
VISI BERITA (Busung Lapar, 6 April 2006) – ASI terasa mengering, tak bergizi, tak memuaskan rasa dahaga dan lapar buat anak-anak malang di pojok timur Indonesia. Di NTT, selama setahun ini, 61 anak balita mati dengan mengenaskan lantaran menderita busung lapar, atau dalam bahasa halusnya, “kurang gizi.” Dan masih banyak balita di daerah-daerah lain yang mengidap penyakit serupa.
Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 10 | Basic HTML
Menurut standar yang disiarkan Departemen Kesehatan, gizi cukup bagi anak Indonesia usia 0-6 bulan adalah: berat badan 6 kg, tinggi badan 60 cm, energi 550 Kkal, protein 10 g, Vitamin A 375 RE, Vitamin D 5 ug, Vitamin E 4 mg, dan Vitamin K 5 ug. Sedangkan untuk usia 7-12 bulan: berat badan 8,5 kg, tinggi badan 71 cm, energi 650 Kkal, protein 16 g, Vitamin A 400 RE, Vitamin D 5 ug, Vitamin E 5 mg, dan Vitamin K 10 ug. Gejala kurang makan yang akut berujung pada penyakit kurang gizi alias busung lapar.
Dunia ini memang penuh dengan ketimpangan dan ketidakadilan. Di Jakarta, orang kaya dengan mudah menghabiskan puluhan juta rupiah di hotel-hotel berbintang dan tempat-tempat hiburan elit, hanya dalam semalam. Padahal orang-orang miskin, baik di desa maupun di kota, membanting tulang seharian untuk memberi makan apa adanya, makanan kurang gizi, kepada anggota keluarga mereka. Sebuah ironi yang menggemaskan, tetapi memalukan.
Aneh, di era yang serba canggih ini, di Indonesia malah terjadi proses pemiskinan. Rumus pemiskinan paling sederhana adalah harga-harga meroket, sementara pendapatan rendah atau pendapatan nol.
Belakangan ini, proses tersebut menggumpal ibarat gunung es setelah pemerintah (tahun 2005) dua kali menaikkan harga BBM. Angka RTM pun serta merta naik dari 15 juta menjadi 15,6 juta. Kenaikan harga BBM yang kedua (1/10/2005) membuat banyak RTM (Rumah Tangga Miskin) terhempas ke lembah busung lapar. Memang pemerintah memberikan kompensasi berupa dana bantuan tunai Rp 300.000 untuk setiap RTM. Tetapi uang tunai itu menguap dalam sekejap karena mereka harus menutup utang dan membeli barang-barang kebutuhan pokok.
Penuh retorika – kalau tidak bisa dibilang sandiwara politik – para anggota parlemen merasa bahwa solusi gizi buruk anak-anak malang tersebut cukup diatasi dengan interpelasi alias penggunaan hak bertanya mereka. Tidak lebih dari itu. Tidak ada upaya yang lebih serius dan pengamatan lebih mendalam, kenapa ada keluarga – berbulan-bulan – tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling dasar sekalipun. Kenapa di sudut-sudut desa dan kota yang kumuh, anak-anak harus menderita dan mati kelaparan.
Boleh dibilang para anggota parlemen sudah cukup puas hanya lantaran interpelasi mereka ditanggapi pemerintah. Padahal jawaban pemerintah juga penuh retorika dan tidak banyak menyentuh persoalan dasar. Masalah yang mesti diatasi adalah ribuan balita di seluruh penjuru negeri tergeletak tak berdaya dan mati mengenaskan lantaran busung lapar.
Memang paling mudah mencari dalih. Kambing hitam satu: warisan masa lalu. Dan kambing hitam dua: ketidakberdayaan pemerintah mengatasi hambatan politis dan teknis.
Seperti yang terjadi pekan lalu (7/3) di depan sidang paripurna DPR, Aburizal Bakrie, konglomerat yang dipercaya menjabat Menko Kesra, berbicara tentang terjadinya gizi buruk yang dia kaitkan dengan warisan masa lalu, otonomi daerah, dan lumpuhnya sarana dan prasarana pelayanan. Di sisi lain, reaksi para anggota parlemen yang dipilih oleh sebagian besar pemilih miskin itu, kebanyakan hanya basa-basi, tanpa tindak lanjut.
Lantas apa hasil konkrit dari penggunaan hak interpelasi DPR? Nonsen. Kecuali kegalauan yang muncul di media massa, mempersoalkan ketidakhadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjelaskan langsung kepada para wakil rakyat tentang kemelut busung lapar dan penyakit polio, dua sisi suram yang sangat melekat dengan keseharian masyarakat miskin.
Rasanya setelah negeri ini merdeka 61 tahun, semakin banyak orang jatuh miskin, menyentuh angka hampir 100 juta jiwa. Ini yang membuat mereka tak mampu memenuhi standar gizi, tinggal di rumah yang layak, merawat kesehatan, dan mendidik anak-anak mereka.
Semestinya, selama rentang waktu tersebut, negara sudah mampu memberi rakyatnya lapangan kerja dengan penghasilan yang memadai, pendidikan, dan perawatan kesehatan secara cuma-cuma. Yang terjadi malah sebaliknya. Indonesia malah tersingkir dari kelompok negara-negara berkembang dan terjerembab ke dalam kelompok negara-negara miskin.
Akibatnya, ribuan calon tenaga kerja wanita dan anak-anak mengalir dari Jawa, Madura, NTB, NTT, dan Kalimantan Barat, masuk secara gelap ke Brunei Darussalam, Sabah, dan Serawak. Di sana mereka dijanjikan pekerjaan yang tidak bisa disediakan oleh pemerintah. Negeri ini menjadi tidak bermartabat, bahkan di depan mata negeri-negeri serumpun.
Muak hidup miskin turun-temurun dan bertekad mengubah nasib, mereka pun tergiur rayuan dan janji muluk para calo. Banyak yang masuk perangkap perdagangan manusia, terjerat perdagangan seks, dan perbudakan anak-anak. Risiko ini mereka ambil juga supaya tidak menderita kelaparan di negeri sendiri.
Agaknya, peribahasa: “hujan batu di negeri sendiri lebih baik daripada hujan emas di negeri orang,” tak lagi berlaku bagi mereka. (red/BeritaIndonesia)
Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 10
Dari Redaksi
- Dari Redaksi – Halaman 4
Surat Komentar
- Surat Komentar – Halaman 5
Highlight/Karikatur Berita
- Highlight/Karikatur Berita – Halaman 7
Berita Terdepan
- Meretas Jalan ke New York – Halaman 12
Visi Berita
- Busung Lapar – Halaman 13
Berita Utama
- Derai Tawa di Sidang Paripurna – Halaman 14
- Korban Busung Lapar Masih Berjatuhan – Halaman 16
- Generasi Kurang Gizi di Negeri Lumbung Padi – Halaman 18
- Hantu Bernama Gizi Buruk – Halaman 20
- Balada Marasmus, Si Kecil dan Mahasiswa – Halaman 22
Berita Opini
- Rindu Dunia Nan Damai – Halaman 23
Berita Wawancara
- Dr. dr. Siti Fadilah Supari (Menteri Kesehatan RI) – Halaman 24
Berita Khas
- CenturyBank Penuhi Ketentuan BI – Halaman 26
- Kinerja CenturyBank Cemerlang – Halaman 28
- CenturyBank Rintis Kemitraan dengan Al-Zaytun – Halaman 30
Berita Tokoh
- Mayjen TNI (Purn.) Drs. Sulaiman AB, SH, MSc – Halaman 32
Lentera
- Pendidikan Jalan Utama Menuju Indonesia Kuat – Halaman 34
Berita Nasional
- Rudolf Gubsu Definitif – Halaman 38
- Demo dan Rebana Sambut Condy – Halaman 39
- PT. KA Pacu Keandalan dan Waktu – Halaman 40
- Siang Berdarah di Abepura – Halaman 41
Berita Ekonomi
- Pertamina Ganti Direksi – Halaman 42
- Rasa Gula Tak Lagi “Manis” – Halaman 44
- Isi Pesan Paket Januari 2006 – Halaman 45
Berita Hukum
- Misteri Lima Juta Dolar – Halaman 46
- Pak Menteri yang Dinanti – Halaman 47
Berita Profil
- Ir. Humuntar Lumban Gaol – Halaman 48
Berita Politik
- PKS-Golkar Saling Intip – Halaman 50
- Wapres Minta DPD Taati Konstitusi – Halaman 51
Berita Hankam
- Ulang Tahun Kostrad ke-45 – Halaman 52
Berita Mancanegara
- China Meloncat ke Depan – Halaman 54
- Iran Cari Simpati Malaysia – Halaman 55
Berita Daerah
- Perda Terbit, PSK Terbirit-Birit – Halaman 56
Berita Iptek
- Chip RFID Hitachi Sebesar Debu – Halaman 57
Berita Perempuan
- Dua Perempuan di Sisi SBY – Halaman 58
- Kawin Paksa Perempuan Afghan – Halaman 59
Berita Olahraga
- Kemenangan Pelipur Lara – Halaman 60
Berita Lingkungan
- Kado Banjir untuk Rakyat – Halaman 61
Berita Feature
- Perang Jarak Jauh – Halaman 62
Berita Humaniora
- Sekolah Gratis Setengah Hati – Halaman 64
- Raju-Eman Pun Akhirnya Berpelukan – Halaman 65
Berita Budaya
- Karuhun di Kampung Naga – Halaman 66