Asal Kata Danau Toba, Tapanuli dan Tanah Batak

Danau Toba Inti Keberadaan Batak

 
0
1123
Danau Toba adalah inti keberadaan Batak

Kata Tao, Toba dan Tapian (Tao na Uli, Toba na Uli dan Tapian na Uli) adalah tiga kata yang berarti dan bermakna sama dan satu tarikan nafas (senyawa dan holistik) pula dengan Tano Batak.

Oleh Ch. Robin Simanullang (The Batak Institute)

Selama ini terjadi degrading terhadap orang Batak perihal asal kata Tao Toba (Danau Toba), Tapanuli dan Tano Batak (Tanah Batak). Seolah-olah orang Batak sangat tolol sehingga tidak tahu menamai negeri leluhurnya dengan sebutan apa, sehingga dianggap mesti orang asinglah yang berhak memberi sebutan itu baru benar dan sah.

Sebelum diuraikan tentang asal-mula atau terminologi kata dan sebutan Tao Toba, Tapanuli dan Tano Tabak tersebut, ada pertanyaan inspiratif: Tahukah Anda bahwa sampai tahun 1853, tidak seorang pun orang asing yang pernah melihat Danau Toba, bahkan hasil penelitian ilmiah ahli geologi mereka berkesimpulan bahwa Danau Toba tidak ada tapi hanya ilusi optik (optische täuschung), fatamorgana alias mitos belaka?

Seorang ahli geologi dan botani Jerman/Belanda, Franz Wilhelm Junghuhn yang ditugaskan kompeni Belanda dengan biaya besar untuk meneliti secara ilmiah keadaan lahan, flora dan fauna serta adat-istiadat orang Batak di kawasan pegunung­an pusat Tanah Batak; (Mungkin Anda sudah tahu atau belum) Salah satu temuan ‘ilmiahnya’, yang disimpulkan dalam buku hasil ‘penelitian ilmiahnya’ Die Battaländer auf Sumatra (1847) menyatakan bahwa Danau Tobah itu hanya ilusi optik, fatamorgana,[1] atau dalam kata lain mitos atau dongeng belaka, atau bualan orang Batak belaka. Itulah kesimpulan yang mereka sebut ‘penelitian ilmiah’ orang Eropa, yang merasa lebih tahu secara ilmiah mengenai segala sesuatu tentang orang Batak, dan menjadi rujukan ‘ilmiah’ para cendekia seantero dunia. Mereka menganggap mitos (mitologi) folklor (turiturian) Batak tidak ada dalam bentuk nyata, hanya mitos belaka.

Hal ini sebuah gambaran (simbol, ikon, pertanda) bahwa orang asing sangat tidak tahu banyak tentang orang Batak, Tao Toba, Tapanuli dan Tanah Batak; Kendati mereka sudah me­ngaku melakukan penelitian ilmiah, yang mesti dipercaya oleh siapa pun, termasuk orang Batak sendiri, sebagai ‘kebenaran dunia’ tentang orang Batak dan lingkungannya, kendati sudah terbukti penelitian ilmiah itu berkesimpulan keberadaan Danau Toba itu hanya ilusi dan mitos. Inilah salah satu bagian bernuansa perenungan rasional berkecerdasan dan berhati-nurani yang diungkapkan dalam buku bertajuk utama Hita Batak ini; Yang terutama ditujukan kepada orang Batak sendiri sebagai introspeksi dan ‘strategi kebudayaan’ menjemput masa depan yang memiliki jatidiri dan eksistensi kebatakan di tengah gelombang global yang begitu cepat dan dahsyat pada millenium ketiga ini. Sementara bagi orang asing (non-Batak) adalah terserah mereka sendiri di tengah kebebasan berpendapat; Dan tentang hal ini, orang Batak tidak (jangan) berada dalam posisi menyesali bahkan menyalahkan ‘penelitian ilmiah’ orang asing, malahan sebaliknya harus menyukurinya dan berterima kasih atas apa-apa yang telah dilakukan orang asing, terutama Belanda dan Jerman, terhadap (atas) orang Batak dan tanah air leluhurnya. Sebab dengan cara itulah orang Batak punya catatan sejarah (sejarah itu mesti tertulis) walaupun seringkali tidak tepat atau sangat subyektif sesuai kepentingannya; Hal mana hal penting ini (sejarah tertulis) sama sekali tidak dibudayakan orang Batak sejak lelulur, tapi hanya menuturkannya secara lisan yang akhirnya dikategorikan sebagai dongeng belaka, termasuk danau vulkanik Toba yang agung dianggap mitos belaka.

Jadi hal itu tidak mutlak ‘kesalahan’ mereka di tengah misteri policy isolasi indah centrum Tanah Batak oleh para lelulur Hita Batak (1250 sM-1907 M), yang juga sama sekali tidak ditemukan tulisan tentang nilai-nila peradaban dan lingkungannya walaupun punya aksara dan budaya baca-tulis sendiri, yang menurut William Marsden (1772) telah memiliki bahasa dan karakter tertulis  (aksara) yang khas mereka sendiri, dan yang dapat dianggap, pada titik orisinalitas, dan penduduknya sudah lebih banyak melek baca-tulis. “Sungguh luar biasa bahwa proporsi orang yang mampu membaca dan menulis jauh lebih besar daripada mereka yang tidak membaca; kualifikasi jarang ditemukan di bagian dunia yang tidak beradab (uncivilized) seperti itu, dan tidak selalu ditemukan di bagian dunia yang lebih halus (the more polished),” tulis William Marsden.[2]

Baiklah kita kembali ke topik terminologi Tao Toba dan Tapanuli. Sebutan Tao Toba (Danau Toba) dan Tapanuli adalah kata sepadan (sinonim) yang saling menjelaskan dan menguatkan: Tao Toba berasal dari dua kata Tao dan Toba; yang sinonim pula dengan kata Tapian. Ketiga kata ini adalah kata sepadan (sinonim) yang saling menjelaskan dan menguatkan — seperti kata cantik dan jelita (cantik sekali, cantik alamiah luar-dalam). Tao artinya tambok (waduk) alamiah bermata air besar dan luas serta indah. Toba artinya mata air luas nan indah, besar dan luas; Tapian artinya air bersih, yang penekanan maknanya kepada kemanfaatan, seperti air minum, air mandi (martapian). Dua kata Tao dan Toba dipadankan saling menjelaskan dan menguatkan menjadi Tao Toba (Danau Toba) yakni danau bermata air alamiah yang besar, membentang luas dan indah; disingkat dalam Bahasa Batak: tapian na uli. Tao Toba (Danau Toba) itu adalah Tapian na Uli. Tapian artinya air bersih; na artinya yang (nan); uli artinya indah, cantik luar dalam, cantik natural; Tapian na Uli artinya mata air yang indah alamiah; Disingkat (akronim) menjadi Tapanuli. Tapanuli adalah padanan (sinonim) kata Tao Toba. Singaktnya, Tao Toba adalah Tapian ni Uli, akronim Tapanuli. Jadi, Tapanuli  adalah nama wilayah yang mengelilingi (di tengahnya ada, berpusat) Tao Toba dimana orang Batak bermukim; seperti nama wilayah Tiongkok bagi orang China.

Kemudian kawasan Tapanuli tersebut oleh orang Batak sendiri menamainya dengan sebutan idealis Tano Batak (Tanah Air Batak), tanah dan air milik dan awal domisili permanen orang Batak, Bona Pasogit, tanah leluhur, atau tanah air orang Batak; Sehingga belakang­an komponis Nahum Situmorang menggubah dan memo­pulerkan lagu O Tano Batak, semacam lagu kebangsaan Suku Bangso Batak, yang mengekspresikan kecintaan dan cita-cita kesukubangsaan (idealisme) Batak.

Sementara, oleh orang asing, selain mengenal nama Tapanuli, juga lebih mengenal sebutan Battalander, Bataklanden dan/atau Batakland; Yang oleh orang Batak disebut Tano Batak (Tanah Batak), dan orang asing lebih sering menerjemahkannya sebagai Negara atau Negara-Negara Batak.

Advertisement

Wilayah kawasan Tapanuli (Tapian na Uli – Tao Toba) atau Tanah Batak itu pada mulanya membentang mulai dari pantai Barat, sampai ke Timur kawasan Sumatra bagian Utara, yang mengelilingi (berpusat) Tao Toba (Danau Toba), mencakup Singkil dan Gayo-Alas, dan berbatasan Minangkabau (Selatan) dan Aceh (Utara). Kemudian dalam perkembangannya, terutama sejak tahun 1200-an, kawasan Tanah Batak ini berkembang. Sementara leluhur Batak memberlakukan kebijakan mengisolasi Centrum Tanah Batak, yakni semua kawasan inti yang mengelilingi (memproteksi) Danau Toba; dan di sisi lain, membuka sekitar pantai pesisir Barat dan Timur serta pinggiran perbatasan Utara dan Selatan sebagai zona bebas perdagang­an, bahkan siapa pun bisa bermukim dan membangun huta (kampung kerajaan) di tempat itu, seperti orang Batak juga membuka Huta (kerajaan) di tempat tersebut.[3]

Sehingga belakangan, abad 17-19, kawasan Tanah Batak atau  Tapian na Uli (Tapanuli) itu terdiri dari: 1) Toba sendiri sebagai Centrum Tanah Batak (Centrum der Battalander)[4] yang juga disebut Tanah Batak Tengah atau Tanah Batak Pusat (Het Centrale Bataklanden),[5] Inti Tanah Batak Het kerngebied der Bataklanden,[6] belakangan oleh Pemerintah RI) disebut Tapanuli Utara[7]; 2) Angkola dan Mandailing yang juga disebut Tapanuli Selatan atau Tanah Batak Selatan (Het Zuidelijk Batakland)[8]; 3) Simalungun yang juga disebut Tapanuli Timur atau Tanah Batak Timur;[9] 4) Pakpak Dairi disebut Tanah Batak Utara atau Tapanuli Utara; 5 Karo disebut Tanah Batak Timur Laut atau Tapanuli Timur Laut, yang populer disebut Tanah Karo.

Namun yang diblokir sebagai splendid isolation sangat ketat adalah kawasan seputar Tao Toba, yang mencakup sebagian wilayah Tanah Batak Tengah kecuali kawasan pantai Barat Sibolga dan Barus, sebagian wilayah Simalungun, Pakpak Dairi dan sebagian Tanah Karo (Karo Gunung), begitu pula Angkola dan Mandailing sampai tahun 1700-an sebagian besar masih masuk wilayah splendid isolation, walaupun tidak seketat kawasan sekitar Danau Toba. Terlihat dari pengalaman Giles Hollopway dan Charles Miller (21 Juni – 22 Juli 1772), bermaksud menjelajah pedalaman Tanah Batak tapi si pemandu Batak berusaha untuk menghindari mereka mencapai Tao Toba.[10]

Tapi anehnya masih ada sejarawan Indonesia menyebut bahwa pertama kali peneyebutan nama Danau Toba itu adalah orang asing (Jerman), bahkan menyebut nama Junghuhn. Padahal justru Junghuhn menyebut keberadaan Danau Toba itu tidak benar ada, hanya ilusi optik (optische täuschung). Memang, bagian-bagian dari Tao Toba disebut juga sesuai dengan wilayah tertentu, seperti Tao Silalahi, Tao Balige, Tao Bangkara dan sebagainya. Sebagaimana juga disebut Profesor Pieter Johannes Veth (1869) bahwa danau, oleh penduduk asli sangat baik disebut Tao, terbentang jauh dan masuk ke pusat Tanah Batak. Nama-nama danau selanjutnya bervariasi sesuai dengan pemandangan di sepanjang pantai, seperti: Tao Silalahi, -Bakkara, dll. Airnya jernih dan manis.[11]

Namun bukan berarti sebutan Tao Toba secara keseluruhan tidak ada. Contoh sebutan lengkapnya: Tao Silalahi di Tao Toba. Bahkan legenda tentang terjadinya Tao Toba sudah sejak mula dituturkan dalam suhutsuhutan Batak, jauh sebelum orang asing menjangkau Danau Toba. Hal ini berpadanan dengan sebutan Colombus seolah-olah sebagai penemu Benua Amerika, padahal suku bangsa Indian sudah lama bermukim di benua itu. Begi­tulah sejarah itu ‘tak pernah obyektif’, sangat tergantung sudut pandang dan kepentingannya.

Petikan dari Buku A Hita Batak A Cultural Strategy Jilid 1 Bab Satu Apa dan Siapa Batak. Uraian lebih lengkap baca dalam buku tersebut; Di antaranya dalam Jilid 2 Bab Tujuh Misteri Isolasi Indah Batak (Rahasia Agung Sejarah Batak), khususnya Sub-Bab 7.1: Junghuhn: Danau Toba Hanya Ilusi. Informasi lebih lanjut kunjungi: https://tokoh.id/buku-hita-batak/

Footnote:

[1]   Sub-Bab 7.1. Junghuhn: Danau Toba Hanya Ilusi.

[2]   Marsden, William, FRS, 1783 1(811): p.382-383.

[3]   Misteri Isolasi Indah Tanah Batak: Bab 7.

[4]   JJunghuhn, Franz Wilhelm, 1847 (Band 2): Die Battaländer auf Sumatra, Berlin: G. Reimer, p.251.

[5]   Joustra, M, 1926: Batakspiegel, bl.8 & 25; Zanen, Abraham Johannes van, 1934: p.11-13;

[6]   Ypes, W.K.H., 1932: b.4.

[7]   Tapanuli Utara: Sebutan kurang tepat; Lebih tepat sebagai Tapanuli Pusat atau Tapanuli Tengah yakni Tapanuli seputar Danau Toba. Pakpak-Dairi sebagai Tapanuli Utara, dan Pesisir Barat Tapanuli sebagai Tapanuli Barat.

[8]   Joustra, M, 1926: Batakspiegel, bl.38.

[9] Fischer, H.W, 1914: Batakländer, Mit anhang: Malaiische Länder an der Nordost-Küste Sumatra’s (Sumatra II), Katalog des Ethnographischen Reichsmüseums, Bänd VIII, Leiden: E.J. Brill, s.VI.

[10]  Marsden, William, 1783 (1811): p.373.

[11]  Veth, Pieter Johannes, Prof, 1869: b.1089.

TINGGALKAN KOMENTAR

Please enter your comment!
Please enter your name here