
[OPINI] – Oleh: Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang | Dalam Indonesia merdeka, dinyatakan kita memiliki negara yang “Berkedaulatan Rakyat” yang dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini menetapkan UUD dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Oleh karenanya, kekuasaan negara yang tertinggi ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia).
Tetapi, setelah UUD mengalami perubahan, kini peranan MPR dalam peraktiknya tidak menetapkan GBHN, dan bukan merupakan kekuasaan negara yang tertinggi, sehingga penyelenggara negara dan pemerintahnya tidak dapat menentukan arah yang jelas dalam melaksanakan UUD, disebabkan tidak adanya program jelas yang ditetapkan oleh MPR dalam bentuk GBHN.
Maka segala yang kita rasakan dan saksikan pada sekarang ini adalah akibat dari kedaulatan rakyat yang menjelma di dalam MPR telah berkurang fungsi kedaulatannya. Sehingga tidak dapat dijadikan timbangan maupun ukuran keberhasilan perjalanan perjuangan rakyat bangsa Indonesia.
PANJI GUMILANG: “… harus diperjuangkan kembali, kesempurnaan kedaulatan rakyat itu, sehingga MPR dapat kembali menjadi pemegang kekuasaan negara yang tertinggi dan dapat menetapkan GBHN. Sehingga berbagai problem yang dihadapi rakyat bangsa Indonesia dapat diselesaikan dengan cara bijak, tertib, dan damai.”
Oleh karenanya, harus diperjuangkan kembali, kesempurnaan kedaulatan rakyat itu, sehingga MPR dapat kembali menjadi pemegang kekuasaan negara yang tertinggi dan dapat menetapkan GBHN. Sehingga berbagai problem yang dihadapi rakyat bangsa Indonesia dapat diselesaikan dengan cara bijak, tertib, dan damai.
Peristiwa Penting
Di bulan Ramadhan tahun ini (juga tahun lalu), kita bangsa Indonesia memperingati hari ulang tahun kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke 67. Peristiwa kemerdekaan Indonesia, oleh Bung Karno dalam sambutan beliau sebelum membacakan Teks Proklamasi, peristiwa ini belaiu katakan sebagai “suatu peristiwa maha penting dalam sejarah bangsa Indonesia.” Sebab berpuluh tahun bahkan ratus tahun bangsa Indonesia telah berjuang, dengan semangat jiwa untuk mencapai cita-cita, mengambil nasib bangsa dan nasib Tanah Air ke dalam tangan bangsa sendiri, agar dapat berdiri tegak dengan kuatnya.
Proklamasi yang dinyatakan pada 17.8.45 itu didahului dengan mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah 17.8.45 telah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Setelah membacakan proklamasi, dari serambi Gedung Pegangsaan Timur 56 Jakarta, Bung Karno menutup sambutannya: “Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, merdeka kekal dan abadi. Insyaallah Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!”
Dari saat itulah setiap datang tanggal dan bulan yang sama, setiap tahun kita peringati. Peringatan-peringatan selanjutnya, sejak tahun 1946-1949, dipusatkan di Jokyakarta, dan seterusnya dilaksanakan di Jakarta ibu kota negara, serta di seluruh pelosok tanah air negara Indonesia, juga perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri.
Dalam memperingati hari kemerdekaan ini, adalah sangat bijak jika kita sebagai warga bangsa Indonesia tidak lengah terhadap cita-cita kemerdekaan yang telah di proklamirkan itu.
Cita-cita itu merupakan pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam pembukaan UUD negara Indonesia:
Pertama, negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
Kedua, negara hendak mewujudkan “Keadilan Sosial” bagi seluruh rakyat.
Ketiga, negara yang “Berkedaulatan Rakyat” berdasar atas kerakyatan dan “Permusyawaratan Perwakilan”. Oleh karena itu sistem negara yang terbentuk dalam UUD harus berdasar atas “Kedaulatan Rakyat” dan berdasar atas “Permusyawaratan Perwakilan”. Aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
Keempat, negara berdasar atas Ketuhanan YME menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Pokok-pokok pikiran itu kemudian menjelma dalam UUD negara. Masyarakat dan negara Indonesia tumbuh, zaman terus bergerak dan berubah, dituntut, kehidupan harus dinamis, harus selalu melihat segala gerak kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Yang sangat penting dalam hal hidupnya negara ini adalah semangat, semangat rakyat Indonesia, semangat penyelenggara negara, semangat pemimpin pemerintahan, semangat yang baik, semangat yang baik itu harus hidup dan terus dinamis.
MPR Penjelmaan Seluruh Rakyat
Hari ini umur kemerdekaan Indonesia mencapai 67 tahun telah mengalami berbagai era. Dalam sejarah perjuangan bangsa disebut era Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi. UUD negara pun mengalami perubahan. Namun cita-cita kemerdekaan yang terkandung di dalam pembukaan UUD tidak pernah berubah.
Bercermin pada pembukaan UUD negara (yang merupakan cita-cita kemerdekaan Indonesia), bangsa Indonesia dapat merasakan dan menimbang, apa yang harus dilakukan untuk menuju yang lebih baik.
Rakyat di dalam Indonesia merdeka, dinyatakan memiliki negara yang “Berkedaulatan Rakyat”. Kedaulan rakyat yang dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Majelis ini menetapkan UUD dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Oleh karenanya, kekuasaan negara yang tertinggi ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia).
Setelah UUD mengalami perubahan, kini peranan MPR dalam peraktiknya tidak menetapkan GBHN, dan bukan merupakan kekuasaan negara yang tertinggi, sehingga penyelenggara negara dan pemerintahnya tidak dapat menentukan arah yang jelas dalam melaksanakan UUD, disebabkan tidak adanya program jelas yang ditetapkan oleh MPR dalam bentuk GBHN.
Maka segala yang kita rasakan dan saksikan pada sekarang ini adalah akibat dari kedaulatan rakyat yang menjelma di dalam MPR telah berkurang fungsi kedaulatannya. Sehingga tidak dapat dijadikan timbangan maupun ukuran keberhasilan perjalanan perjuangan rakyat bangsa Indonesia.
Oleh karenanya, harus diperjuangkan kembali, kesempurnaan kedaulatan rakyat itu, sehingga MPR dapat kembali menjadi pemegang kekuasaan negara yang tertinggi dan dapat menetapkan GBHN. Sehingga berbagai problem yang dihadapi rakyat bangsa Indonesia dapat diselesaikan dengan cara bijak, tertib, dan damai. Opini TokohIndonesia.com | rbh
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Penulis: Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, Syaykh al-Zaytun, disarikan dari Khutbah Idul Fithri 1433 H/2012 M di Kampus Al-Zaytun pada tarikh: 01 Syawwal 1433 H (19 Agustus 2012 M).