Ikut Menggagas Cikal Bakal TNI

Urip Sumoharjo
 
0
111
Urip Sumoharjo
Urip Sumoharjo Pahlawan Kemerdekaan Nasional (repro Kemsos)

Letjen Urip Sumohardjo merupakan sosok militer sejati yang ikut berjasa dalam pembentukan tentara nasional. Ia merupakan pejabat tertinggi pertama dalam TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan jabatan Kepala Staf Umum TKR. Pahlawan Kemerdekaan Nasional ini juga turut memprakarsai berdirinya Akademi Militer Nasional (AMN). Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya sudah dijadikan nama jalan, dibuatkan tugu bahkan menjadi nama sebuah rumah sakit.

Urip Sumoharjo adalah sosok anggota militer yang sangat memegang teguh disiplin. Dia tak segan menindak siapa pun yang melanggar karena baginya disiplin merupakan komitmen pada tugas dan kewajiban. Seperti saat perayaan hari lahir Ratu Wilhelmina, Bupati Purworedjo dilarang masuk karena datang terlambat. Dalam menegakkan kedisiplinan, Urip tidak pernah membedakan status atau jabatan. Lewat semangat dan profesionalitasnya, ia berkontribusi untuk kemajuan dunia militer Indonesia.

Urip Sumoharjo lahir di Purworejo, 22 Februari 1893. Setelah menamatkan pendidikan dasar, ia kemudian melanjutkan studi ke OSVIA di Magelang. OSVIA merupakan sekolah calon pamongpraja pada masa penjajahan Belanda. Keinginannya untuk terjun ke dunia militer juga bermula dari Magelang. Maka tak heran, pendidikannya di OSVIA hanya ditempuhnya sampai tingkat pertama. Kemudian, ia pindah ke Jakarta dan langsung mendaftarkan diri ke sekolah militer di Jatinegara. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan militernya pada tahun 1913.

Pria yang di masa kecilnya dikenal dengan nama Muhammad Sidik ini memulai karier militernya sebagai anggota tentara Hindia Belanda, KNIL (Koninklijke Nederlandsch Indische Leger). Meskipun bekerja untuk pemerintah Belanda, ia tak pernah melupakan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Urip tetap memperhatikan nasib saudara sebangsanya.

Sikap Belanda yang sewenang-wenang dalam memperlakukan perwira-perwira pribumi menimbulkan amarah dalam diri Urip. Tak jarang Urip mengeluarkan protes terhadap ketidakadilan yang kerap diterima masyarakat Indonesia. Bagi perwira KNIL yang berdarah Indonesia, Urip merupakan tokoh panutan.

Nyatanya, meskipun bekerja untuk pemerintah kolonial, tak lantas membuat Urip bebas dari perlakuan tak adil. Setelah selama beberapa tahun menjalani tugasnya sebagai anggota KNIL di sejumlah tempat di Kalimantan hingga Padang, Sumatera Barat, pada tahun 1938 ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Saat itu ia sudah berpangkat mayor KNIL. Tindakan tersebut ia ambil sebagai protes atas ketidakadilan terhadap dirinya. Sebelum pengunduran diri diterima, tentara Jepang menyerbu dan menguasai Hindia Belanda.

Urip sempat ditahan oleh tentara Jepang. Setelah tiga bulan menjalani masa penahanan, Urip pun dibebaskan. Pemerintah Jepang kemudian menawarkan jabatan sebagai Komandan Polisi. Tapi, Urip yang tak mau lagi berkompromi dengan penjajah menolak tawaran tersebut. Penolakan tersebut membuatnya selalu dicurigai dan dimata-matai polisi rahasia Jepang.

Sesudah proklamasi kemerdekaan, ia mendesak agar pemerintah segera membentuk tentara agar negara terhindar dari ancaman bangsa lain yang bertujuan untuk mengganggu kedaulatan negara. Maka pada 5 Oktober 1945 dibentuklah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang anggotanya merupakan mantan perwira PETA dan KNIL. Karena dianggap sebagai tokoh panutan, Urip kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Umum TKR dengan pangkat letnan jenderal. Pengangkatan tersebut sekaligus menjadikannya sebagai pejabat tertinggi pertama dalam TKR. Dua bulan berselang baru kemudian Jenderal Sudirman diangkat pemerintah sebagai Panglima Besar.

Sementara itu, Leger Commandant Jenderal Spoor mengeluarkan surat keputusan rahasia (bijgeheim besluit) pada 18 September 1946 No. 619/I.A terhitung tanggal 17 Agustus 1945. Surat itu menyatakan bahwa sepuluh perwira muda KNIL yang masuk TKR dipecat dengan tidak hormat dari dinas ketentaraan kerajaan Hindia Belanda. Sepuluh orang itu termasuk Urip Sumoharjo yang langsung dimasukkan dalam daftar hitam Belanda karena dianggap melakukan desersi (melarikan diri dari tugas).

Letnan Jenderal Urip Sumoharjo meskipun dihadang berbagai kesulitan, ia dengan ikhlas menyumbangkan segala kemampuannya guna menyempurnakan organisasi TKR hingga akhirnya berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia. Untuk mencetak prajurit militer yang profesional ia kemudian memprakarsai berdirinya Akademi Militer Nasional (AMN).

Advertisement

Keputusan pemerintah untuk menerima hasil Persetujuan Renville pada Januari 1948 mencerminkan sikap pemerintah yang selalu ingin berkompromi dengan Belanda. Padahal banyak kalangan menilai, kekuatan Belanda pada saat itu telah berkurang setelah dikalahkan Jerman di medan perang Eropa dan Jepang di Asia. Pada saat itulah, pemerintah mengangkatnya menjadi penasihat militer Presiden. Jabatan itu diembannya hingga ia tutup usia pada 17 November 1948 di Yogyakarta akibat terkena serangan jantung dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Letnan Jenderal Urip Sumoharjo bersama dengan Jenderal Sudirman diakui sebagai bapak Angkatan Perang Republik Indonesia.

Sejumlah penghargaan juga sudah dia terima yaitu Bintang Kartika Eka Pakci Utama (1968), Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967), Bintang Mahaputra (1960), dan Bintang Sakti (1959).

Atas jasa-jasanya kepada negara, Letnan Jenderal Urip Sumoharjo dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 314 Tahun 1964, tanggal 10 Desember 1964. Sebelumnya, pada 22 Februari 1964, Akademi Militer Indonesia di Magelang juga membangun tugu sebagai bukti dedikasi untuk Urip Sumoharjo.

Selain itu, nama Urip Sumoharjo sudah sering digunakan sebagai nama jalan di kota-kota besar di Indonesia. Bahkan sudah menjadi nama salah satu rumah sakit swasta bernuansa Islam di Bandar Lampung sejak 2001. (red, roy)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini