Siap Pimpin Aceh
Muhammad Nazar
[DIREKTORI] Muhammad Nazar ingin mengawal perdamaian di Aceh dengan pembangunan bersemangat kearifan agama dan budaya yang dibingkai dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kepercayaan masyarakat, dukungan dari para ulama Aceh dan partai politik, Muhammad Nazar bersama Nova Iriansyah siap memimpin Aceh dengan empat misi dan empat strategi pembangunan.
Wakil Gubernur Aceh termuda periode 2006-2012 yang juga aktif sebagai Ketua Pramuka Provinsi NAD ini, maju sebagai calon gubernur Aceh dalam Pilkada yang dilangsungkan pada 9 April 2012. Nazar yang berpasangan dengan Ir. Nova Iriansyah, kader Partai Demokrat anggota Komisi V DPR RI, merasa yakin bisa memenangkan Pilkada Aceh. Ia mendapat dukungan penuh dari masyarakat, tokoh ulama, dan dukungan dari beberapa partai besar seperti Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai lokal SIRA dan partai-partai kecil lainnya.
Pengalamannya sebagai Wakil Gubernur Aceh (2006-2012) membuat ia merasa mampu untuk berbuat lebih banyak bagi masyarakat Aceh pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Ia sudah berpengalaman membangun komunikasi politik dengan parlemen, merancang anggaran dan aturan-aturan lokal. Jebolan IAIN Ar Raniry Darussalam Banda Aceh ini juga aktif membangun komunikasi dengan pemerintah pusat, berdialog dengan DPR, mengikuti rapat-rapat nasional, baik dengan presiden ataupun para menteri dalam rangka membangun Aceh.
Muhammad Nazar sangat memahami filosofi bernegara di Aceh dimana ulama dan umara harus menyatu sebagai prasyarat dalam doktrin Islam, Waiti Allah, waiti rasull, waili amritu, ikut, taat, patuh kepada Tuhan, kepada rasul dan para pewaris rasul dalam hal ini, para ulama. Selama pemimpin tidak menentang agama, mereka patut mendapat dukungan. Oleh sebab itu, kaum ulama mendukung Nazar karena dipandang sebagai pemimpin yang beragama dan memiliki akhlak sosial yang baik.
Kemampuannya berkomunikasi dengan masyarakat, TNI/Polri, dan pemerintah pusat merupakan modal dasar yang sangat penting untuk menjaga dan mempertahankan perdamaian di Aceh pasca penandatanganan perjanjian Helsinki. Nazar ingin memimpin dan membangun Aceh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ia juga berkomitmen untuk terus berjuang demi kemajuan Aceh, menjalankan Otonomi Khusus (Otsus) yang dirancang khusus untuk Nanggroe Aceh Darussalam agar bisa lebih sejahtera dan demokratis.
Dukungan dari kaum ulama juga menjadi modal besar bagi Nazar dan Nova sebagai calon gubernur dan wakil gubernur karena kaum ulama sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Aceh. Latar belakang Nazar yang dibesarkan dalam keluarga ulama membuat ia memiliki kedekatan hubungan emosional dengan para ulama.
Muhammad Nazar sangat memahami filosofi bernegara di Aceh dimana ulama dan umara harus menyatu sebagai prasyarat dalam doktrin Islam, Waiti Allah, waiti rasull, waili amritu, ikut, taat, patuh kepada Tuhan, kepada rasul dan para pewaris rasul dalam hal ini, para ulama. Selama pemimpin tidak menentang agama, mereka patut mendapat dukungan. Oleh sebab itu, kaum ulama mendukung Nazar karena dipandang sebagai pemimpin yang beragama dan memiliki akhlak sosial yang baik.
Sebagai pemimpin, Muhammad Nazar memang menaruh kepedulian yang tinggi terhadap pembangunan di bidang keagamaan. Pesantren yang dimasukkan secara khusus dalam UU Otonomi Aceh sudah mendapatkan porsi pembangunan yang cukup besar. Nazar turut membidani sejumlah pembangunan pesantren di Aceh, seperti di perbatasan dengan Sumatera Utara, Aceh Tenggara, Aceh Tamiyang, Sebuluh Salam, dan Singkil. Pesantren-pesantren itu didukung dengan program-program pendidikan berkelanjutan serta beasiswa kepada alumni pesantren yang mau melanjutkan sekolah.
Nazar juga membenahi manajemen pesantren agar lebih terbuka terhadap dunia luar, menjembatani dilakukannya dialog intercultural, antar peradaban. Tidaklah mengherankan bila banyak pesantren di Aceh yang sudah melakukan seminar-seminar internasional. Program-program seperti ini jugalah yang ingin terus ia kembangkan bila ia memimpin Aceh ke depan.
Nazar mengaku, dorongan kuat dari kaum ulama jualah yang membuat ia mau maju sebagai calon gubernur Aceh. “Karena kalau tidak didorong, saya tidak akan maju, saya akan lebih memilih bermain di tingkat politik nasional sebenarnya, apalagi usia saya masih muda. Tetapi saya diyakinkan ulama-ulama besar, saya tetap harus maju sebagai bentuk tanggung jawab menyelesaikan masalah transisi dan mengurus kembali,” katanya.
Sebenarnya pada Pilkada Aceh pertama tahun 2006, Muhammad Nazar berpasangan dengan Tgk. Nashiruddin ben Ahmad memenangkan bursa calon gubernur-calon wakil gubernur Aceh versi GAM-SIRA. Namun, para pimpinan GAM dari luar negeri dan beberapa elit mereka di Aceh menginginkan pasangan lain.
Karena situasi yang kurang kondusif, Tgk. Nashiruddin ben Ahmad akhirnya mengundurkan diri. Muhammad Nazar kemudian membuat skenario politik baru dengan mencari bakal calon gubernur lain tanpa konvensi GAM-SIRA. Yang ada hanya semacam konvensi SIRA yang didukung banyak mantan panglima GAM yang menetap di Aceh.
Setelah melalui berbagai perbedaan pandangan yang hampir memecah belah SIRA, akhirnya disepakati akan mengajak Irwandi Yusuf sebagai calon gubernur dan Muhammad Nazar sebagai wakilnya. Pada awalnya, Irwandi menolak karena merasa tidak berpengalaman dan sempat mengutarakan agar Nazar saja yang bekerja.
Praktis tiga tahun pertama, Nazar lebih dominan dalam memimpin pemerintahan. Ia terlibat penuh dalam visi dan misi serta program yang akan dijalankan. Ia juga hampir selalu terlibat dalam komunikasi pembahasan anggaran termasuk melaporkan pertanggungjawaban gubernur ke DPR.
Namun dua tahun sisa pemerintahan, Nazar mulai merasakan tidak ada lagi rasa kebersamaan dalam menjalankan roda pemerintahan bersama gubernur. “Dekat Pilkada, Pak Irwandi mulai berjalan sendiri, padahal waktu merencanakan bersama-sama. Seperti program JKA, cuma foto Irwandi saja di situ,” kata Nazar. Padahal Nazar ingin berpasangan lagi dengan Irwandi. “Padahal sudah saya ajak berpasangan kembali, tapi beliau tidak mau,” kata Nazar menyayangkan. Akhirnya Muhammad Nazar memilih untuk maju sendiri setelah lebih dulu mengomunikasikan keinginannya untuk maju sendiri kepada Irwandi Yusuf.
Kandidat Terkuat
Menurut sejumlah hasil survei independen dan partai, Muhammad Nazar dianggap sebagai kandidat terkuat dengan elektabilitas tinggi dibandingkan kandidat lainnya untuk memenangkan Pilkada Gubernur Aceh periode 2012-2017.
Diantaranya hasil survei yang dipublikasikan Tim Lembaga Penelitian Nusantara (LPN-FISIP UI) terhadap tingkat Elektabilitas Calon Gubernur Aceh 2012-2017 yang diumumkan di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh pada 27 Januari 2011. Menurut hasil survei yang dilakukan November-Desember 2010 itu, Muhammad Nazar berada dalam urutan pertama 38,84 %, kemudian Irwandi Yusuf 12,48%, Sulaiman Abda 7,25%, dan M. Nasir Jamil 7,25%.
Sedangkan Survei Occidental Research Institute (ORI) juga menempatkan Muhammad Nazar sebagai pemenang dengan memperoleh 45 persen dari 12.755 responden, diikuti Irwandi Yusuf menempati urutan kedua dengan 33 persen responden. Sementara calon lain jauh di bawah mereka.
Hasil survei ORI ini tidak jauh berbeda dengan survei yang dilakukan Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) di 23 Kabupaten/Kota di Aceh. Sebanyak 42 persen responden yang disurvei memilih Nazar sebagai calon gubernur mendatang. Sedangkan Irwandi Yusuf meraih 31 persen suara.
Jika hasil survei ini benar-benar terbukti, Muhammad Nazar sudah menyiapkan sejumlah obsesi, salah satunya membangun peradaban politik. Jika selama ini kandidat pemimpin daerah selalu dari pesisir utara Banda Aceh sampai ke Timur atau Barat ke Selatan maka sebagai tanggungjawab moralnya, Nazar akan mendorong adanya calon wakil gubernur dari Lintas Tengah Tenggara dimana untuk pertama kalinya dalam sejarah Aceh, suku Gayo menjadi cawagub. Di Aceh, suku Gayo merupakan suku kedua terbesar setelah suku Aceh pesisir.
Tidak hanya membangun peradaban politik, Nazar juga ingin membangun peradaban hukum, ekonomi, dan agama. Menyoroti tentang agama misalnya, Nazar ingin menampilkan imej Islam sebagaimana aslinya, rahmatan lil alamin. “Orang tidak takut, Islam tidak berwajah bengis,” kata Nazar.
Menurutnya, implementasi dari setiap agama itu, sangat tergantung pada masing-masing individu. Kalau orang Islam merepresentasikan agamanya keras, orang juga akan berpikir bahwa Islam itu keras. Oleh sebab itu, kuncinya menurut Nazar, bagaimana agar masing-masing orang merepresentasikan agamanya secara benar. “Kalau orang yakin dengan adanya Tuhan, ia tidak akan macam-macam, tidak bisa membunuh atas nama agama dengan sembarangan, inilah yang disebut dengan peradaban,” katanya.
Nazar juga melihat bahwa membangun peradaban harus memasukkan nilai kearifan agama, budaya, dan identitas bangsa. Ia memberikan contoh bahwa membangun jalan bukan sekadar menaruh aspal, tetapi bagaimana membangun jalan yang bagus, tata ruang, bentuk, modelnya, dan berkualitas. Sejauh ini, Nazar sudah berusaha membangun peradaban di Aceh dengan merintis sekolah penerbangan Aceh di tingkat SMK dan merintis pembangunan Institut Kesenian Aceh. Ia juga mendorong sekolah-sekolah lainnya untuk lebih maju seperti SMK dan Politeknik.
Dalam rangka menciptakan peradaban itu, Nazar melihat, negara harus dalam keadaan damai. Oleh sebab itu, ia berharap Pilkada Gubernur Aceh berlangsung aman, tertib dan damai. Kekerasan dan intimidasi di tingkat grass root yang terjadi di Pilkada sebelumnya, tidak boleh terjadi lagi. Partai-partai turut membangun peradaban politik yang sehat, jauh dari intervensi politik transaksional seperti politik uang dan tidak mempermasalahkan siapa yang menang.
Nazar yakin, hanya kekompakan dari semua elemen masyarakat Aceh jualah yang dapat membawa Aceh lebih maju. “Berikan kesempatan kepada Aceh dan masyarakatnya untuk terus membangun, hidup damai, dan berdemokrasi. Momentum menghadapi proses demokrasi Pemilukada 2012, mari semuanya mendukung pelaksanaannya agar tetap damai di Aceh, jangan ada yang ganggu,” kata dia. Penulis: atur-san-bety | Bio TokohIndonesia.com