
[SELEBRITI] Namanya terkenal setelah berperan sebagai Mbak Pur dalam sinetron Losmen yang pernah ditayangkan di TVRI pada era 80-an. Setelah masa keemasannya sebagai aktris berakhir, ia memilih menekuni bisnis butik pakaian muslim.
Ida Leman lahir di Padang, Sumatera Barat pada 16 November 1955 dengan nama lengkap Hidayati Ahmad Leman. Perempuan berdarah Minang ini kemudian hijrah ke kota Medan untuk meneruskan pendidikan menengahnya. Meski memegang ijazah SMKK (Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga) jurusan perancang busana, nama Ida Leman justru pertama kali dikenal di dunia seni peran.
Meski tidak dibekali pendidikan formal, dunia seni peran bukanlah bidang yang asing buatnya. Bahkan mendiang suaminya, Irwinsyah, merupakan sutradara senior TVRI yang membuat sinetron terkenal Sayekti dan Hanafi. Belakangan, putra semata wayangnya dengan Irwinsyah, Mario Pratama juga mengikuti jejaknya di dunia akting.
Ida Leman memulai debutnya dengan membintangi film layar lebar berjudul Sakura dalam Pelukan di tahun 1979. Setelah itu dilanjutkan dengan sederet judul lain yang kebanyakan bergenre drama, diantaranya Hati Selembut Salju, Jangan Ambil Nyawaku, Titian Serambut di Belah Tujuh, Sejuta Surat Sutera, serta belasan judul lainnya.
Nama Ida Leman baru melejit sekitar tahun 1985 setelah membintangi sinetron Losmen yang tayang di TVRI. Penampilannya dalam sinetron drama keluarga yang juga dibintangi Mieke Wijaya, Mathias Muchus, Dewi Yull, dan Mang Udel itu selalu ditunggu-tunggu para pemirsa layar kaca. Dalam sinetron garapan Wahyu Sihombing itu, Ida kebagian peran sebagai Mbak Pur, seorang perawan tua yang didesak oleh orang tuanya agar segera menikah. Tahun 1987, sinetron Losmen diangkat ke dalam versi layar lebar dengan judul Penginapan Bu Broto. Dengan deretan pemain yang sama, Ida kembali bermain dalam film tersebut.
Memasuki dekade 90-an, karirnya sebagai aktris film mandek seiring dengan mati surinya industri perfilman nasional. Akhirnya pada tahun 1991, Ida banting setir sebagai perancang busana muslimah. Ia juga mengungkapkan, sejak menunaikan ibadah haji dan memutuskan untuk mengenakan jilbab, dirinya semakin termotivasi menekuni dunia fashion. Namun bukan berarti dalam menekuni dunia fashion tersebut, Ida hanya mengandalkan nama besarnya sebagai selebriti.
Perempuan yang mengakhiri masa jandanya di tahun 1997 ini mengaku bisnis fashion yang ia jalani merupakan pilihan terbaik karena latar belakang pendidikan tata busana yang dimilikinya. Namun ilmu tersebut belum terlalu banyak digunakan lantaran setelah lulus sekolah waktunya lebih banyak tersita di dunia akting. Ida tak menampik, dengan predikat keartisannya, ia memang mendapatkan banyak keuntungan karena bisa lebih mudah dalam menyosialisasikan rancangan busana muslimnya pada masyarakat.
Mengenai pilihannya pada busana muslim, sahabat aktris sekaligus penyanyi Dewi Yull ini mempunyai pandangan sendiri. Di matanya, busana muslim tidak sekadar alat untuk menutup aurat, namun dapat menaikkan harkat wanita. Selain itu, ia menaruh harap, dapat membuktikan bahwa dengan berbusana muslim orang akan tetap terlihat gaya dan keren.
Kemampuan Ida dalam merancang busana sudah mendapat pengakuan. Bahkan di kalangan tertentu, busana muslim rancangannya sudah amat terkenal dan mempunyai kelas tersendiri. Ida juga membuat pesanan untuk segala umur dan segala ukuran. Awalnya memang tidak mudah mendesain busana muslim yang syar’i namun tetap dapat mengikuti perkembangan zaman. Busana muslim yang baik menurut Ida harus menutupi aurat, tidak boleh ketat, tembus pandang atau tipis dan menonjolkan bentuk tubuh.
Seiring berjalannya waktu, desainer yang pernah dinobatkan sebagai Wanita Berbusana Muslim Serasi 1992-1993 ini memetik buah kerja kerasnya. “Alhamdullillah, puji syukur kepada Allah, pada awalnya memang tidak semudah orang melihatnya. Dulu busana muslim yang saya buat masih dianggap ecek-ecek, tapi saya terus berusaha dan sampai sekarang ini,” ungkap pemilik butik Ida Leman Collection di daerah Rawabelong, Kebayoran Lama, Jakarta Barat ini.
Jika banyak desainer geram karena rancangannya ditiru, Ida Leman justru sebaliknya. Istri Agung Wibowo ini malah mengaku tak keberatan. “Nggak apa-apa. Berarti rancangan kita diminati banyak orang,” ungkap Ida seperti dikutip dari situs liputan6. Selain itu, Ida beranggapan, hal tersebut dapat membantu orang-orang yang kurang mampu membeli rancangannya. Sebab, biasanya hasil tiruan tersebut dijual dengan harga yang lebih murah sehingga dapat dijangkau banyak orang.
Menurut Ida Leman, bila dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, perkembangan busana muslimah sekarang ini sudah cukup menggembirakan walaupun masih dimaknai sebagai busana ‘wajib’ pada saat hari-hari raya suci umat Islam. Sementara untuk mempopulerkan busana muslimah sebagai busana sehari-hari, rasanya masih harus menempuh jalan yang cukup panjang.
Desainer yang memiliki ciri spesifik warna-warna yang cerah pada rancangannya ini mengakui bahwa omzetnya bisa naik beberapa kali lipat saat mendekati hari raya seperti Idul Adha atau Idul Fitri. Salah satu faktor yang memicu kian maraknya orang mengenakan busana muslimah adalah semakin banyaknya kaum pesohor yang sekarang mengenakan jilbab untuk busana sehari-hari. Seperti Inneke Koesherawati, Ratih Sanggarwati, Zaskia Adya Mecca, dan masih banyak lagi.
Selain mempercantik penampilan para muslimah, hikmah lain yang dapat dipetik oleh peraih penghargaan The Best Creative Design 1993-1994 ini adalah ia dapat membantu menghidupi para pekerjanya. Tentunya keadaan itu sangat berbeda ketika ia masih aktif sebagai aktris yang hanya menunggu datangnya tawaran.
Ibu tiga anak ini memang telah menemukan wadah yang lebih nyaman untuk menyalurkan kreativitasnya, namun bukan berarti ia meninggalkan dunia seni peran yang dulu pernah membesarkan namanya. Meski tak sesering dulu, wajah keibuannya sesekali masih terlihat di layar lebar. Tahun 2009, ia ikut membintangi film reliji arahan sutradara beken Hanung Bramantyo, Perempuan Berkalung Sorban. Dua tahun setelah tampil dalam film yang banyak meraih penghargaan itu, Ida kembali menunjukkan kebolehannya dalam berakting dengan tampil dalam film drama garapan Agung Sentausa, Badai di Ujung Negeri. muli, red