
[WAWANCARA] Saya Satu-Satunya Konglomerat yang Kembali Saat Kerusuhan Mei 1998 – Masih ingat slogan “Cintailah Produk-Produk Indonesia” yang dilontarkan Alim Markus? Bagi pria kelahiran Surabaya, 24 September 1951, ini slogan tersebut cermin semangat nasionalisme, yang harus terus dibangkitkan. Untuk memelihara semangat itu, di perusahaannya, setiap peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus, ia masih rutin menjadi inspektur upacara.
Mengapa ini penting bagi Alim Markus? Apa relevansinya dengan bisnis Grup Maspion, yang dulu kerap didemo karyawan? Ke mana ia berekspansi? Kepada Fadjar Adrianto dan Yudit Marendra dari Warta Ekonomi, Rabu (25/7) pagi di Hotel Mulia, Jakarta, sambil sarapan, Alim Markus bertutur panjang tentang semua itu. Petikannya:
Apa makna kemerdekaan bagi Anda?
Saya selalu memperingati 17 Agustus di kompleks Maspion, mulai pukul 07.00–08.00. Saya jadi inspektur upacara untuk 1.500-an orang, terdiri dari pimpinan, staf, dan karyawan—total karyawan Maspion hampir 27.000. Mengapa? Sebab, saya ingin mereka ada nasionalisme. Bekerja di Maspion bukan untuk Maspion, tetapi untuk Indonesia. Melalui Maspion kita membangun negara. Kalau barang-barang kita tidak bisa bersaing dengan produk impor, kita belum merdeka. Kita masih dijajah. Dari sanalah saya ingin membangkitkan nasionalisme. Kadang saya ikut upacara di kantor gubernur atau istana. Saya harus tampil untuk menunjukkan negara kita negara besar, walau saat ini sedang terpuruk. Harus tetap ada harapan dan keyakinan.
Mengapa Anda begitu yakin atau punya harapan?
Sebab, keajaiban ekonomi akan terjadi di Asia. Revolusi pertama di Eropa, kedua di Amerika, dan ketiga bakal di Asia. Sederhana saja, Eropa sudah kaya pada abad ke-18, Amerika abad ke-19. Jadi, seperti keluarga orang kaya, anak-anaknya cenderung malas, enggan bekerja, dan lebih ingin menikmati. Nah, abad ke-20 atau ke-21 saatnya Asia. Mengapa Asia, bukan Afrika? Jumlah penduduk Afrika lebih sedikit dibanding Asia. Di Afrika, kekayaannya, terutama minyak, lebih dinikmati kalangan atas yang begitu kaya, sehingga pemikirannya lain.
Apa kiat Anda mengelola karyawan yang begitu banyak?
Mereka harus diperlakukan manusiawi. Anda lihat gambar tiga daun di logo Maspion. Itulah tiga prinsip dasar kami. Daun pertama, perkembangan SDM adalah nomor satu. Daun kedua, kami berkembang bersama mitra, yaitu pemasok, distributor, dan pemerintahan. Jadi, bukan hanya shareholder, tetapi stakeholder. Daun ketiga, kami berusaha menciptakan hari depan yang lebih baik.
Untuk internal, kami ada corporate culture berdasarkan tiga prinsip. Pertama, harus paham dan taat kepada hukum. Kalau Anda orasi, oke-oke saja. Namun, kalau Anda demo sampai perusahaan berhenti berproduksi, dan menimbulkan kerugian bagi orang lain, Anda bisa dituntut secara perdata. Kalau Anda anarki, itu pidana. Perusahaan harus berani menuntut. Namun, sebelum menuntut, perusahaan harus berani mengoreksi diri sendiri, seperti apakah sudah memenuhi peraturan, khususnya UMR. Kini, penghasilan karyawan Maspion jauh di atas UMR. Kedua, jangan merusak lingkungan hidup. Ketiga, harus manusiawi.
Apa arti “Maspion”?
Maspion awalnya bernama Maspioneer. Namun, 41 tahun lalu, Panji Witjaksana dari Pioneer komplain ke saya. Kata dia, “Pak Alim, nama perusahaan saya Pioneer, sementara perusahaan Anda adalah Maspioneer. Ini tidak baik.” Oke, akhirnya saya potong buntutnya, tinggal Maspion. Ternyata, ini lebih baik dan mudah diucapkan. Dalam bahasa Indonesia, Maspion artinya Mengajak Anda Selalu Percaya Industri Olahan Nasional. Dalam bahasa Inggris, “Mr. Alim, what is Maspion?” Saya jawab, “Maspion is Master Champion,” … hahaha. Sekarang nama Maspion malah jadi hoki. Oleh karena buntutnya dipotong, malah jadi manusia sempurna… hahaha.
Dulu, ribuan buruh Anda kerap berdemonstrasi. Anda stres?
Kalau tidak stres, berarti saya bukan manusia. Namun, saya percaya diri karena punya hubungan pribadi yang baik dengan karyawan. (Alim Markus lalu berdiri….) Pernah, ketika pertama kali demo dibolehkan, saya dikerubungi 15.000-an karyawan. Ramai sekali. Biasalah orang Indonesia, biasanya tidak boleh demo, begitu dibolehkan, kebablasan. Antara “demokrasi” dan “demonstrasi” hanya berbeda tipis… hahaha. Waktu itu, massa menuntut saya bicara. Nah, bagian humas saya menjanjikan saya akan bicara kepada mereka. Ketika humas saya menyampaikan hal itu, saya tegur dia, “Kamu belum dapat persetujuan, sudah mendahului saya.” Cuma, karena dia sudah telanjur menjanjikan, saya harus gentleman. Kalau tidak, kepercayaan kepada manajemen akan berkurang. Akhirnya saya putuskan untuk bicara.
Saya keluar kantor menemui massa. Sebelum berdiri di atas mobil bak terbuka, sambil jalan saya menepuk-nepuk bahu beberapa karyawan. Mereka kaget dan langsung berkata, “Pak Alim, saya jaga!” Polisinya cuma 3–4 orang. Saat itu kuncinya adalah bagaimana mengendalikan situasi. Suasana sangat ramai. Saya katakan, “Apa betul kalian minta pimpinan untuk bicara?” Mereka jawab, “Iya, Pak!” Kata saya, “Kalau ramai begini, bagaimana saya bisa bicara? Saya minta tenang, supaya saya bisa bicara.” Situasi kemudian menjadi terkontrol. Besoknya, begitu lihat fotonya di koran, teman-teman saya bilang, “Alim, Anda sembrono. Itu sangat berbahaya.” Saya katakan, waktu itu saya taruhan nasib, stres, dan takut, tetapi, sebagai pimpinan, saya harus melakukannya. Itulah risiko pimpinan.
***
Di sela-sela kesibukannya berbisnis, Alim Markus juga mempunyai segudang aktivitas nirlaba. Di era Orde Baru, selama sembilan tahun ia dipercaya menjadi konsultan kehormatan pemerintah Kanada tentang Jawa Timur. Ia juga pernah menjadi penasihat ekonomi Presiden Abdurrahman Wahid, dan kini penasihat ekonomi ketua DPR, Agung Laksono. Alim aktif berorganisasi. Selain menjabat sebagai wakil ketua Kadin Jawa Timur, ia juga ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Timur dan ketua Indonesia China Business Council (ICBC).
Bagaimana Anda melihat situasi bisnis sekarang dibanding sebelum krisis?
Sewaktu era Pak Harto, kekuatan ekonomi Cina, India, dan Vietnam belum ada. Jadi, Maspion bisa terus berekspansi. Dulu, setiap dua tahun saya membangun tiga pabrik. Sekarang, saya harus menutup pabrik yang tidak mampu bersaing. Saya katakan, “If you loss in two years, I will cut.” Tutup. Lima tahun ke depan, kami harus bersaing dengan Cina, India, dan Vietnam. Kalau dengan Thailand, Malaysia, dan Singapura, kami tidak takut karena buat mereka costly. Mereka harus menggandeng Indonesia.
Soalnya, bagaimana pemerintah mengatasi masalah perizinan? Kalau bisa selesai satu hari, mengapa mesti tiga-enam bulan? Begitu juga masalah tenaga kerja. Di Cina dan beberapa negara lain tak ada pesangon. Di AS, kalau perusahaan mau tutup, ya tutup saja. Tak ada pesangon, hanya tiap tahun ada employee assurance. Memang konsep ketenagakerjaan di Indonesia sudah salah.
Lalu, apa siasat Anda untuk mengatasinya?
Anda percaya atau tidak, karyawan kontrak Maspion produktivitas kerjanya 30% lebih tinggi. Kalau tidak bekerja dengan baik, kena lay off. Jadi, harus bekerja dengan baik. Sementara karyawan tetap bisa semaunya. Namun, di Maspion kami buat aturan, kalau karyawan kerjanya tidak baik, kami pindahkan ke tempat lain. Akibatnya, dia takut juga.
Bagaimana kondisi Maspion sekarang?
Bagus. Cuma, untuk industrinya, kami sulit berkembang karena tarif listrik begitu mahal. Untuk pemakaian multiguna, kami dikenai harga premium. Kata Wapres Jusuf Kalla, listrik dibeli dari produsen Rp4.000, tetapi PLN menjualnya Rp885 per kWh. Belum lagi harga beban puncak, pukul 06.00–10.00, hampir tiga kali lipat. Nah, di Cina dan Thailand tidak setinggi itu.
Supaya tetap untung, saya bangun Maspion Square atau Maspion Entertainment Center. Bisnis ini berbeda dengan barang produksi, di mana kami harus bersaing dengan Cina dan Vietnam, yang masuk ke pasar kadang tidak membayar bea masuk. Kalau pemerintah lihai, setiap barang impor harus diperiksa. Cek faktur asal barang, invoice, dealer, hingga wholesaler dan importirnya. Kalau sudah begitu, Anda bisa menangkap penyelundupnya. Tapi, saya kan tidak di pemerintahan… hahaha.
Mengapa masuk ke bisnis mal dan entertainment center?
Sebab, listrik mahal, industri jadi tidak kompetitif. Kalau mal dan entertainment itu local competition. Jadi, cost-nya sama. Kalau industri, kami harus bersaing dengan luar negeri.
Jadi, produk Maspion tidak sanggup bersaing?
Sanggup, karena industri kami memakai tarif lama. Tapi, kalau industri baru dan harus memakai tarif baru, saya tidak sanggup.
Berapa jumlah perusahaan Maspion yang ditutup setelah krisis?
Lima. Dulunya 63, kini 58 pabrik. Dengan menutup pabrik, kondisi keuangan Maspion jadi lebih sehat.
***
Alim Markus anak tertua dari pasangan Alim Husin dan Angkasa Rachmawati, pendiri UD Logam Jawa pada 1961, yang merupakan cikal bakal Grup Maspion. Bersama adik-adiknya, yaitu Alim Mulia Sastra, Alim Satria, dan Alim Prakasa, Alim Markus berhasil membesarkan Grup Maspion. Dia menjadi presdir Grup Maspion sejak 1971 hingga kini. Pria yang ketika SMP memilih berhenti sekolah demi membantu usaha orang tuanya ini punya hobi tenis meja dan golf. Bedanya, di golf ia masih bisa sambil mengobrol, sementara tenis meja menuntutnya berpikir cepat. Di tenis meja, ia dilatih harus bisa melakukan analisis dan mengambil keputusan yang akurat dan cepat. Ia juga sering bertanding tenis meja dengan para karyawan Maspion. Sampai-sampai, ia tahu gosip selebriti terkini dari para karyawan yang bermain tenis meja dengannya.
Pendapat Anda soal perusahaan keluarga?
Sejak dulu saya yakin perusahaan keluarga lebih bagus daripada yang dikelola profesional. Syaratnya, pimpinannya berpikir dan bertindak profesional. Apa alasannya? Pertama, mereka akan mencurahkan semua pikiran dan tenaga untuk perusahaan. Kedua, mereka mau mengorbankan pribadinya untuk perusahaan. Ketiga, ia bisa berinvestasi besar dalam jangka panjang untuk perusahaan. Soalnya, mengapa ada perusahaan keluarga yang terus mengecil? Itu karena perusahaan dibagi-bagi untuk anak-cucu, sehingga mengecil. Saya lalu berpikir, misalkan ada lima anak, tidak seluruh perusahaan dibagi rata ke lima anak itu. Sebagian kecil saja yang dibagi, perusahaan induk dijaga tetap utuh.
Bagaimana mencegah konflik internal di perusahaan keluarga?
Antara owner dan profesional komposisinya 50%:50%. Jangan terlalu banyak owner-nya. Soal cakar-cakaran, yang penting buat AD/ART dan harus dipatuhi. Bukan sombong, Bank Maspion setelah krisis ekonomi diaudit pemerintah melalui Pricewaterhouse Coopers. Pertama kali kami dianggap sebelah mata. Namun, setelah dia masuk dan melihat data kami yang online dan on time, mereka jadi respek dan mengatakan salah satu terbaik dari yang terbaik. Sebelum ada Peraturan Bank Indonesia tentang semua agunan harus dihipotekkan, kami yang pertama melakukannya. Kami punya bad debt di bawah 0,5%. Mochtar Riady sampai mengatakan ke saya, “Anda ini tidak hanya lihai di industri, tapi juga di bank,”… hahaha.
Perlukah menyiapkan putra mahkota?
Di perusahaan jangan ada satu anak emas, karena akan menciptakan 99 anak tiri.
Bagaimana soal kasus bank gelap yang melibatkan Anda?
Kalau Anda meminta dealer menyediakan uang jaminan, masak itu dikatakan bank gelap? Itu namanya risiko usaha. Saya tak bisa menolak risiko itu. Saya meminta agar perkaranya digelar, lima saksi mengatakan tidak ada bank gelap, dan akhirnya setahun kemudian keluar SP3. Tapi, saya sempat ditahan.
Perasaan Anda waktu itu?
Biasa saja. Saya ibaratkan seperti terpeleset karena orang membuang kulit pisang. Siapa yang mesti disalahkan?
Ada dukungan teman-teman sesama pengusaha Surabaya?
Mereka kompak. Waktu saya ditahan, ada 12 orang yang memberikan jaminan pribadi, termasuk Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos Group, dan Ali Maschan Musa, ketua PWNU Jawa Timur. Bahkan, Dahlan Iskan datang ke Wapres Jusuf Kalla. Wapres langsung memerintahkan agar saya dikeluarkan dari tahanan, soal proses hukum silakan dilanjutkan. Waktu itu, kalau mau, bisa 100–200 pengusaha memberikan tanda tangan surat jaminan pribadi, karena saya jaminan mutu. Saya tidak mau sombong. Saya hidup tidak berlebihan, pakaian biasa saja, dan tak pakai perhiasan. Kalau saya pakai Mercy, itu karena kelas saya. Masak saya naik becak atau ojek?
Apa filosofi Anda dalam membangun usaha?
Kalau ada penghasilan Rp100, pakailah di bawah Rp100. Harus ada akumulasi kekayaan. Siapa tahu ada kesempatan, Anda bisa create karena ada modal. Lalu, harus selalu belajar. Saya sekolah SMP, tidak mau melanjutkan karena bagi saya basic knowledge-nya sudah cukup. Untuk mendapatkan pengetahuan, tidak perlu dari sekolah. Lihat saja, kita banyak belajar matematika, ternyata akhirnya dibuang semua, tidak dipakai.
Di mana Anda saat kerusuhan Mei 1998?
Tanggal 13 Mei 1998 saya ada di Cina. Saya lihat dua mahasiswa mati di Jakarta. Pada 14 Mei saya terbang ke Hong Kong, dan 15 Mei saya pesan tiket ke Surabaya, transit di Singapura. Hari itu saya baca koran yang mengabarkan rumah Liem Sioe Liong dibakar. Namun, saya memilih tetap pulang ke Indonesia. Saya punya papa, mama, istri, dan saudara, semua di luar negeri. Sekretaris saya juga bilang tak usah kembali ke Surabaya karena tidak terjadi apa-apa di sana. Waktu itu tak ada pesawat yang langsung connect ke Surabaya. Saya minta dipesankan pesawat ke Surabaya, hanya dapat tiket kelas ekonomi, dan tak bisa membawa barang bawaan yang besar. Oke, saya tetap berangkat. Waktu itu, saya satu-satunya konglomerat yang kembali.### (Selasa, 18 September 2007 11:03 WIB – warta ekonomi.com)
***
Alim Markus yang menikahi seorang istri bernama Sriyanti dan dikaruniahi tujuh anak merupakan profil orang yang Cinta produksi dalam negeri. Berbagai ide bisnis yang dilontarkan banyak bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan dan ketahanan produksi dalam negeri, misal: dengan modal yang dimiliki tidak sulit baginya untuk mengimport barang dan kemudian melabeli dengan Maspion tapi hal itu tidak dilakukan, Ia lebih cinta untuk membuat produk local.Kalau ada Negara lain memintanya menanam modal maka Ia juga mengusulkan agar Negara tersebut juga menanam modal dinegara kita.Gagasan terakhir yang dilontarkan adalah pendirian Export Proseseing Zona yaitu lokasi dimana semua yang menyangkut perizinan,perbankan,perpajakan,system tenaga kerja bias diutuskan dilokasi itu tanpa melaui birokrasi yang panjang dan berbelit-belit.serta ide perombakan Kadin yang dikenal sebagai sarang pengusaha yang manja yang memanfaatkan kedekatan pengusaha dengan pemerintah guna keuntungan pribadi, menjadi organisasi yang tangguh dan jadi ujung tombak bagi penggerak sector riil. *** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)