sebagai Kapolda Sumut. Namun di tengah perjalanan karir Nanan, insiden demo maut di Sumatera Utara yang berujung pada meninggalnya Ketua DPRD Sumatera Utara Abdul Aziz Angkat yang tewas setelah dikeroyok demonstran, pendukung pembentukan Provinsi Tapanuli. Mencederai karirnya yang sedang cemerlang.
Tidak lama pasca kejadian tersebut, Nanan kembali di tarik ke Jakarta pada Februari 2009. Di Mabes Polri ia menjabat sebagai staf ahli yang dijabatnya hanya beberapa bulan, lalu kemudian diangkat menjadi Kadiv Humas, pada Juni 2009. Dan pada saat ia menjadi Kadiv Humas, di tengah gempuran masyarakat terhadap kepolisian akibat isu perseteruan KPK dan Polri. Polri dinilai berupaya untuk melemahkan keberadaan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai institusi untuk memerangi korupsi. Meski institusinya sedang dipojokkan, Nanan malah menunjukkan sikap simpatiknya kepada KPK. Nanan yang kala itu sempat muncul di televisi mengenakan pita hitam sebagai bentuk dukungannya kepada KPK. Hal ini juga dilakukannya mengingat ratusan anggota kepolisian menjadi bagian KPK ikut bekerja membantu KPK memberantas korupsi.
Selain itu bentuk dukungan lainnya juga diperlihatkan Nanan untuk mendukung KPK. Sebagai pejabat publik penyelenggara negara pada 24 Februari 2011, ia mendatangi KPK mengembalikan sejumlah uang hasil kondangan pernikahan anaknya yang mencapai Rp 300 juta yang dinilai sebagai bentuk gratifikasi. Hal itu dilakukan Nanan karena merasa berkewajiban untuk melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Menurut Kapolres Metro Jakarta Timur (1996-1997) ini, siapa saja penyelenggara negara mesti dengan penuh kesadaran sendiri mengembalikan apa saja pemberian yang tidak dibenarkan. e-ti | Hot Tsan, red