Ekonomi Kelabu 2009: Kenapa Kita Tidak Belajar?

ARSIP: Majalah Berita Indonesia Edisi 63

 
0
54
Majalah Berita Indonesia Edisi 63
Majalah Berita Indonesia Edisi 63 - Ekonomi Kelabu 2009

VISI BERITA (Kenapa Kita Tidak Belajar?, Januari 2009) – Ekonomi global (dunia) tahun 2009 akan memasuki resesi terburuk yang tak terhindarkan. Bermula dari kerusakan serius sistem keuangan dan perbankan di Amerika Serikat (episentrum), mesin ekonomi dunia. Lalu, semua ekonomi negara-negara di dunia serentak ambruk dengan derajat penurunan berbeda-beda. Indonesia, jika salah antisipasi, dikuatirkan akan mengalami derajat kemerosotan aktivitas ekonomi terburuk.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 63 | Basic HTML

Kekuatiran itu makin mengemuka tatkala mengamati langkah-langkah yang diambil pemerintah dan otoritas moneter di negeri yang sebelumnya belum pulih dari resesi jilid satu yang terjadi sejak 1997 lalu. Pemerintah masih lebih fokus pada kebijakan moneter dan injeksi dana, bahkan dengan mengutang lagi. Tidak terlihat upaya konkrit untuk menggairahkan aktivitas ekonomi sektor riil dan pembangunan berbasis pedesaan. Apalagi, tidak juga terlihat upaya antisipasi peluang kerja bagi karyawan yang kemungkinan besar akan jutaan orang terkena PHK.

The Institute of International Finance (IIF) yang beranggotakan 375 lembaga keuangan dunia berpusat di Washington, Kamis (18/12/2008), secara jujur mengemukakan kegagalan para otoritas moneter yang berupaya mencegah dan mengatasi resesi ini. Dengan injeksi dana, ternyata tidak menolong. Injeksi modal dan penurunan suku bunga tidak berhasil mencegah resesi. Ketersediaan pinjaman relatif murah dari Bank Sentral AS, bahkan hanya 0,1 persen dari Bank Sentral Jepang, tak mampu menggerakkan ekonomi. Sebab kerusakan serius sudah telanjur terjadi.

Kerusakan serius sistem keuangan dan perbankan telah menyebabkan terganggunya bursa saham dan pasar modal, dan mengimbas pada melemahnya aktivitas ekonomi semua negara. Mengganggu kelancaran transaksi perdagangan, baik secara nasional maupun global. Apalagi efek buruknya bagi Indonesia, sebagai negara sedang berkembang, akan sangat terasa. Nilai tukar rupiah dan bursa efek Indonesia anjlok. Bukan hanya semata-mata karena kebijakan dan kekuatan ekonomi dan keuangan yang belum berpihak sebesar-besarnya kepada kepentingan rakyat banyak, tetapi juga akibat sikap mental dan cara berpikir yang belum taat azas dan belum punya kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

Sikap mental bangsa yang lemah! Dalam situasi resesi saat ini, sangat menyakitkan bila menyaksikan para oknum pejabat justru lebih gemar memamerkan, bertransaksi, dan menyimpan dolar. Belum lagi masih belum terjadinya kesepahaman agar semua komponen bangsa ini taat pada azas negara yang sudah disepakati bersama. Pertanyaan kita, kenapa kita tidak mau belajar?

Maka, dalam himpitan krisis berskala nasional yang kita alami sejak 10 tahun lalu, belumpun dapat dipulihkan secara menyeluruh, kini krisis global sedang menghadang kembali, sebagai bangsa, sebagaimana dikemukakan Syaykh al-Zaytun dalam khutbah Idul Adha (8/12/2008), kita harus berani mengadakan evaluasi. Apa gerangan yang harus kita tata ulang?

Menurut Syaykh, sebagai bangsa, dalam bernegara, sesungguhnya kita telah memiliki landasan dasar yang kokoh yang mumpuni, sebagai landasan strategi budaya, strategi mengelola cara berpikir, bertindak, bereaksi lokal, nasional, maupun global.

Syaykh menegaskan, mungkin yang harus ditata ulang adalah ketaatan dan keberpihakan serta kesetiaan bangsa terhadap asas dan dasar negara yang telah disepakati bersama. Mungkin sebagai bangsa, belum sepenuhnya konsen, untuk meletakkan dasar-dasar negara ini sebagai suatu sistem yang utuh, sehingga tindakan yang dilakukan, orientasinya selalu belum, bahkan tidak berpihak kepada dasar-dasar yang telah disepakati.

Bahwa terjadinya perubahan politik (reformasi) yang dibarengi oleh terjadinya krisis ekonomi jilid I di negara kita, yang telah berjalan 10 tahun, kita selalu saja menyaksikan sajian tindakan-tindakan yang selalu antagonistis terhadap dasar-dasar negara yang telah disepakati. Selain secara prinsip ideologis tentang ketaatan pada azas, kita juga seharusnya mau belajar pada kegagalan mengatasi krisis jilid satu yang telah berjalan lebih 10 tahun. Serta belajar dari kegagalan (kekurangberhasilan) pembangunan selama lebih 63 tahun Indonesia merdeka yang ternyata belum sebesar-besarnya demi kesejahteraan rakyat dan belum menjadikan kita lebih mandiri dalam hubungan interdependensi antarbangsa.

Advertisement

Kini saatnya kita seharusnya belajar. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Mulailah membangun dengan berbasis kekuatan dan kearifan lokal. Sebagaimana disarankan Syaykh al-Zaytun dalam percakapan dengan wartawan majalah ini agar kita lebih fokus pada pembangunan infrastruktur yang membuka akses ke semua pelosok desa dengan pola padat karya. Dengan demikian agropolitan akan berkembang pesat. Pusat atau kota yang kuat belum tentu membuat Indonesia kuat. Tetapi desa yang kuat akan menjamin Indonesia kuat.

Selamat Tahun Baru 1430 Hijryah dan Tahun Baru 2009. (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 63

Dari Redaksi

Visi Berita

Surat Pembaca

Berita Terdepan

Highlight/Karikatur Berita

Berita Utama

Lintas Tajuk

Berita Khas

Berita Daerah

Lentera

Berita Politik

Berita Hukum

Berita Nasional

Berita Mancanegara

Berita Humaniora

Berita Iptek

Berita Kesehatan

Berita Obituari

Berita Hiburan

Berita Buku

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini