Orangtua, Bung Karno dan Isteri

 
0
132
Orangtua, Bung Karno dan Isteri
Agus Suhartono | Ensikonesia.com | Natamado

[WAWANCARA] Wawancara Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono (8 dari 8) – Orang tua (ayah dan ibu) adalah orang yang paling berpengaruh dalam perjalanan hidup Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, SE. Selain itu, dalam konteks sejarah, dia mengagumi Bung Karno, Presiden RI Pertama. Lalu, dia pun, terutama sebagai seorang pelaut, sangat berterimakasih atas dukungan Sang Isteri yang bertanggungjawab mengasuh anak-anaknya.

Keberhasilannya mencapai puncak karir sebagai perwira TNI Angkatan Laut hingga menjadi KASAL dan Panglima TNI, tidak terlepas dari pengaruh dan dukungan pihak lain, terutama orang tua, isteri dan kedua anaknya. Dia pun berterimakasih kepada ayah-ibu, isteri dan anak-anaknya.

Simak petikan wawancara TokohIndonesia.com dengan Panglima TNI, yang kami turunkan dalam tajuk ‘Pengaruh Orangtua, Bung Karno dan Isteri’ yang merupakan bagian kedelapan (terakhir) dari delapan bagian:

Saya berterimakasih kepada istri saya, karena tanpa didikan dari ibu, pasti anak-anak ini akan menjadi terlantar. Dan tidak mudah menurut saya, bagi seorang yang istri prajurit khususnya AL yang harus ditinggal berlayar. Saya sering berlayar dulu, kalau istri saya tidak gigih mendidik anak, pasti tidak akan menjadi seperti sekarang. Dan saya bersyukur itu yang bisa dilakukan oleh istri saya.

TI: Tentu ada orang yang paling berpengaruh dalam hidup Anda. Boleh tahu siapa dan karena apa?

AS: Yang pasti orangtua saya. Ayah dan ibu saya yang paling berpengaruh dalam hidup saya, itu pasti. Tapi memang dalam konteks sejarah, memang Pak Karno (Seokarno, Presiden RI Pertama), saya mengangumi beliau. Tetapi pada jamannya, tapi kalau untuk jaman sekarang belum tentu tepat.

TI: Itu kan konstekstual. Tapi mungkin bisa diuraikan barang sedikit kenapa Bung Karno?

AS: Karena pada waktu itu, kebetulan hidup di Blitar. Pak Karno pidato di Blitar, dalam orasinya itu semangat kebangsaannya luar biasa.

TI: Kemudian keluarga, terutama dari istri atau anak-anak, mempunyai pengaruh besar dalam memberi dukungan. Pertanyaan, sebelumnya bagaimana perkenalan dengan ibu?

AS: Ha-ha-ha. Jadi begini, di lingkungan Angkatan Laut itu kalau ada perkawinan, itu ada namanya upacara pedang pora. Saya waktu itu sering dipercaya jadi master of ceremoni-nya (MC).

TI: Hebat juga ya?

AS: Dulu. Karena nggak ada orang lain. Kalau ada orang lain mungkin orang lain. Karena tidak ada saya terpaksa jadinya. Kemudian di dalam acara pedang pora itu ada pembacaan sajak. Saya ketemu dengan seorang gadis cantik yang belakangan saya tahu bernama Tetty Sugiarti, waktu saya menjadi MC dan ia membaca sajak di perkawinan teman saya.

TI: Terus apa yang Anda lihat dari ibu (gadis Tetty Sugiarti) waktu itu. Kan hanya membaca sajak, belum tentu hati tergetar. Waktu itu sudah ada getarannya atau gimana?

AS: Memang sekali lagi, itu jodoh ya, kemudian kita ikut. Saya juga tidak tahu kenapa, jalannya kok bisa begitu, kemudian kenalan, kemudian ke rumahnya. Jalannya begitu saja mengalir.

TI: Apa yang menarik dari ibu (gadis) itu?

AS: Menurut saya begini, kalau menilai istri saya, sekarang saya tahu ya. Kalau waktu itu saya tidak mengerti. Kalau sekarang saya mengetahuinya. Yang utama, ia bertanggungjawab, dalam arti ia bisa mendidik anak-anak saya, meskipun saya tinggal berlayar. Itu yang luar biasa. Saya berterimakasih kepada istri saya, karena tanpa didikan dari ibu, pasti anak-anak ini akan menjadi terlantar. Dan tidak mudah menurut saya, bagi seorang yang istri prajurit khususnya AL yang harus ditinggal berlayar. Saya sering berlayar dulu, kalau istri saya tidak gigih mendidik anak, pasti tidak akan menjadi seperti sekarang. Dan saya bersyukur itu yang bisa dilakukan oleh istri saya.

TI: Walaupun ibu yang paling berpengaruh dalam pengasuhan anak-anak tapi pengaruh kepemimpinan dalam keluarga tetap juga kepada seorang ayah. Dalam memimpin keluarga itu, apa kira-kira yang Anda lakukan. Semacam suatu hal atau kiatnya apa?

AS: Jadi intinya dalam berkeluarga itu yang paling saya alami, terutama demokratis. Karena tidak bisa suami memaksakan kehendaknya kepada istri. Sebaliknya, istri juga tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada suami. Tapi juga tidak mudah menerima pendapatnya suami atau istri. Artinya memang dibutuhkan kerelaan, kebebasan untuk menerima pasangan kita untuk menjadi suatu kesepakatan yang disepakati bersama.

Advertisement

Kalau itu menurut saya itu bisa dicapai, semua keluarga ini akan berjalan dengan baik. Jadi para suami juga harus menyadari belum tentu pendapatnya benar. Ibu-ibu juga harus menyadari bahwa apa yang diinginkan juga belum tentu juga bisa tercapai dan benar. Sehingga memang perlu kompromi-kompromi dan itu harus disepakati bersama sehingga bisa tercapai. Karena semuanya pertimbangannya lain. Pertimbangan anggaran, etika, dan macam-macam.

TI: Kemudian sebaik-baiknya pengasuhan keluarga terutama kepada anak, tentu ada yang berlangsung kenakalan. Apa yang Anda hadapi tentang kehidupan anak-anak?

AS: Alhamdulillah anak-anak saya tidak. Sekali lagi Alhamdulillah, tidak banyak menimbulkan masalah bagi saya dan keluarga, tidak banyak. Kalau kenakalan kakak beradik berantam, itu biasalah. Anak saya yang kecil seolah menirukan pemain silat, kemudian kunci ibunya ditendang. Itu biasalah kenakalan anak. Tapi kalau kenakalan remaja yang sampai ke luar, tidak.

**

TI: Tentu setiap orang ada kesukaannya secara pribadi. Banyak kesukaan ini, ada soal seni, makanan, kegiatan olahraga. Mungkin Anda bisa merinci satu persatu di bidang makanan dan apa masakan ibu yang paling disukai, kita-kita perlu tahu juga?

AS: Kalau soal makanan, dengan istri, saya memang suka wisata kuliner. Misalnya wisata kuliner setiap daerah saya pasti mencoba asli daerah. Tapi kalau makanan favorit, kalau saya pulang ke Blitar itu pasti disiapkan: Satu, sambal goreng kentang; Kedua, ikan kutuk dengan bumbu pedas; dan yang ketiga favorit, sambal tempe. Kalau saya nggak ketemu sebulan, pasti minta.

Kalau olahraga, saya suka jalan. Kalau yang olahraga golf itu saya hanya menemani dia (menunjuk ke arah Kapuspen TNI Iskandar Sitompul sambil tersenyum), protokoler saja. Itu sebetulnya ha-ha-ha, protokoler saja.

Jadi saya suka jalan, karena kita memerlukan keseimbangan antara kesehatan dengan penggunaan pemikiran-pemikiran yang kadang-kadang membuat kita tertekan, sehingga harus diimbangi dengan jalan.

Sedangkan kesenian, saya suka mendengarkan musik. Mendengarkan. Pendengar musik yang baik. Jadi kalau saya menonton pertunjukan itu senang. Saya menonton pertunjukan kesenian tradisional, itu saya suka.

TI: Pertunjukan tradisional itu ada kali judulnya apa yang paling suka?

AS: Ludruk (ha-ha-ha). Dulu nggak ada itu, dulunya Srimulat saya suka. Waktu di Surabaya saya paling suka nonton Srimulat. Kemudian saya lebih ke wayang orang yang di Sasono Budoyo yang di Senen itu, saya sesekali menonton di situ. Habis itu nggak pernah menonton lagi, karena situasinya. Dulu juga ada Srimulat yang di Taman Ria, Senayan, di situ saya juga pernah menonton sekali, habis itu tidak pernah lagi. Hal-hal yang seperti itu penting. “Saya membaca di Taman Ismail Marzuki hari Sabtu ada Roro Mundut.”

TI: Pertunjukan tradional seperti itu biasanya membawa pesan-pesan kebijaksanaan. Apa yang Anda bisa jelaskan dari satu pertunjukan kesenian yang memberikan semacam kearifan dalam kehidupan?

AS: Jadi umumnya begini, dalam tokoh-tokoh wayang itu memiliki karakter masing-masing. Nah, karakter itu bisa kita baca dan membandingkan yang satu dengan yang lain. Kemudian bisa kita mencontoh mana yang baik. Itu kalau yang menampilkan karakter. Tapi kalau yang menampilkan yang kesenian-kesenian itu pada dasarnya saya hanya mengambil sisi humornya saja. Pesannya ada tapi humornya lebih banyak kita ambil. Tamat. Wawancara TokohIndonesia.com | cross

 

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

<— (Sebelumnya: Wawancara 7 dari 8) =||= (Kembali ke: Wawancara 1 dari 8)

Baca juga Biografi Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono:

Prolog:Sang Nakhoda Problem Solver;

(1) Jalan Hidup Kehendak Allah;

(2) Sejak Kecil Berdisiplin Tinggi;

(3) Pimpin Lima Kapal Perang;

(4) The New Sprit of The Indonesian Navy;

(5) Sang Pelaut Mendarat Jadi Panglima

(6) Panggilan Sejarah, Siapa Tahu!

Tokoh Terkait: Agus Suhartono, Pramono Edhie Wibowo, | Kategori: Wawancara | Tags: Panglima TNI, Pemimpin, laksamana, angkatan laut, Pelaut

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini