Tak Henti Kritik Polisi

Neta S Pane
 
0
282
Neta S Pane
Neta S Pane | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) ini tidak segan-segan mengkritik bahkan membongkar aib kepolisian RI. Mulai dari kasak-kusuk pengisian jabatan di Polri hingga isu soal rekening gendut perwira Polri. Lewat IPW, ia ingin terus eksis mengawal kinerja kepolisian agar menjadi lembaga penegak hukum yang profesional, mandiri dan dekat dengan rakyat.

Di awal Februari 2012, Polri mendapat kritikan pedas dari Indonesia Police Watch (IPW). Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, mempertanyakan posisi Wakapolri Komjen Pol. Nanan Sukarna sebagai ketua umum Mobil Gede (Moge). Pantaskah polisi yang gajinya tidak besar itu punya moge berharga ratusan juta dan menjadi ketua organisasi moge? Posisi Nanan Sukarna itu sangat bertolak belakang dengan kecenderungan polisi yang sering mengeluh soal kesejahteraan.

Neta juga mengkritisi soal polisi lalulintas yang dijadikan ATM oleh sejumlah jenderal. Termasuk pula soal menurunnya wibawa Polri di mata masyarakat. Indikatornya bisa dilihat dari maraknya anggota Polri yang dianiaya oleh masyarakat. Menurut catatan IPW, selama Januari 2012 sudah terjadi 11 kasus anggota Polri dianiaya masyarakat.

Sebelumnya di tahun 2011, IPW pernah membuat geger Kepolisian RI. Neta S Pane menyebutkan ada lima perwira tinggi (Pati) Polri dan satu perwira Polri yang diduga menerima suap dari Gayus Tambunan – terpidana kasus mafia pajak yang menerima suap Rp 28 miliar dari perusahaan-perusahaan yang terkait perpajakan.

Akhir Juli 2011, Neta S Pane melalui IPW mengomentari tindakan Polri memeriksa Anas Urbaningrum di Mapolres Blitar pada Selasa (26/7) terkait laporan pencemaran nama baik dan fitnah yang disebarkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, melalui BlackBerry Messenger (BBM).

Menurut Neta S Pane, pemeriksaan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum di Mapolres Blitar menunjukkan bahwa Polri dipecundangi oleh partai politik. Hal ini juga makin menunjukkan Polri sudah terbelah dalam polarisasi politik antara pendukung Partai Demokrat dan kelompok yang anti Partai Demokrat. “Kasus ini menunjukkan bahwa Polri tidak independen dan tidak profesional,” kata Neta S Pane di Jakarta, Sabtu (30/7/2011).

Bicara soal kepolisian, pasti tidak lepas dari sosok bernama Neta S Pane. Nama “Neta” merupakan singkatan dari nama kedua orangtuanya. Ibunya bernama Tapi Rumondang Siregar dan ayahnya Endar Pane. Huruf awal ‘Ne’ diambil dari nama ayahnya “Pane” sedangkan ‘Ta’ dari nama ibunya, “Tapi”.

Sebelum aktif di Indonesia Police Watch (IPW), pria kelahiran Medan, 18 Agustus 1964 ini memulai karirnya di dunia jurnalistik sebagai reporter di Surat Kabar Harian (SKH) Merdeka di Jakarta pada tahun 1984. Selama kurang lebih tujuh tahun, Neta menapaki karirnya hingga menjadi Redaktur Pelaksana (Redpel) di tahun 1991.

Keluar dari Harian Merdeka, Neta sempat menjadi asisten Redpel di Harian Terbit di Jakarta pada tahun 1993 lalu menjadi Redpel koran Aksi di Jakarta. Jabatan tertinggi di media yang pernah ia emban adalah Wakil Pemimpin Redaksi Surat Kabar Jakarta tahun 2002-2004. Selepas dari media, Neta kemudian berkecimpung di dunia LSM yang membawanya menjadi pucuk pimpinan di IPW hingga sekarang ini.

Di sela-sela kesibukannya sebagai wartawan dan aktivis, Neta terbilang produktif dalam menulis buku, mulai dari buku ilmiah, sastra budaya, profil perusahaan maupun profil instansi dan organisasi. Ia juga menjadi dosen tidak tetap di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Universitas Muhammadiyah, dan sejumlah kampus di daerah.

Advertisement

Untuk menambah pemasukan, Neta bekerja paruh waktu sebagai konsultan di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang Hubungan Masyarakat (public relation). “Saya bekerja paruh waktu untuk mencari tambahan dana. Karena menjalankan IPW butuh dana. Karena, jujur sumbangan dari masyarakat dan pihak-pihak lain sangat terbatas sehingga tidak mampu membiayai kebutuhan IPW,” jelasnya.

Bila punya waktu senggang, Neta mengaku biasa mengisinya dengan kegiatan berburu masakan tradisional Indonesia. Setiap kali pergi ke daerah, ia pasti menyempatkan diri mengunjungi rumah makan yang menjual makanan khas daerah. Menurutnya, makanan asli Indonesia tidak kalah lezat dibandingkan makanan dari luar negeri.

Menurut Neta, intinya IPW berfungsi sebagai pertama; pengawas/pemantau/pengontrol pelaksanaan kebijakan lembaga Kepolisian. Kedua, memberikan penilaian, bantuan advokasi, dan perlindungan hukum kepada masyarakat terhadap dampak pelaksanaan kebijakan lembaga Kepolisian. Ketiga, mempengaruhi dan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan lembaga Kepolisian. Keempat, turut menekan (pressure) lembaga Kepolisian untuk menegakkan supremasi hukum secara murni dan konsekuen berlandaskan kepentingan negara. Terakhir sebagai mediator antara rakyat dengan lembaga Kepolisian.

Police Watch

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki wewenang yang cukup besar dalam hal penegakan hukum. Kewenangan besar tersebut tidak dimiliki oleh instansi lain seperti hakim dan jaksa. Sebagai garda terdepan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri harus mandiri dan mampu bertindak profesional dalam menjalankan fungsinya, baik selaku pengayom masyarakat, pencipta kamtibmas maupun penegak hukum dalam kerangka penerapan criminal justice system di Indonesia.

Di sisi lain, keberadaan Polri sering dipandang sebagai momok yang menakutkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Penyalahgunaan kekuasaan, baik secara individual maupun organisatorik kerap kali terjadi dalam sejarah perkembangan Polri. Bahkan Polri digunakan untuk kepentingan politik penguasa. Banyak contoh kasus yang bisa dilihat sepanjang pemerintahan Orde Baru.

Setelah rezim Orde Baru jatuh, Neta bersama teman-temannya mengadakan berbagai seminar dan diskusi tentang perlunya Polri yang mandiri, profesional, dan terpisah dari ABRI (TNI). Berbagai rekomendasi diskusi dan seminar itu kemudian diserahkan ke lembaga DPR, Pemerintah, TNI maupun Polri sendiri.

Setelah beberapa waktu lamanya, Neta dkk merasa perlu membentuk satu wadah independen yang bisa membuat mereka bergerak lebih bebas. Lahirlah Indonesia Police Watch (IPW) di tahun 2000. Untuk memantapkan keberadaannya, IPW dikukuhkan berdasarkan Akta Notaris Ny. Ida Ayu Yudiani SH No. 3 Tanggal 19 Mei 2000. Dari akta tersebut, keberadaan lembaga ini kemudian didaftarkan ke Departemen Dalam Negeri. IPW berkedudukan di Jakarta dan mempunyai cabang di sejumlah daerah. Anggotanya berasal dari kalangan pengamat, wartawan, pakar, dan akademisi yang peduli dengan masalah Kepolisian.

Pada saat baru didirikan, IPW fokus pada upaya-upaya untuk memisahkan Polri dari TNI, kemudian memperjuangkan lembaga Polri di bawah Presiden, dan memasukkan peranan Polri dalam UUD 1945 serta mendorong pemerintah agar mengubah Undang-Undang Kepolisian yang militeristik menjadi sebuah undang-undang Polri yang mandiri. Dalam perjalanan selanjutnya, IPW lebih banyak mendorong Kepolisian agar tumbuh dan berkembang menjadi lembaga penegak hukum yang profesional, mandiri dan menjadi sahabat rakyat.

Salah satu ‘perjuangan’ IPW adalah membuat Rancangan Undang-Undang Kepolisian yang diserahkan ke semua fraksi dan komisi DPR, pimpinan partai politik, pemerintah, TNI, dan Polri. Dalam rancangan itu, IPW mengusulkan perpanjangan usia pensiun anggota Polri dari 55 tahun menjadi 58 tahun. Usulan itu kemudian diakomodasi oleh DPR RI.

Menurut Neta, intinya IPW berfungsi sebagai pertama; pengawas/pemantau/pengontrol pelaksanaan kebijakan lembaga Kepolisian. Kedua, memberikan penilaian, bantuan advokasi, dan perlindungan hukum kepada masyarakat terhadap dampak pelaksanaan kebijakan lembaga Kepolisian. Ketiga, mempengaruhi dan terlibat dalam proses pembuatan kebijakan lembaga Kepolisian. Keempat, turut menekan (pressure) lembaga Kepolisian untuk menegakkan supremasi hukum secara murni dan konsekuen berlandaskan kepentingan negara. Terakhir sebagai mediator antara rakyat dengan lembaga Kepolisian.

Meski hanya mengamati masalah-masalah kepolisian, IPW tidak memiliki kaitan langsung dengan lembaga Kepolisian Negara. IPW menempatkan diri sebagai mitra kritis Polri yang menerima berbagai pengaduan masyarakat tentang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Polri.

IPW juga rutin melakukan penelitian dan survei mengenai tugas-tugas yang dilakukan Polri di tengah-tengah masyarakat. Dari hasil penelitian dan survei tersebut, IPW kemudian mengeluarkan rekomendasi dan informasi yang berkaitan dengan kiprah Kepolisian, baik yang bersifat positif maupun negatif.

Neta berharap, IPW bisa terus eksis dalam mengawal pelaksanaan pemerintahan. Karena menurutnya, sejak reformasi bergulir, negara ini belum bisa benar-benar bangkit dari keterpurukannya. Malah kondisinya semakin memburuk. Korupsi makin merajalela dan penegakan hukum lemah dan tebang pilih. Rakyat memerlukan corong untuk bersuara dan IPW siap memfasilitasinya. cid, red

Data Singkat
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) / Tak Henti Kritik Polisi | Direktori | polisi, pengamat, kritis, kepolisian

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini