
[OPINI] – Oleh Syaykh al-Zaytun Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang | Menurut Bung Karno, bencana bathin yang paling besar ialah bahwa Rakyat Indonesia percaya, bahwa ia adalah “Rakyat Kambing” yang selamanya harus dipimpin dan dituntun. Stelsel imperialisme seantero Indonesia selamanya mengempanyekan kepada Rakyat Indonesia bahwa maksud mereka bukanlah maksud mengeduk kekayaan Indonesia, tapi adalah “Maksud Suci” mendidik Rakyat Indonesia dari kebodohan ke arah kemajuan dan kecerdasan.
Sejarah telah mencatat: di sana antara benua Asia dan benua Australia, antara lautan Teduh dan lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa yang mula-mula mencoba untuk hidup kembali, bangkit sebagai Bangsa.
Sekelompok pemuda pada masa pergerakan kebangkitan nasional, pada 28 Oktober 1928, melahirkan Sumpah Pemuda, sebagai tekad persatuan Bangsa dengan rumusan : Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Indonesia.
Alasan untuk bersatu: Karena kemauan untuk bersatu telah mengatasi alasan-alasan lain, seperti : sejarah, bahasa hukum adat dll.
Tekad untuk bersatu dalam satu Negara Satu Bangsa dan Satu Bahasa ini, direalisasikan dalam persatuan perjuangan untuk menghantarkan Indonesia Merdeka, 17 tahun kemudian yakni 17 Agustus 1945.
Negara Indonesia Merdeka, menetapkan bentuk dan kedaulatannya, sebagai Negara Kesatuan yang berbentuk Republik dan kedaulatan berada ditangan rakyat.
Di dalam hal pemerintahan Negara, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar, dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang wakil Presiden.
Dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia mengalami dua perjalanan sejarah pemilihannya, Pertama : Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR, dengan suara yang terbanyak. Dirujuk daripada UUD 1945 yang berlaku sejak UUD 1945 diberlakukan pada 18/08/1945 sd. 2002. Kedua : Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh Rakyat. Dirujuk dari UUD 2002, hasil amandemen daripada UUD 1945.
Dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia mengalami dua perjalanan sejarah pemilihannya, Pertama : Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR, dengan suara yang terbanyak. Dirujuk daripada UUD 1945 yang berlaku sejak UUD 1945 diberlakukan pada 18/08/1945 sd. 2002. Kedua : Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh Rakyat. Dirujuk dari UUD 2002, hasil amandemen daripada UUD 1945.
Indonesia Tanah yang Mulya
Tanah kita yang Kaya, Di sanalah kita berada. Untuk selama-lamanya. Setelah kita bangsa Indonesia mewujudkan sumpahnya: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa Indonesia. Indonesia Tanah airku, tanah tumpah daraku, Indonesia kebangsaanku, kita berseru Indonesia bersatu, membangun jiwaraga untuk Indonesia, berseru Indonesia Merdeka, Hiduplah Indonesia Raya, maka:
Seperti apa Indonesia Tanah yang mulia. Tanah kita yang kaya itu?
Indonesia Raya Tahun 2014, luas area/wilayah daratan 1.922.570 km² dan lautan 5.176.800 km² (Daratan dan Lautan: 7.099.370 km²). Merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia. Pulau besar dan kecil 18.493. Telah mempunyai nama 11.913. Yang belum mempunyai nama 6.580. Terbentang panjang dari Timur – Barat 5.150 km dan dari Utara – Selatan: 1.930 km.
Lebih dari 5.980 pulau besar dan kecil tersusun di dalam 4 (empat) propinsi di Wilayah Indonesia bagian Timur yang luasnya lebih dari 494.957 km². Lebih dari 5.264 pulau besar dan kecil tersusun di dalam 12 (dua belas) propinsi di Wilayah Indonesia bagian Tengah , yang luasnya lebih dari 658.456 km². Lebih dari 6.841 pulau besar dan kecil tersusun di dalam 17 (tujuh belas) propinsi di Wilayah Indonesia bagian Barat, yang luasnya lebih dari 757.538 km².
Luas Wilayah Indonesia ini dapat dibandingkan dengan bentangan Amerika Serikat, mulai daripada pantai Timur sampai pantai Barat. Atau dibandingkan dengan daratan Eropa, mulai London di Inggris, sampai Istambul di Turki. Penduduk Indonesia tahun 2014 mencapai ± 250.000.000.
Imperialis Asing
Penjajah (Imperialis) asing, akibat Indonesia tidak bersatu. Kita tidak pernah dapat kembali ke masa lalu, tetapi kita dapat belajar daripada berbagai kesalahan dan wawasannya.
Seorang peneliti, professor Veth pernah berkata: Bahwa sebenarnya Indonesia tidak pernah merdeka dari zaman purbakala sampai sekarang, dari zaman ribuan tahun sampai sekarang – dari zaman Hindu sampai sekarang. Menurut professor itu, Indonesia senantiasa menjadi negeri jajahan. Mula-mula dijajah Hindu, kemudian dijajah Belanda.
Bung Karno tentang pendirian Professor itu pada Maret 1933 menyampaikan pendapatnya: “Pendapat kita ialah, bahwa professor yang pandai itu, yang memang menjadi salah satu “datuknya” penyelidikan riwayat kita (sejarah kita), ini kali salah raba. Ia lupa, bahwa adalah perbedaan yang dalam sekali antara hakekatnya zaman Hindu dan hakekatnya zaman sekarang (Belanda). Ia lupa, bahwa di dalam zaman Hindu itu sebenarnya Indonesia adalah merdeka terhadap pada Hindustan (India), sedangkan di dalam zaman sekarang (penjajah Belanda) Indonesia adalah tidak merdeka terhadap pada negeri Belanda”.
Negara Indonesia (masa silam) adalah negara merdeka. Kemudian Negara Indonesia itu hilang kemerdekaannya, kemudian menjadi koloni, menjadi negeri jajahan. Sebab-sebabnya, sumber sebab-sebabnya, haruslah kita cari di dalam susunan dunia beberapa abad yang lalu. Empat – lima ratus tahun yang lalu, di dalam abad keenam belas ke tujuh belas, dunia Barat (Eropa) terjadi suatu perubahan – susunan – masyarakat. Dari kehidupan feodalisme kuno berubah menjadi feodalisme baru yang bersifat kapitalis.
Dunia Eropa menjadi sangat sempit bagi kegiatan perdagangan perniagaan mereka. Maka untuk kegiatan perniagaan itu timbullah suatu kehendak kuat mencari tempat perniagaan baru di luar Eropa yang sudah menjadi sempit itu ke benua lain di benua Timur, benua Asia – dan terjadilah imperialisme Barat ke Timur.
Waktu itu imperialisme masih sangat kecil, dibanding imperialisme modern. Toh dunia Timur waktu itu tidak ada kekuatan sedikitpun, dimanakah kekuatan Indonesia. Dimanakah kekuatan masyarakat Indonesia, yang dulu katanya mempunyai kerajaan-kerajaan gagah-sentosa seperti Sriwijaya, seperti Mataram I, seperti Majapahit, seperti Pajajaran, seperti Bintara (Demak), seperti Mataram II?
Masyarakat Indonesia khususnya Asia umumnya pada waktu itu sedang sakit, masyarakat yang sedang “Intransformatie”, masyarakat yang sedang “berganti bulu”, dari feodalisme kuno Majapahit yang bercirikan Brahmanisme, perlahan-lahan didesak oleh feodalisme baru, feodalisme berciri ke-Islam-an. Berhadap-hadapannya feodalisme kuno dan feodalisme baru secara konfrontatif itu, mengakibatkan masyarakat menjadi sakit dan tidak bertenaga, menjadi lemah dan lembek, tidak berdaya.
Maka kita tidak perlu heran Imperialisme Barat menjadi sangat mudah membuka pintu masyarakat Indonesia (tempo dulu) yang sedang sakit “berganti bulu” (bertransformasi) tidak cukup kekuatan untuk menolaknya walaupun kekuatan imperialisme barat itu sangat kecil.
Kita tidak perlu heran kalau Imperialisme Barat segera mendapat kedudukan di masyarakat yang sedang sakit itu. Kita tidak perlu heran jika Imperialisme Barat itu bisa menjadi penguasa hebat di masyarakat Indonesia yang lembek itu. Satu-persatu negeri-negeri di Indonesia (tempo dulu) tunduk kepada penguasa yang baru (kolonialis barat) itu.
Satu-persatu negeri-negeri itu lantas hilang kemerdekaannya, Satu persatu negeri-negeri Indonesia (tempo dulu) itu lantas menjadi kepunyaan Oast Indische Compagnie. Akhirnya seluruh daerah Indonesia terjajah dan menjadi tidak merdeka.
Itulah asal-muasal kesialan nasib negeri Indonesia. Itulah pokok-pangkal sebab permulaan negeri Indonesia menjadi negeri yang tidak merdeka. Masyarakat sakit yang kedatangan utusan-utusan masyarakat yang gagah perkasa, utusan-utusan yang membawa keuletan masyarakat yang gagah perkasa, sebagai alat-alatnya masyarakat yang gagah perkasa, membawa ilmu dan kepandaiannya masyarakat yang gagah perkasa.
Masyarakat yang sakit itu tidak lagi mendapat kesempatan, tidak lagi mendapat kesempatan menjadi sembuh, masyarakat yang sakit itu makin lama makin menjadi lebih sakit, makin habis semua tenaga dan energinya. Akan tetapi imperialisme yang menjajahnya itu, sebaliknya makin lama makin bercabang dan berakar, mengulurkan tangan kekuasaannya ke semua arah, di sekujur badan masyarakat Indonesia yang sakit itu.
Imperialisme yang tatkala baru datang adalah imperialisme yang masih kecil, semakin lama menjadi hebat dan besar, menjadi raksasa yang sakti, yang seakan-akan tak terbatas kekuasaan dan energinya. Imperialisme raksasa itulah yang saat itu menggetarkan bumi Indonesia, yang mengeruk dan menguras ladang rizki negara dan rakyat Indonesia.
Bagaimana berkembangnya imperialisme itu?
Dari imperialisme kecil menjadi imperialisme raksasa, dari imperialisme tua menjadi imperialisme modern. Bagaimana imperialisme tua itu berganti bulu sama sekali menjadi imperialisme modern, bukan saja berganti menjadi besarnya, tapi juga berganti wujudnya, berganti sifatnya, berganti stelsel dan sistimnya, berganti segala-galanya, hanya satu yang tidak berganti, yaitu keserakahannya menguasai sumber rizki di negeri orang.
Imperialisme dilahirkan oleh kapitalisme. Imperialisme adalah anak kapitalisme. Imperialisme tua dilahirkan oleh kapitalisme tua imperialisme modern dilahirkan oleh kapitalisme modern.
Kapitalisme tua belum kenal akan tempat-tempat pekerjaan seperti zaman modern, belum kenal pabrik-pabrik, industri-industri, belum kenal bank, belum kenal perburuhan, belum kenal cara produksi, seperti zaman modern. Sedangkan kapitalisme tua cara produksinya hanya kecil-kecilan, dalam segala hal berwatak kuno. Imperialisme tua yang dilahirkan oleh kapitalisme tua itu berupa imperialismenya V.O.C. dan imperialismenya cultuur stelsel wataknya juga sama dengan yang melahirkannya, yakni watak tua, watak kolot, watak kuno, tidak kenal modern, tidak kenal sopan / etik, sangat-sangat kuno di dalam sepak terjang dan wataknya paksaan dan perkosaan terang-terangan adalah sikap dan perbuatannya.
Lambat laun di Eropa kapitalisme modern menjadi rokh kapitalisme tua, seiring dengan bangkitnya perubahan dan perkembangan pesat yang terjadi di Eropa ketika mesin-mesin uap dimanfaatkan pada berbagai industri. Pabrik-pabrik, bengkel-bengkel, perbankan, pelabuhan-pelabuhan, kota-kota industri timbul menjamur di Eropa. Tatkala kapitalisme modern ini dewasa, maka surplus modalnya dimasukkan ke Indonesia dengan modal swasta dibangunlah pabrik-pabrik gula dimana-mana, perkebunan teh, ondernaming-ondernaming tembakau dan lain-lain.
Modal swasta imperialisme modern ini juga membuka berbagai macam perusahaan tambang, perusahaan kereta api, trem, perkapalan dan pabrik-pabrik lainnya. Imperialisme tua makin lama makin layu dan mati, digantikan tempatnya oleh imperialisme modern. Cara mengeduk dan menggali rizki dengan jalan persaingan bebas. Sejak di buka politik pintu terbuka, pada tahun 1905, maka modal yaang masuk ke Indonesia dan mengeruk hasil di Indonesia bukan saja modal Belanda, tetapi juga modal Inggris, Amerika, Jepang, Jerman, juga Prancis, dan Italia dan lain-lain. Sehingga imperialisme di Indonesia kini adalah imperialisme internasional dan kapitalisme modern multinasional.
Indonesia saat itu tidak lagi hanya menjadi tempat pengambilan barang biasa seperti yang dilakukan imperialisme tua seperti rempah dan hasil hutan lainnya, namun juga menjadi pasar penjualan produk asing. Juga menjadi tempat penanaman modal asing yang di negeri asing sendiri sudah kehabisan tempat.
Akibat/kerusakan negatif lahir bathin
Kerusakan dan kehancuran akibat imperialisme tidak saja keruskan lahir. Kerusakan bathin pun terjadi dimana-mana, sistim imperialisme yang butuh kepada kaum buruh itu sudah memutar semangat kita, menjadi semangat buruh yang hanya senang jikalau bisa menghamba. Rakyat Indonesia yang sedia kalanya terkenal sebagai rakyat yang gagah berani, yang tak gampang tunduk menyerah, yang perahu-perahunya melintasi lautan dan samudra sampai ke India, Tiongkok, Madagaskar, dan Persia, Rakyat Indonesia kini menjadi Rakyat yang terkenal sebagai “Rakyat yang paling lemah budi di seluruh muka bumi” Rakyat Indonesia itu kini menjadi suatu rakyat hilang kepercayaannya pada diri sendiri, hilang kepribadiaannya, hilang kegagahannya, hilang ketabahannya; “Semangat Harimau” yang pemberani pada zaman-zaman jauh sebelum imperialisme datang, semangat itu menjadi hilang, berubah menjadi “Semangat Kambing” yang lunak dan pengecut.
Itupun belum bencana bathin yang paling besar. Menurut Bung Karno, bencana bathin yang paling besar ialah bahwa Rakyat Indonesia percaya, bahwa ia adalah “Rakyat Kambing” yang selamanya harus dipimpin dan dituntun. Stelsel imperialisme seantero Indonesia selamanya mengempanyekan kepada Rakyat Indonesia bahwa maksud mereka bukanlah maksud mengeduk kekayaan Indonesia, tapi adalah “Maksud Suci” mendidik Rakyat Indonesia dari kebodohan ke arah kemajuan dan kecerdasan, imperialisme bersemboyan “Kesopanan” dan “Keamanan Umum”.
Karena imperialisme Rakyat Indonesia lupa dan tidak sadar bahwa dirinya bisa menjadi besar, juga lupa bahwa kemundurannya karena terlalu lama pengaruh imperialisme, juga kemunduran Rakyat Indonesia itu bukan karena kemunduran semula jadi, namun semuanya karena pengaruh besar imperialisme yang bercokol sangat-sangat lama di bumi Indonesia bayangkan kita Rakyat Indonesia “disahabati imperialisme selama lebih dari 3 abad. Dengan segala perjuangan tanpa henti, kesabaran dan persatuan, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 seperti yang telah diuraikan terdahulu.
Al-Zaytun, 01 Syawwal 1435 H/ 28 Juli 2014 M
Syaykh al-Zaytun Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, Khutbah Idul Fithri 1435 H/2014 M di Kampus Al-Zaytun pada tarikh 01 Syawwal 1435 H / 28 Juli 2014 M
Opini TokohIndonesia.com | rbh
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA