Biadab, Kebohongan Pelanggaran HAM
Ratna Sarumpaet Prabowo Subianto
Penganiayaan biadab terhadap Ratna Sarumpaet disebarkan tim pemenangan Capres-Cawapres Prabowo-Sandiaga, antara lain Prabowo sendiri, Sandiaga Uno, Fadli Zon, Dahnil Anzar Simanjuntak, Nanik S Deyang, Rachel Maryam, Hanum Rais, Aminudin Atbar, Ferdinan Hutahaean, dan lain-lain. Kabar penganiayaan biadab itu disebut Prabowo sebagai pelanggaran HAM. Artinya, penganiayaan itu dilakukan oleh penguasa atau pemerintah. Mereka pun menuding: Apakah negeri ini negeri preman?
Prabowo mengatakan: “Apa yang dialami Ibu Ratna ini tindakan yang di luar kepatutan, tindakan jelas melanggar HAM dan tindakan pengecut karena dilakukan terhadap ibu-ibu yang usianya sudah 70 tahun.” Prabowo dalam konpresi pers yang dihadiri sejumlah petinggi tim kampanyenya di Kertanegara IV, Jakarta Selatan, Selasa (2/10/2018), juga menyebut penganiayaan Ratna tersebut sebagai bentuk ancaman terhadap demokrasi.
Prabowo menguatkan pernyataannya dengan mengaku telah bertemu dengan Ratna secara langsung. Prabowo dengan yakin menyebut bukan hanya penganiayaan yang dialami Ratna, melainkan ancaman untuk tidak melaporkan kejadian itu kepada pihak manapun. Hal itulah yang membuat Ratna, yang merupakan anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga itu, tak segera melaporkan penganiayaan yang dialaminya langsung ke pihak berwajib.
Untuk meyakinkan public, Prabowo menegaskan: “Saya berbicara dengan beliau dan beliau masih ketakutan karena diancam terus. Kita sangat kaget, sangat prihatin dan sangat kecewa telah terjadi satu aksi kekerasan penganiayaan yang sangat kejam kepada salah satu pimpinan BPN kampanye kita.”
Sebelumnya, para tim kampanyenya sudah menyebar berita penganiayaan tersebut dengan bernada provokatif yang menyudutkan penguasa (rezim) berpotensi menyulut kemarahan publik. Prabowo sendiri pun menyatakan penganiaan Ratna ini sebagai pelanggaran HAM. Sebuah tudingan langsung yang menohok pemerintah (penguasa), sebab pengertian pelanggaran HAM adalah kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh rezim penguasa kepada rakyat.
Untunglah pihak kepolisian sejak berita penganiayaan biadab itu disebar telah melakukan penyelidikan tentang kebenaran berita tersebut. Sehingga sebelum kemarahan publik meledak, besok paginya, Polri memberikan keterangan resmi terkait kabar dugaan penganiayaan terhadap aktivis Ratna Sarumpaet tersebut dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Rabu (3/10/2018). Jumpa pers itu antara lain dihadiri Kabareskrim Polri Komjen Arief Sulistyanto, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto, Kapolda Metro Jaya Irjen Idham Azis, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta.
Dijelaskan, kepolisian telah melakukan serangkaian penyelidikan tetapi tidak atau belum menemukan hal-hal yang mendukung adanya dugaan penganiayaan itu. Polri menjelaskan berdasarkan penyelidikan awal, kepolisian menemukan bahwa Ratna pada 21 September 2018 sore pukul 17.00 berada di di RS Bina Estetika, Jakarta.
Bahkan sehari sebelumnya, tanggal 20 September, Ratna datang melakukan pendaftaran, menulis di buku masuk sebagai pasien. Pihak kepolisian juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap kamera CCTV RS Bina Estetika. Ratna melakukan bedah plastic dan dirawat inap sampai keluar tanggal 24 September 2018.
Ternyata penganiayaan biadab yang disebar Prabowo dan tim kampanyenya tersebut adalah rekayasa kebohongan biadab. Dalam rekayasa kebohongan tersebut diuraikan bahwa Ratna dianiaya oleh tiga orang pada 21 September 2018 lalu di sekitar Bandara Husein Saatranegara, Bandung, Jawa Barat. Malam itu, Ratna baru saja menghadiri acara konferensi dengan peserta beberapa negara asing di sebuah hotel. Kemudian, Ratna naik taksi dengan peserta dari Sri Lanka dan Malaysia.
“Mbak Ratna sebetulnya agak curiga saat tiba-tiba taksi dihentikan agak jauh dari keramaian. Nah saat dua temannya yang dari luar negeri turun dan berjalan menuju Bandara, Mbak Ratna ditarik tiga orang ke tempat gelap, dan dihajar habis oleh tiga orang, dan diinjak perutnya,” kata tim pemenangan Prabowo-Sandi tersebut.
Setelah dipukuli, Ratna dilempar ke pinggir jalan, sehingga bagian samping kepalanya robek. Dengan sisa tenaga, Ratna mencari kendaraan menuju rumah sakit di Cimahi serta menelepon temannya seorang dokter bedah agar langsung ditangani. Menurut pengakuan Ratna, lanjut kebohongan itu, kejadiannya sangat cepat sehingga sulit mengingat bagaimana urutan kejadiannya.
“Mbak Ratna masih sedikit sadar saat dia kemudian dibopong sopir taksi dan dimasukkan ke dalam taksi. Oleh sopir taksi mbak Ratna diturunkan di pinggir jalan di daerah Cimahi,” katanya. Kemudian, Ratna malam itu juga langsung balik ke Jakarta dan dalam situasi trauma habis dia harus berdiam diri selama 10 hari. “Barulah hari Minggu lalu dia memanggil Fadli Zon ke rumahnya dan baru semalam Fadli Zon melaporkan ke Pak Prabowo, dan hari ini di suatu tempat mbak Ratna menemui Pak Prabowo,” tutur Nanik sebagaimana diberitakan Tribun-Medan.com, Selasa, 2 Oktober 2018, berjudul: Netizen Bongkar Kejanggalan Foto Babak Belur Ratna Sarumpaet.
Ratna tidak melaporkan rekayasa kejadian penganiayaan keji yang membuatnya babak belur tersebut kepada polisi, tetapi melaporkan dan membicarakannya dengan Prabowo dan timnya. Untunglah Polri sigap sehingga ‘rekayasa’ kebohongan itu tidak sempat menimbulkan kemarahan massal kepada pemerintah yang dituding melakukan pelanggaran HAM dan mengancam demokrasi.
Setelah Polri membeberkan temuan kebohongan tersebut, Ratna Sarumpaet pun menggelar jumpa pers di kediamannya, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Rabu (3/10/2018). Dia mengaku berbohong dan meminta maaf kepada Prabowo, Amien Rais, juga maaf kepada rekan seperjuangannya di Koalisi Indonesia Adil Makmur (Prabowo-Sandi) dan kepada emak-emak.
Setelah itu, malamnya, Prabowo menggelar jumpa pers meminta maaf kepada publik lantaran ikut menyebar kebohongan penganiayaan Ratna. Dalam kesempatan itu, Prabowo mengaku mendapatkan sejumlah informasi dari keluarga Ratna Sarumpaet mengenai kondisi psikologi anggota Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga itu. Menurut Prabowo, berdasarkan keterangan yang diterima dari pihak keluarga, belakangan Ratna mengalami tekanan kejiwaan. “Saya dapat berita dari keluarganya, beberapa bulan ini, ada beberapa kegiatan dan tindakan Beliau yang bisa dikatakan, kemungkinan beliau di bawah tekanan kejiwaan atau depresi,” ujar Prabowo dalam keterangan pers di kediaman pribadinya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (3/10/2018).
Bahkan menurut Prabowo, Ratna tidak mengetahui kenapa ia berbohong dengan mengaku telah dianiaya hingga wajahnya babak belur. Prabowo pun mengungkapkan rasa empatinya atas situasi yang dialami oleh Ratna.
Setelah itu semua penyebar berita rekayasa kebohongan penganiayaan biadab, yang mereka sebut pelangggaran HAM dan ancaman terhadap demokrasi itu, ramai-ramai minta maaf. Namun tidak ada di antara mereka yang terisak-isak saat menyampaikan permintaan maaf tersebut, seperti ketika menyebar berita bohong penganiayaan biadab tersebut.
Memetik makna pernyataan Prabowo, bahwa kebohongan penganiayaan biadab ini adalah karena belakangan ini Ratna mengalami tekanan kejiwaan, depresi. Sehingga Ratna pun tidak tahu kenapa dia berbohong. Maksudnya, kebohongan penganiayaan biadab ini bukan rekayasa. Memang, jika kebohongan penganiayaan biadab tersebut sebuah rekayasa politik, tentulah hal itu sebagai cara berpolitik yang biadab (tidak beradab). tsl