Mitos (mitologi) dapat diklasifikasikan menurut tema dominan yang diungkapkan dalam narasi. Beberapa tema terpenting adalah penciptaan, asal usul dewa dan makhluk ilahi, upacara ritual, serta pembaruan dan kelahiran kembali dunia. Mitos penciptaan, atau kosmogonik, biasanya merupakan mitos budaya yang paling penting karena berkaitan dengan bagaimana seluruh dunia menjadi ada.[1]
Dalam hal jenis mitologi ini, kita (penulis) mengelompokkan Mitologi Batak dalam tujuh jenis atau tipe yang satu sama lain saling terkait dalam kesatuan yang tidak terpisahkan (holistik), yakni:
- Mitos Debata (The Myth of High God) yakni mitologi Batak yang menceriterakan tentang Debata (Allah Tinggi) Mulajadi Nabolon sebagai Sang Khalik Semesta yang tidak bermula dan tidak berujung (Na so marmula na so marujung) dan Yang Esa dalam Tiga Unsur (Na Sada Si Tolu Suhu), Debata Mulajadi Nabolon dalam totalitas Tritunggal Debata Batara Guru, Debata Soripada dan Debata Mangala Bulan dan turunan-turunannya serta posisi dan perannya masing-masing.
- Mitos Kosmologi (The Cosmological Myth) yakni mitologi (turiturian) Batak yang mengisahkan penciptaan Bumi yang datar (Bandingkan Aristoteles) di atas Samudera Purba, sebagai bagian dari harmoni makrokosmos dan mikrokosmos yang terdiri atas tiga atmosfir yakni: Banua Ginjang (Benua Atas) yang terdiri dari 7 lapis; Banua Tonga (Benua Tengah) yang terdiri dari Bumi dan segala isinya, dan planet matahari serta bulan dan bintang-bintang sebagai anaknya bulan (planet); Banua Toru (Benua Bawah) di bawah tanah (bumi) dan samudera primordial gelap gulita.
- Mitos Ihat Manisia (The Myth of Human Creation) atau Mistos Silsilah yakni mitologi (turiturian) yang mengisahkan penciptaan pasangan manusia pertama (Si Raja Ihat Manisia dan Si Boru Itam Manisia) yang menjadi leluhur Si Raja Batak dan keturunannya yang (bermula matrilineal Si Boru Deak Parujar) kemudian disusun dalam silsilah patrilineal; Serta mengisahkan eksistensi dan sifat-sifat manusia sebagai insan religius (titisan Ilahi), termasuk mitos prestise, kisah tentang manusia-manusia sakti dan malim yang dipandang sebagai priesthood (imamat, na martuatua); dan 4 (bisa juga dikelompokkan dalam Mitos Ihat Manisia).
- Mitos Setelah Kematian (The Myth After Death) yakni mitologi kisah kehidupan setelah kematian (Myth of life after death), kehidupan Tondi (roh) setelah kematian, dimana Tondi orang yang telah meninggal dinamai (disebut) Begu, Sumangot dan Sombaon. Sebutan tersebut tergantung berbagai faktor dan perangai (terutama Hagabeon, Hamoraon dan Hasangapon) seseorang semasa hidup hingga kematiannya, serta upacara ritual (adat) kematiannya juga setelah kematiannya yang sangat menentukan apakah Tondi (Begu) seseorang berada di Banua Toru, atau Tondi (Sumangot dan Sombaon) seseorang berada di Banua Ginjang (Langit Pertama hingga Langit Keenam). The Myth of life after death leluhur Batak mengenal semacam purgatory dan indulgensi (Ortodok dan Katolik), walaupun tidak persis sama.
- Mitos Filosofi dan Adat (Philosophy and Custom Myths) yakni mitologi (turiturian) Batak yang mengisahkan hubungan manusia dengan Debata dan hubungan manusia dengan sesama dan semua makhluk dan alam semesta demi menjaga harmonisasi makrokosmos dan mikrokosmos yang menjadi sumber filosofi dan sistem sosial (kekerabatan) tradisi adat (costum) Batak yang digariskan dalam Dalihan Na Tolu Paopat Sihalsihal(sistem sosial tungku nan tiga plus batu pangela), ugari (adat dan hukum), umpama (amsal kebajikan), umpasa (amsal berkat) dan torsatorsa (cerita rakyat penuntun), tonggo (doa), ende (kidung), dan andung (ratapan); Yakni: Mual Ngolu Habatahon (sumber nilai hidup kebatakan) atau Habonaron Habatahon.
- Mitos Upacara Ritual (Ritual Ceremony Myths) yakni kisah mitologi Batak tentang pelaksanaan upacara ritual yang berkaitan keseluruhan dengan mitos-mitos (1-5) tersebut, seperti upacara ritual sebelum kelahiran, setelah lahir, pemberian nama, pernikahan, hari tua sebelum meninggal, upacara kematian, dan setelah kematian; Serta upacara pemujaan musiman tahunan Mangase Taon (Upacara Tahunan Bius sesudah panen dan menjelang musim tanam berikutnya) dan upacara-upacara ritual (Horja) keluarga, Huta dan Bius lainnya.
- Mitos Pustaha Batak (The Myth of Batak Literature) yakni kisah tentang dua pustaka suci Batak (Batak Heilig Boek) yakni Pustaha Tumbaga Agong (Pustaka Tembaga Agung) tentang kemaliman dan Pustaha Tumbaga Holing (Pustaka Tembaga Berkilau) tentang kerajaan dan kemasyarakatan; yang ditulis dalam aksara Batak asli, yang tidak akan hancur (hapus) oleh air serta tidak akan hangus oleh api yang merupakan Heilig Boek (Kitab Suci) orang Batak.[2]
Substansi ketujuh jenis Mitologi Batak tersebut dinarasikan dalam bab-bab berikutnya Buku Hita Batak A Cultural Strategy, Jilid 1, dalam kaitannya dengan kepercayaan (Teologi Batak), Sistem kemasyarakatan, Uhum dan Adat {Ugari), sejarah dan kekerabatan, serta berbagai aspek kehidupan Batak (Habatahon).
Penulis: Ch. Robin Simanullang, Cuplikan Buku Hita Batak A Cultural Strategy, Jilid 1, Bab 2.1.1, Halaman 127-129.
Footnotes:
[1] Grolier, 1991: Encyclopedia of Knowledge, Volume 13, p.171.
[2] Radermacher, J.C.M., 1787: b.28.