
[OPINI] Robohnya Moralitas – Oleh Benny Susetyo Pr | Hukum dan moralitas ada, tapi sering dianggap tiada. Berpuluh-puluh undang-undang dan ketetapan dilahirkan untuk bisa dicari-cari sisi lemahnya, lalu diperdaya. Masyarakat diajari hidup di alam yang amat buas bahwa yang kuat selalu menang dan yang kecil harus kalah.
Mengamati perilaku elite dewasa ini, begitu sulit membayangkan masa depan negeri ini. Cita-cita memberantas korupsi seringkali hanya manis di bibir. Keadilan publik tidak lagi dijadikan pedoman. Banyak koruptor yang belum tertangkap dan melarikan diri, mereka yang tertangkap begitu mudah mendapatkan keringanan hukuman, sistem pemerintahan yang memudahkan elite untuk memainkan uang rakyat untuk kepentingan dirinya, keadilan hukum yang mudah dipermainkan para elite, dan seterusnya, merupakan sederet fakta yang semakin menyuramkan wajah masa depan negeri ini.
Semakin banyak orang tidak percaya masa depan bangsa ini, terutama ketika penguasa politik tidak lagi setia mengikuti suara hati. Nurani mereka mudah dipertukarkan dengan kepentingan politik jangka pendek. Semakin banyak orang percaya bahwa harapan masa depan negeri yang mampu menciptakan kesejahteraan, kecerdasan, rasa aman, damai, keadilan, dan seterusnya hanyalah mimpi di siang bolong. Politik tidak lagi dibimbing oleh moralitas dan kepentingan bangsa.
Inilah negeri ironis, ketika ‘kedaulatan’ hanyalah kata-kata abstrak yang tidak memiliki kekuatan. Aparaturnya menjadi pemburu rente dan bila perlu menjual martabat negara untuk kepentingan diri dan golongannya saja. Res publika hilang dan berganti menjadi res capital.
Politik lebih digerakkan oleh keuntungan pribadi dan golongan yang mematikan kepentingan bangsa. Dengan hasrat politik seperti itu, tidak mengherankan bila kekuasaan tidak lagi melayani kepentingan rakyat.Kekuasaan justru lebih tunduk (bahkan tak berkutik) di bawah tekanan modal dan pemodal.
Inilah negeri ironis, ketika ‘kedaulatan’ hanyalah kata-kata abstrak yang tidak memiliki kekuatan. Aparaturnya menjadi pemburu rente dan bila perlu menjual martabat negara untuk kepentingan diri dan golongannya saja. Res publika hilang dan berganti menjadi res capital.
Dalam berbagai fakta, begitu mencolok apa yang dapat dilihat bahwa negeri ini banyak dikendalikan oleh kapital. Keadilan bahkan bisa diperjualbelikan. Koruptor pun bisa diringankan hukumannya bahkan dibebaskan dengan mudah bila ia bisa ‘mengambil hati’ aparatus negara.
Kendatipun publik selalu heran dan takjub atas kejadian-kejadian seperti ini, para elite begitu mudah mengabaikannya. Elite percaya bahwa publik mudah dikelabui dengan politik pencitraan atau dengan trik tertentu. Penangkapan beberapa hakim yang terlibat suap bisa jadi merupakan setitik dari lautan skandal korupsi di negeri ini.
Dan bila kasus korupsi sudah menjangkiti semangat peradilan di negeri ini, hukum bisa dipermainkan sesuka hati, kita lalu bertanya dengan alasan seperti apa kita bisa membayangkan masa depan cerah negeri ini.Semuanya serbasuram dan gelap.
Moralitas Ada Tapi Tiada
Semua kasus hukum di negeri ini bersangkut paut dengan keadilan publik. Begitu banyak masalah ketaatan hukum di negeri kita menyangkut rasa ketidakadilan ini. Dalam banyak kasus yang menyangkut orang-orang kuat, kita selalu memetik pelajaran utama bahwa keadilan akan sangat sulit ditegakkan.
Tentu saja menegakkan keadilan bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga bersangkut paut dengan moralitas. Hukum harus dijalankan seiring dengan moralitas publik. Sinisme publik atas suatu keputusan hukum dan politik merupakan cermin dari diabaikannya moralitas dalam perilaku politik.
Hukum dan moralitas ada, tapi sering dianggap tiada. Berpuluh-puluh undang-undang dan ketetapan dilahirkan untuk bisa dicari-cari sisi lemahnya, lalu diperdaya. Masyarakat diajari hidup di alam yang amat buas bahwa yang kuat selalu menang dan yang kecil harus kalah.
Kehidupan publik tidak lagi tunduk pada moralitas. Realitas inilah yang akhirnya menghancurkan peradaban kita sebagai bangsa. Kita menjadi bangsa yang tidak lagi perlu taat pada norma hukum, dan boleh saja melalui logika kekuasaan dan uang mengkhianati nilai-nilai keadilan. Moralitas telah roboh. Dalam semua itu, masih adakah ruang kita untuk berbenah?
Hukum Dimanipulasi
Keadilan hukum ditegakkan karena hal tersebut menguntungkan kepentingan penguasa, dan sebaliknya keadilan hukum diabaikan hanya karena dianggap mengganggu kepentingan politik penguasa. Pertanyaan mendasar yang layak diajukan adalah, keadilan hukum itu sebenarnya untuk siapa?
Untuk mewujudkan keadilan hukum, memang dibutuhkan iktikad politik (political will) yang sangat kuat dari penguasa.Tanpa itu nyaris tidak mungkin keadilan hukum bisa diwujudkan. Penguasa memiliki kekuasaan yang bisa mengarahkan, memfasilitasi, dan menciptakan suasana yang kondusif guna terwujudnya hukum sebagai panglima untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat.
Kekuasaan memiliki peran besar melahirkan hukum yang peka terhadap perasaan publik, hukum yang dipercaya sebagai satu-satunya pijakan atas segala perselisihan yang muncul dalam proses berdemokrasi. Hukum bisa dipercaya apabila prinsip kesetaraan dalam hukum (tidak peduli ia kaya atau berkuasa semua memiliki derajat yang sama dalam hukum) serta ada ketaatan yang dilandasi oleh komitmen kesederajatan.
Dengan faktorfaktor seperti demikian,hukum dicita-citakan akan melahirkan keadilan sosial dan berikutnya untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat. Mengaca pada kasus-kasus belakangan yang terjadi setidaknya dapat dibaca dari sini. Hukum menjadi permainan para penguasa.
Akibatnya sisi keadilannya semakin suram. Hukum juga mudah dimanipulasi dan direkayasa, asal ia bisa memenuhi keinginan tertentu. Hukum ditegakkan sekaligus dilecehkan seringkali mengabaikan sisi utamanya, yakni keadilan.
Kini tinggal langkah konkret penguasa apakah masih “bersedia” membuka tabir kegelapan yang berselimut asap tebal ini. Atau harus menunggu keadilan akan dikais oleh rakyat di jalanan. Kita menantikan fajar keadilan dan kemanusiaan menjadi pilihan dalam kebijakan publik yang benar, dalam menentukan masa depan bangsa ini. Harapan itulah yang kita semua nantikan sebagai anak bangsa yang merindukan Indonesia masa depan dalam keadaan yang terang. Opini TokohIndonesia.com | rbh
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Penulis: Antony Benny Susetyo Pr, Sekretaris Eksekutif Komisi HAK KWI, Pemerhati Sosial. Pernah juga diterbitkan di Harian Seputar Indonesia, Sindo Saturday, 16 Juli 2011 di bawah judul: Robohnya Moralitas Kami.