Rindu Indonesia Jaya

Franky Sahilatua
 
0
561
Franky Sahilatua
Franky Sahilatua | Tokoh.ID

[DIREKTORI] OBITUARI: Kejayaan Indonesia, itulah kerinduan yang terpatri dalam sanubari penerima penghargaan Lifetime Achievement Award ini atas perannya di dunia musik Indonesia selama tiga dekade. Musikalitas pencipta lagu abadi, Orang Pinggiran, Perahu Retak, dan Kemesraan ini tidak lagi menghamba pada pasar, tapi mengajak orang untuk berpikir tentang nasib bangsa ini.

Pria bernama lengkap Franklin Hubert Sahilatua ini lahir di Surabaya, 16 Agustus 1953. Tak seperti kebanyakan musisi yang menyadari bakat bermusiknya sejak kecil, Franky justru mengaku tak pernah bercita-cita terjun ke dunia musik. Jika sekarang ia dikenal sebagai musisi semuanya tak lebih karena faktor ketidaksengajaan.

Semua bermula saat ia masih berstatus pelajar SMA Pemuda, Surabaya. Kala itu ia didaulat menjadi panitia perpisahan sekolah, namun karena keterbatasan dana, Franky pun bingung membuat konsep acara. Meski terbentur masalah biaya, ia tak ingin membuat acara yang hanya berisi pidato dan kangen-kangenan saja. Ia juga berusaha memenuhi keinginan teman-temannya agar acara itu menjadi menarik dan tidak membosankan.

Hingga pada akhirnya, seorang teman menyarankannya agar tampil menyanyi dalam acara tersebut. Mendengar saran sang teman, Franky yang bingung semakin bertambah bingung, pasalnya ia belum pernah menyanyi sebelumnya apalagi di hadapan orang banyak.

Namun karena terus didesak teman-temannya, pria berdarah Ambon ini mulai memberanikan diri. Tanpa diduga, penampilan perdana Franky di atas pentas yang ketika itu membawakan lagu-lagu John Denver mendapat sambutan meriah. Seketika itu pula, kepercayaan dirinya mulai tumbuh. Franky malah jadi ketagihan. Setelah tampil dalam acara perpisahan ia kemudian mengisi acara inagurasi. Sejak saat itu Franky menjadi penyanyi kebanggaan SMA Pemuda. Selain di sekolahnya sendiri, ia juga kerap tampil bernyanyi di sekolah-sekolah lain.

Menginjak usia 21 tahun, anak ke 3 dari 7 bersaudara ini meninggalkan kota kelahirannya untuk mengadu nasib ke Jakarta. Harapannya, tentu saja agar suatu saat bisa masuk dapur rekaman. Dari satu panggung ke panggung lain, Franky mendendangkan lagu-lagu ciptaannya sendiri. Tak terasa jam terbangnya sebagai penyanyi amatir semakin tinggi. Tuhan menjawab doa Franky seiring datangnya tawaran untuk rekaman. Namun rupanya keberuntungan masih enggan berpihak pada ayah dua anak ini.

Kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda, pepatah itu amat menggambarkan kisah Franky Sahilatua di masa awal perjuangannya menembus dunia tarik suara sebagai penyanyi profesional. Meski sempat terjegal, ia tak langsung putus asa, kegigihan dan kesabaran yang senantiasa dipupuknya akhirnya berbuah manis.

Impiannya merekam suara indahnya dalam album baru terlaksana saat mendapat kepercayaan untuk menyanyikan lagu soundtrack film Ali Topan Anak Jalanan. Dari lagu itulah, ia mulai banyak dikenal orang, tawaran manggung pun mulai berdatangan.

Sebelum dikenal sebagai penyanyi solo, di awal karirnya Franky tampil bersama sang adik, Jane Sahilatua, dan membuat grup duet Franky & Jane. Pasangan kakak beradik itu amat terkenal di medio tahun 70-an hingga penghujung tahun 80-an. Keduanya berhasil menelurkan 15 album sepanjang karir mereka.

Sama seperti awal karirnya yang dimulai secara tak sengaja, begitu pun kolaborasinya dengan Jane. Franky mengurai cerita sejarah terbentuknya Franky & Jane yang dimulai tahun 1974. Kala itu Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya memintanya untuk jadi penyanyi pembuka Trio Bimbo, yang saat itu sangat populer. Waktu itu suami Herwanti Ningrum ini punya grup sendiri dengan dua vokalis.

Advertisement

Namun, tiga hari menjelang hari H, tandemnya di grup tersebut berhalangan hadir. Tentu saja Franky dibuat pusing karena ia harus mencari penggantinya dengan cepat. Dua hari mencari tak kunjung ada pengganti, ia mulai dihinggapi rasa putus asa. Namun kegundahannya itu seketika sirna saat mendengar Jane bersenandung. Suara sang adik yang dirasanya cukup merdu akhirnya membuat Franky tanpa pikir panjang lagi mengajak Jane untuk latihan. Tak disangka duet dadakannya dengan Jane mendapat sambutan yang sangat bagus, tak kalah meriah dengan Bimbo.

Kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda, pepatah itu amat menggambarkan kisah Franky Sahilatua di masa awal perjuangannya menembus dunia tarik suara sebagai penyanyi profesional. Meski sempat terjegal, ia tak langsung putus asa, kegigihan dan kesabaran yang senantiasa dipupuknya akhirnya berbuah manis.

Akhirnya duet itu terus berlanjut hingga menghasilkan banyak album dan menelurkan beberapa hits, seperti Gadis Kebaya, Bis Kota, dan Musim Bunga. Dalam bermusik Franky dan Jane juga memiliki kesamaan komitmen, yakni mengusung lagu-lagu yang bertema alam. Karena bagi keduanya, alam selalu melahirkan inspirasi yang tak pernah habis.

Tahun 1983, Jane mengakhiri masa lajangnya. Karena ingin fokus mengurus keluarga, ia pun mundur dari dunia tarik suara. Sepeninggal adiknya, Franky Sahilatua mulai merintis karirnya di jalur solo.Haluan bermusik Franky mulai mengalami perubahan. Ia kemudian lebih konsentrasi pada lagu-lagu yang bertemakan kritik sosial sebagai medianya untuk menghibur sekaligus mencerdaskan rakyat. Franky menyebut keadaanlah yang membuatnya banting stir.

Franky mengatakan, sekarang ia jadi pemerhati bangsa. Ia kerap diundang beberapa partai politik dan kalangan mahasiswa untuk tampil di kampus. “Sekarang kesibukan saya untuk nafas pergerakan,” katanya yang merasa anti-bintang. Sebab ia menilai lebih susah untuk menjadi orang biasa. “Makanya cita-cita saya menjadi orang sederhana,” kata sutradara video klip Orang Pinggiran, Perahu Retak, Menangis dan beberapa lagu Leo Kristi itu.

Meski kerap bersentuhan dengan partai, ia mengaku tidak berpartai. “Karena banyak orang yang berpartai tapi tidak berpolitik, tapi berdagang,” demikian Franky mengungkapkan idealismenya seperti dikutip dari situs koran jakarta.

Kepeduliannya pada bangsa dan sekelilingnya kemudian dituangkan pada lirik-lirik lagunya. Seperti yang terdapat pada lagu Bis Kota, jika dilihat dari segi estetis liriknya boleh dibilang tidak istimewa karena cenderung sederhana. Tapi justru kesederhanaan itu yang kemudian menjadi kekuatan seorang Franky Sahilatua.

Ia juga banyak terinspirasi dari kejadian menonjol di negeri ini, seperti saat terjadinya peristiwa 27 Juli. Dari insiden kelam itu lahirlah sebuah lagu berjudul Di Bawah Tiang Bendera. Lagu tersebut diciptakannya bersama Iwan Fals. Sepanjang karirnya Franky memang sering berkolaborasi dengan Iwan membawakan lagu yang bercerita tentang kehidupan sehari-hari seperti lagu “Terminal”, “Orang Pinggiran”, “Menangis”. Iwan juga dipercaya Franky membawakan Kemesraan, salah satu karyanya yang bisa dibilang abadi karena masih sering dinyanyikan hingga kini. Selain Iwan, ia juga pernah menggaet budayawan Emha Ainun Nadjib saat membawakan lagu “Perahu Retak”. Selain lewat lagu, Franky juga kerap ‘menyentil’ para penguasa dengan orasi-orasinya.

Kesibukannya menyuarakan jeritan ‘orang pinggiran’, membuatnya lalai menjaga kesehatan. Pertengahan Juli 2010, ia dilarikan ke Rumah Sakit Bintaro karena diduga menderita sakit batu ginjal. Namun dugaan awal itu meleset karena berdasarkan diagnosis dokter dua minggu setelah dirawat, Franky divonis menderita kanker sumsum tulang belakang. Untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik, Franky terpaksa dirujuk ke National University Hospital, Singapura. Jebolan Akademi Akuntansi Surabaya ini diharuskan menjalani serangkaian operasi dan kemoterapi demi menyembuhkan penyakitnya, yang tentunya menelan biaya yang tak sedikit. Karena kurangnya biaya, beberapa alat yang digunakan untuk merawat Franky harus dilepas.

Kabar miris tersebut mengetuk hati sejumlah seniman Tanah Air untuk menggalang dana guna meringankan penderitaan ayah dari Ken dan Hugo itu. Kemudian pada 12 Agustus 2010 atas inisiatif dari Glenn Fredly, Dwiki Darmawan, Ebiet G. Ade dan Garin Nugroho digelarlah malam dana Tribute to Franky Sahilatua di Bengkel Cafe, SCBD, Jakarta. Acara yang dihadiri para tokoh lintas profesi mulai dari politisi, aktor dan aktris, sampai sesama musisi ini berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp. 52.650.000, US$6420, dan 1050 dollar Singapura.

Dukungan tak hanya datang secara materil tapi juga moril. Kondisi kesehatan Franky membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersimpati. Pada 14 Agustus 2010, Akuat Supriyanto selaku Asisten Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana Alam mengunjungi Franky sekaligus membawa surat dari atasannya, Andi Arief, perihal dukungan Presiden untuk Franky.

Saat menjenguk Franky, Akuat mengungkapkan rasa salutnya pada musisi spesialis lagu-lagu balada itu. Menurut Akuat, meski terbaring sakit, Franky tetap memikirkan Indonesia. Bahkan, ia menangis ketika menyaksikan perayaan Hari Nasional Singapura, 9 Agustus 2010, dari tempat tidurnya. Wajah-wajah ceria rakyat Singapura dalam nuansa warna bendera merah putih seakan mengingatkannya akan mimpi mengenai kemakmuran rakyat Indonesia.

“Suasana seperti inilah yang aku inginkan untuk Indonesia. Sebuah perayaan kemerdekaan dalam kondisi makmur,” kata Akuat menirukan ucapan Franky seperti dikutip dari situs indonesiantunes.com.

Bagi Franky, perayaan Hari Kemerdekaan bukan semata dirayakan secara simbolis kenegaraan dengan mengibarkan bendera dan upacara, namun lebih dari itu harus ada kekuatan budaya lokal yang mengikutinya, sebagai ekspresi yang menandakan kegembiraan hidup dalam alam kemerdekaan.

Dukungan juga datang dari sebuah ajang penghargaan bertajuk SCTV Award. Pada Oktober 2010, Franky dinobatkan sebagai penerima penghargaan Lifetime Achievement Award atas semua perannya di dunia musik Indonesia. Besar harapan pihak penyelenggara, penghargaan tersebut dapat menumbuhkan semangat dalam diri Franky untuk sembuh dan kembali berkarya.

Manusia boleh berencana namun Tuhan jua yang berkehendak. Setelah menjalani perawatan di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Franky Sahilatua meninggal dunia pada Rabu (20/4/2011) sekira pukul 15.15. Sejak masuk rumah sakit pada 16 April 2011, ia sudah tak sadarkan diri dan dirawat di ruang ICU. Jenazah Franky Sahilatua dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, pada Jumat, 22 April 2011. Menurut Markus Murtijo (77), penatua jemaat Gereja Saksi Yehuwa, jenazah sebelum diberangkatkan ke TPU Tanah Kusir, pada pukul 14.00 WIB, lebih dulu diawali khotbah pemakaman pukul 13.00 WIB, di rumah duka. eti | muli, red

Data Singkat
Franky Sahilatua, Penyanyi, pencipta lagu / Rindu Indonesia Jaya | Direktori | Penyanyi, aktivis, kritik sosial, balada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini