Kerajaan Mataram di bawah kepemimpinannya mencapai zaman keemasan. Hampir seluruh pulau Jawa dari Pasuruan sampai Cirebon berhasil dikuasai. Di bawah kepemimpinannya pula, Belanda di Jakarta beberapa kali diserbu habis-habisan.
Seorang raja kerap kali diidentikkan dengan feodalisme. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI ini. Sebagai seorang pemimpin keraton, ia adalah seorang demokrat yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada rakyat.
Rohaniawan Katolik yang nasionalis ini dikenal dengan semboyan "100 persen Katholik, 100 persen Indonesia". Uskup Agung pertama Indonesia ini menunjukkan kecintaannya pada negara dengan meniadakan sifat kebarat-baratan dalam upacara gereja Katolik di Indonesia.
Ketika Irian Barat masih di bawah penguasaan Belanda, Silas Papare berjuang membebaskan untuk menyatukannya dengan Republik Indonesia. Berbagai usaha dilakukannya seperti, pemberontakan, mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII), serta Badan Perjuangan Irian. Perjuangannya akhirnya membuahkan hasil, Irian Barat merdeka dan menyatu kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Sultan terakhir kesultanan Siak ini dengan lantang menolak tunduk pada Belanda dan Jepang. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dia sangat total dalam mendukung terbentuknya RI. Dia menyatakan Kerajaan Siak sebagai bagian dari wilayah RI dan menyumbang hampir seluruh harta kekayaannya untuk pemerintah RI. Sehingga di akhir hayatnya, sultan berdarah Melayu ini tidak lagi memiliki apa-apa untuk diwariskan.
Bersama Ki Hadjar Dewantara, Ki Sarmidi mengabdikan diri di dunia pendidikan baik lewat perannya sebagai tokoh Tamansiswa maupun Menteri Pendidikan. Selama duduk di kabinet, penerima penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana ini berhasil menyusun dan memperjuangkan UU Pendidikan Nasional pertama.
Pendiri pesantren Tebuireng dan perintis Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, ini dikenal sebagai tokoh pendidikan pembaharu pesantren. Selain mengajarkan agama dalam pesantren, ia juga mengajar para santri membaca buku-buku pengetahuan umum, berorganisasi, dan berpidato.
Seorang raja kerap kali diidentikkan dengan feodalisme. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI ini. Sebagai seorang pemimpin keraton, ia adalah seorang demokrat yang mengabdikan diri sepenuhnya kepada rakyat.
Ia turut bertempur saat perang mempertahankan kemerdekaan berkecamuk di Kalimantan. Kiprahnya bagi kemajuan masyarakat ia tunjukkan saat menjadi Bupati Kotawaringin, Gubernur Kalimantan Tengah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Tokoh Paderi ini sangat ditakuti oleh Belanda karena memporak-porandakan pasukan Belanda dalam rentang 15 tahun. Pasukan Belandapun menyebutnya harimau Paderi dari Rokan.
Perjuangan demi meraih kemerdekaan dilakukannya dengan berpartisipasi aktif dalam keanggotaan partai politik. Ia selalu menekankan pentingnya persatuan dan dialog dalam memajukan bangsa.
Meski suasana sedang sulit dan genting, ia terus berjuang mempertahankan keberadaan pemerintah sipil di kota Padang. Perjuangannya terhenti setelah Belanda menjebak lalu membunuhnya.
Dari hasil karya tangannyalah tercipta bendera merah putih yang dikibarkan pertama kali pada saat proklamasi kemerdekaan. Ia pula yang menjadi pendamping perjuangan Soekarno membawa bangsa ini menuju kemerdekaan.
Lewat majalah dan partai politik bentukannya, ia melontarkan kritik-kritik terhadap sepak terjang pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Sikapnya itu membuat Belanda marah lalu membuang dia ke Digul, Irian Jaya.
Ia adalah sosok yang disegani dan dikagumi baik oleh kawan maupun lawannya karena keberanian dan ketegarannya. Saat dalam perlawanan gerilya, Menteri Pembangunan dan Pemuda ini ditangkap Belanda lalu ditembak mati.
Sungguh tak terhitung sumbangsihnya bagi bangsa Indonesia. Ia pernah beberapa kali menjabat sebagai menteri, terlibat dalam sejumlah organisasi memperjuangkan kemerdekaan RI, aktif menulis di surat kabar membela kaum buruh dan turut mengembangkan dunia pendidikan di Indonesia.
Sebagai seorang prajurit yang sangat anti ideologi komunis, PKI menjadikannya salah satu sasaran penculikan dan pembunuhan dalam Gerakan 30 September 1965.
Pangeran yang dibesarkan di tengah-tengah rakyat ini bertempur mengusir Belanda dari kerajaan Banjar. Pertempuran itu kemudian dikenal dengan Perang Banjar.