Bapak Gerilya Kalimantan

Hasan Basry
 
0
4686
Hasan Basry

Gubernur Tentara Divisi IV ALRI Pertahanan Kalimantan ini dijuluki ‘Bapak Gerilya Kalimantan’ karena banyak berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, terutama di daerah Kalimantan Selatan. Selain berkiprah di dunia militer, dia pernah menjadi anggota MPRS, anggota DPR dan termasuk salah satu pendiri Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin.

Brigjen TNI (Purn) H. Hasan Basry lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan, 17 Juni 1923. Pendidikan dasarnya dilalui di Hollandsch Inlandsche School (HIS), setelah itu ia melanjutkan studi ke sebuah sekolah Islam bernama Tsnawiyah al-Wathaniah di Kandangan, dan sekolah guru di Kweekschool Islam Pondok Modern di Ponorogo, Jawa Timur.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Hasan Basry aktif dalam organisasi Pemuda RI Kalimantan di Surabaya. Di organisasi itulah, mentalnya sebagai pejuang ditempa.
Dia sering terlibat peristiwa perebutan senjata melawan tentara Jepang di Surabaya.

Pada bulan Oktober 1945, ia bertolak ke Banjarmasin untuk mempersiapkan basis kedatangan ekspedisi militer dari Jawa untuk menghadapi Belanda di Kalimantan Selatan. Untuk memperkuat dukungan, ia menjalin kerjasama dengan Laskar Syaifullah. Akan tetapi rencana Hasan Basry tercium Belanda. Tokoh-tokoh laskar itu pun ditangkap pada pertengahan tahun 1946. Beruntung, Hasan Basry lolos dari usaha penangkapan itu. Ia pun segera menyusun rencana berikutnya dengan membentuk wadah perjuangan baru yang diberi nama Benteng Indonesia.

Pada bulan November 1946, ia diberi tugas untuk membentuk Batalyon ALRI di Kalimantan Selatan oleh Komandan Divisi IV ALRI di Jawa. Benteng Indonesia pun dilebur menjadi Batalyon ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan dan bermarkas di Kandangan. Langkah selanjutnya, ia menggabungkan seluruh kekuatan bersenjata di Kalimantan Selatan ke dalam kesatuan yang baru dibentuknya itu.

Sementara itu, perkembangan politik di tingkat pemerintah pusat di Jawa menyebabkan Hasan Basry dan pasukannya berada dalam posisi sulit. Penyebabnya, sesuai Perjanjian Linggarjati pada 25 Maret 1947, Belanda hanya akan mengakui kekuasaan RI secara de facto atas Jawa, Madura dan Sumatera. Itu berarti Kalimantan merupakan wilayah yang masih berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.

Namun Hasan Basry dan pasukannya tidak terpengaruh dengan isi perjanjian itu. Mereka tetap melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Sikap yang sama kembali ia tunjukkan saat menghadapi Perjanjian Renville 17 Januari 1948. Ia tetap bersikukuh menolak untuk melakukan pemindahan ke daerah yang masih dikuasai RI, yaitu Pulau Jawa.

Hasan Basry semakin meningkatkan perjuangannya saat Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 di Kalimantan Selatan. Ia memberitahu kepada seluruh pasukannya di lapangan bahwa pada 25 Desember 1948 akan dilancarkan serangan kembali terhadap seluruh wilayah yang dikuasai pasukan Belanda.

Akibat serangan tersebut, pada 1 Januari 1949 Belanda terpaksa menarik pasukannya ke kota-kota. Sebagai seorang pemimpin pertempuran yang menggelorakan semangat perjuangan fisik, Hasan Basri menolak semua hasil perjanjian yang telah dilakukan. Selain Perjanjian Linggarjati, ia juga menolak hasil Perjanjian Roem-Royen yang ditandatangani pada 7 Mei 1949. Hal itu dilakukan karena ia sama sekali tidak memercayai Belanda.

Hasan Basry semakin meningkatkan perjuangannya saat Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 di Kalimantan Selatan.

Untuk meneruskan perjuangannya, Hasan Basry memproklamirkan berdirinya Pemerintahan Militer Tentara ALRI pada 17 Mei 1949. Pesan yang hendak disampaikan melalui proklamasi tersebut adalah bahwa Kalimantan Selatan masih tetap merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Advertisement

Setelah dicapai gencatan senjata dengan pihak tentara Belanda, ALRI Divisi IV Kalimantan Selatan dimasukkan ke dalam jajaran Angkatan Darat. Sebuah divisi baru dibentuk dan diberi nama Divisi Lambung Mangkurat dengan Hasan Basry sebagai pimpinan berpangkat Letnan Kolonel.

Perlu diketahui, dari sinilah cikal bakal berdirinya Universitas Lambung Mangkurat. Hasan Basry bersama teman-teman Kesatuan TNI Divisi Lambung Mangkurat, para pejuang dan tokoh masyarakat, membentuk Dewan Lambung Mangkurat pada 3-10 Maret 1957. Pada pertengahan tahun 1958 dibentuk Panitia Persiapan Pendirian Universitas Lambung Mangkurat yang diketuai Hasan Basry. Pada 21 September 1958, panitia berhasil mendirikan Universitas Lambung Mangkurat yang terdiri atas empat fakultas, yaitu: Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Sosial dan Politik, dan Fakultas Islamilogi. Letkol H. Hasan Basry dipercaya sebagai Presiden Universitas. Pada 1 November 1960, Universitas Lambung Mangkurat resmi menjadi perguruan tinggi negeri (PTN).

Setelah perang kemerdekaan, Hasan Basry melanjutkan pendidikan agama ke Universitas Al Azhar tahun 1951-1953. Selanjutnya diteruskan ke American University Cairo tahun 1953-1955. Pulang ke Tanah Air, pada tahun 1956, Hassan Basry dilantik sebagai Komandan Resimen Infanteri 21/Komandan Territorial VI Kalsel. Kemudian pada tahun 1959, ditunjuk sebagai Panglima Daerah Militer X Lambung Mangkurat.

Sepak terjang PKI dan ormasnya membuat suasana politik memanas. Hassan Basry kemudian mengeluarkan surat pembekuan kegiatan PKI beserta ormasnya pada 22 Agustus 1960. Presiden Soekarno lantas menegur dia atas keluarnya surat itu namun teguran itu tidak ditangapinya. Pembekuan PKI dan ormasnya diikuti oleh daerah Sulawesi Selatan dan Sumatera Selatan, peristiwa ini dikenal dengan sebutan Tiga Selatan.

Pada tahun 1961-1963, dia menjabat Deputi Wilayah Komando antar Daerah Kalimantan dengan pangkat Brigadir Jenderal. Pada 17 Mei 1961, bertepatan peringatan Proklamasi Kalimantan, sebanyak 11 organisasi politik dan militer menetapkan Hasan Basry sebagai Bapak Gerilya Kalimantan. Kesepakatan ini diikuti oleh ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada 20 Mei 1962.

Hassan Basry menjadi anggota MPRS pada tahun 1960-1966. Pada tahun 1970, dia diangkat sebagai Ketua Umum Harian Angkatan 45 Kalsel sekaligus sebagai Dewan Paripurna Angkatan 45 Pusat dan Dewan Paripurna Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia. Pada 1978-1982, Hasan Basry menjadi anggota DPR.

Kiprah dalam dunia militer dilakoninya hingga akhir hayat dengan pangkat terakhirnya Brigadir Jenderal. Brigjen Hasan Basri meninggal dunia pada 15 Juli 1984 setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Simpang Tiga, Liang Anggang Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dilaksanakan secara militer dengan inspektur upacara Mayjen AE Manihuruk.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Brigjen Hasan Basry dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 110/TK/Tahun 2001, tanggal 3 November 2001. Namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum di Jalan Jend Sudirman Kandangan, Kalsel. Selain itu, Taman Makam Pahlawan Nasional Brigjen TNI H Hasan Basry di Muara Liang Anggang, Jalan A Yani KM-19 Banjarmasin kini menjadi obyek wisata yang ramai dikunjungi. Bio TokohIndonesia.com | cid, red

Data Singkat
Brigjen TNI (Purn) H. Hasan Basry, Pahlawan Nasional / Bapak Gerilya Kalimantan | 17 Juni 1923 – 15 Juli 1984 | Pahlawan | H | Laki-laki, Islam, Kandangan, Kalimantan Selatan, pahlawan, gerilya, pejuang, komandan, ketua, mprs, dpr

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini