
[SELEBRITI] Keberhasilan grup vokal Elfa’s Singer dalam mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional juga tak bisa dilepaskan dari andil suara indah milik Lita Zein. Selain eksis di panggung musik sekuler, Lita juga bergabung dalam grup musisi Kristiani bernama True Worshippers.
Lita Zein lahir di Bandung, pada 22 Januari 1967 dengan nama R.A. Surayni Yanti Lalita Zein. Sejak kecil Lita sudah sering menunjukkan kebolehannya dalam berolah vokal di sekolah dan gereja. Selain itu, ia juga terbilang rajin mengikuti berbagai festival menyanyi. Bakat Lita tak terlepas dari pengaruh lingkungan keluarga yang memang penggemar musik. Sang mama berprofesi sebagai penyanyi sementara papanya seorang pencinta musik sejati. Jadi, musik sudah menjadi bagian dalam keluarga Lita.
Wanita keturunan ningrat ini memulai karir profesionalnya sebagai penyanyi setelah lulus SMA tepatnya pada tahun 1986. Lita yang waktu itu masih berusia 19 tahun mantap memilih dunia tarik suara sebagai jalan hidupnya saat direktrut Elfa Secioria untuk bergabung dengan grup vokal bentukannya, Elfa’s Singers. Ketika mendapat kesempatan emas itu, ia sadar bahwa Elfa adalah orang yang tepat untuk mengasah bakat menyanyinya. Bang Eel, demikian Lita kerap menyapa sang mentor, punya background musik yang sangat baik. Oleh karenanya, grup vokal yang digawangi Lita bersama Yana Julio, Agus Wisman, dan Uchi Nurul itu berhasil dibentuk menjadi grup yang cukup solid.
Keputusan Lita untuk menerima ‘pinangan’ Elfa Secioria pada mulanya kurang mendapat restu dari kedua orang tuanya. Alasannya klasik, mereka menganggap musik tak bisa dijadikan sandaran hidup. Namun karena sudah yakin pada pilihannya, Lita berusaha menjelaskan bahwa kesempatan tidak datang dua kali dan ia tahu Elfa’s Singers bukan grup musik sembarangan. Mendengar hal itu, akhirnya orang tua Lita pun mengizinkannya untuk berkiprah sebagai seniman musik.
Namun, bukan tanpa syarat, mereka berpesan agar Lita menjalani pilihan hidupnya itu dengan serius. Kalaupun satu kali mengalami kegagalan, ia harus bisa menerimanya sebagai bagian dari risiko pekerjaan. Saat direkrut menjadi anggota Elfa’s Singers, Lita masih berstatus sebagai mahasiswi di Akademi Bahasa Asing. Agar dapat fokus mengejar mimpinya menjadi penyanyi ternama, mau tak mau ia harus mengorbankan kuliahnya.
Bersama Elfa’s Singer, Lita melanglang buana ke berbagai negara dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai duta dari Indonesia dalam berbagai festival, antara lain pada North Jazz Festival di Den Haag, Belanda dan Jazz Festival yang diselenggarakan di Thailand pada tahun 1997. Di bawah komando Bang Eel, Elfa’s Singer berhasil menyabet sederet penghargaan bergengsi tingkat internasional. Salah satu yang paling membanggakan adalah Grand Champions berturut-turut dalam Olimpiade Paduan Suara Dunia di Linz Austria (2000), Busan Korea (2002), Bremen Jerman (2004), dan Xiamen China (2006). Sementara di jalur solo, Lita pernah menelurkan album Gejolak Jiwa di tahun 1991.
Sukses dengan grup vokalnya tak serta merta membuat seorang Lita Zein cepat berpuas diri. Nama besar dan popularitas yang diraihnya pada akhirnya mendorong Lita untuk mengungkapkan rasa terima kasih pada Sang Pencipta dengan menggunakan bakat menyanyinya. Berlatar belakang keinginan tersebut, Lita pun mulai berkecimpung sebagai penyanyi lagu rohani. Sebelumnya, diakui Lita, nyanyi lagu rohani sekadar ingin atau menurut permintaan saja.
Bersama Elfa’s Singer, Lita melanglang buana ke berbagai negara dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai duta dari Indonesia dalam berbagai festival, antara lain pada North Jazz Festival di Den Haag, Belanda dan Jazz Festival yang diselenggarakan di Thailand pada tahun 1997. Di bawah komando Bang Eel, Elfa’s Singer berhasil menyabet sederet penghargaan bergengsi tingkat internasional. Salah satu yang paling membanggakan adalah Grand Champions berturut-turut dalam Olimpiade Paduan Suara Dunia di Linz Austria (2000), Busan Korea (2002), Bremen Jerman (2004), dan Xiamen China (2006)
Namun sejak ikut Nindy Ellesse dan terlibat dalam Jakarta Praise Community Church (JPCC), istri dari Taras Sahat Mangisitua Siahaan ini mulai mempelajari firman Tuhan. Belakangan, dalam komunitas itu, bersama penyanyi nasrani lainnya, Ruth Sahanaya, ia malah menawarkan diri sebagai penyanyi. Di gereja, Lita tidak berpikir soal popularitas yang digenggamnya, karena pada dasarnya Lita berkeyakinan bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama di mata Tuhan.
Di bawah bendera JPCC, Lita terlibat dalam sejumlah album religi Kristiani. Salah satunya adalah album bertajuk Glory to Glory yang digarap True Worshippers Live Recording. Glory to Glory merupakan album ke-12 komunitas seniman Kristiani yang berkarier sejak tahun 1997 itu. Mereka menginduk pada Insight Unlimited untuk mendistribusikan karya-karyanya. Lagu-lagu dalam album itu seperti Glory to Glory, Tiada Ternilai, dan You Are My Father mengalir dengan iringan paduan suara serta kaya warna, termasuk rock di dalamnya. Glory to Glory terhitung cukup sukses diterima masyarakat, padahal saat dilempar ke pasaran, album tersebut tidak berbarengan dengan momentum keagamaan. Album yang rilis Agustus 2010 itu berhasil terjual sebanyak 30 ribu kopi hanya dalam waktu tiga minggu setelah diluncurkan.
Menurut Lita, setelah aktif memuji Tuhan dalam setiap lagu rohani yang dibawakannya, ia banyak merasakan perubahan positif dalam hidupnya. Lita mengaku lebih bisa berserah dan ikhlas terhadap apapun yang sudah menjadi suratan takdir-Nya. Padahal dulu, misalkan ada penyanyi baru, Lita langsung khawatir karena menganggap hal itu sebagai ancaman bagi karirnya. Kini, dengan bijak Lita berkata “That’s Life. Kita harus hadapi! Saya percaya, saya punya sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Asal kita punya karakter, tidak meniru penyanyi lain karena kita pasti tidak akan pernah lebih baik dari orang yang kita tiru,” kata kakak kandung Iwan Zein ini.
Lita yakin, Tuhan Maha Adil, dengan karakter yang dimiliki serta semangat untuk terus belajar, niscaya akan membuatnya tetap eksis. “Apalagi, saya punya Tuhan yang hebat. Saya percaya, berkat Tuhan tidak pernah habis asal kita selalu berpedang pada Dia,” tutur penyanyi relijius ini.
Selain dalam karirnya, Lita juga merasakan karunia Tuhan dalam kehidupan rumah tangganya. Pernikahannya dengan Taras yang telah dibina sejak tahun 2000 akhirnya dikaruniai keturunan di tahun 2006. Penantian panjang itu akhirnya berbuah manis dengan kelahiran Dion Sergio Siahaan. Meski sebelumnya, ia harus melewati proses yang amat berliku. Berbeda dari kaum ibu pada umumnya, Lita harus menjalani program inseminasi buatan, yakni suatu upaya untuk mempermudah sperma masuk ke dalam rahim.
Lita yang memang sudah mendambakan momongan sejak lama mengaku sangat bersyukur. Sebab, di saat ia memasuki usia yang bagi sebagian orang dianggap sudah mustahil untuk mempunyai keturunan itu, ia masih diberi kesempatan untuk bisa mengandung bayinya sendiri.
Walau sebenarnya, ia dan sang suami sudah merasa putus asa saat menginjak tahun ketiga perkawinan mereka. Lantaran berbagai upaya telah dilakukan namun kehamilan tak juga kunjung datang. Sebelum berhasil hamil setelah menjalani inseminasi buatan, pasangan suami istri itu bahkan telah mengadopsi seorang anak bernama Abel Gadiel Siahaan. Walaupun sudah memiliki anak kandung, kasih sayangnya pada Abel tak pernah berkurang. Agar Abel tak merasa ditinggalkan, Lita dan Taras pun berbagi tugas. eti | muli, red