
[WAWANCARA] Wawancara Cawagub DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – Siapa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebenarnya, mengapa ia berani mempublikasikan pendapatannya sebagai anggota DPR kepada publik? Bagaimana ia melihat kondisi bangsa ini dan apa yang ia tawarkan sebagai Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta?
Di kala banyak etnis Tionghoa lebih suka menjadi pengusaha dan menjauhi dunia politik, Basuki Tjahaja Purnama malah memilih memasuki dunia politik dan birokrasi. Ia yang nonmuslim (kristiani) bahkan berhasil menjadi Bupati di Kabupaten Belitung Timur yang terkenal sebagai basis Masyumi.
Ia kemudian menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014 dan harus berjuang mempertahankan idealismenya di gelanggang politik yang sarat KKN dan korupsi. Meski demikian, ia tetap optimis bisa bertahan bahkan membawa perubahan bagi orang-orang di sekitarnya.
Demi mewujudnyatakan visi perubahan yang diusungnya, pria yang biasa disapa Ahok ini pernah menyatakan niat mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ketika hal itu dikemukakannya, dia dicemoh teman bicaranya. “Gila lo, kan elo keturunan Tionghoa, bisa dibunuh lo. Tapi hal itu tak menyurutkan niat saya,” kata Ahok, anggota DPR RI komisi II di acara dialog the Indonesian Dream.
Makanya, saya ingin buktikan bahwa karakter teruji itu mengalahkan segalanya. Rakyat sedang menanti karakter teruji seperti teori Abraham Lincoln katakan bahwa kalau Anda ingin menguji karakter sejati orang, kasih dia kekuasaan. Praktik korupsi sebenarnya sudah sangat lama mengakar di bangsa ini. Untuk memberantas itu, kita tidak bisa lawan semua, adakalanya kita harus tahu menahan diri (sabar). Hanya dengan kekuasaan yang lebih besar kita bisa berantas itu semua.
Jika tidak ada partai yang mengusungnya, dia pun sempat menyatakan akan maju melalui calon independen. Jalur Independen ini dipilhnya karena calon yang 100 persen populer namun elektabilitasnya hanya 10 persen diyakini tidak akan memenangkan pilkada.
Kala itu dia berkata: “Saya sedang mempersiapkan 500.000 KTP untuk maju lewat jalur independen. Saya juga meminta dukungan 20.000 warga DKI Jakarta untuk setiap orang menyumbang Rp.20.000. Saya kan ingin mengubah nasib warga Jakarta,” tandasnya dalam wawancara dengan Wartawan TokohIndonesia.com.
Wawancara ini berlangsung, sebelum Ahok menerima ‘pinangan’ Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra) untuk diduetkan dengan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon gubernur dan Ahok sendiri menjadi calon gubernur DKI Jakarta.
Pinangan itu bermula ketika bursa pencalonan gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta mulai menghangat. Kala itu, Ahok mendapat pesan singkat dari seseorang yang belum dikenalnya. Bunyi pesan yang masuk ke BlackBerry-nya itu: “Ahok, kamu dicari oleh Prabowo.” Namun, Ahok tak menggubris pesan bersangkutan. Dia cuekin saja, karena mengira itu paling hanya main-main.
Lalu, seorang kerabatnya di Bangka-Belitung menghubunginya. Kerabat itu mengatakan bahwa Prabowo mengutus pengurus Partai Gerindra Bangka-Belitung untuk menghubungi dirinya. Mereka bingung, karena Ahok tak membalas SMS yang mereka kirim. Telepon juga tidak diangkat. Mereka (pengurus Partai Gerindra) meminta Ahok bertemu dengan orang kepercayaan Prabowo di Plaza Indonesia, Jakarta.
Ahok kemudian mulai mempercayai pesan itu. Namun, dia masih belum 100 persen percaya. Maka, dia memutuskan bukan dia yang menemui, melainkan mengutus seorang stafnya. Tapi, utusan Ahok ditolak. Akhirnya, Ahok menelepon. “Saya ditunggu di Plaza Indonesia pukul 17.00,” kenang Ahok.
Dia pun bertemu dengan utusan Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra. “Prabowo mau mencalonkan kamu sebagai wakil gubernur DKI,” kata orang kepercayaan Prabowo. Lalu, Ahok diminta bertemu Prabowo di lokasi yang sama pukul 21.00. Namun, Ahok masih menanggapi ajakan itu sambil tertawa.
Namun, dia pun memenuhi ajakan itu. Ketika tiba waktunya, Ahok bertemu Hasyim Djojohadikusumo (adik Prabowo). Hasyim bilang dia sudah ditunggu Prabowo di dalam ruangan. Ahok sempat grogi, antara percaya dan tidak. Eh, ternyata benar. Prabowo sudah menunggu bersama beberapa petinggi Partai Gerindra, di antaranya Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik. Lalu Prabowo menawarkan santap malam. Tapi karena Ahok sudah makan, dia hanya memesan air putih.
Selama lebih dua jam, Ahok berbincang dengan Prabowo mengenai Jakarta. Ia pun membeberkan tentang sistem tranportasi ideal bagi Jakarta. Maklum, Ahok berpengalaman selama satu tahun sebagai staf ahli membantu mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso.
Prabowo pun menyampaikan putusannya untuk mengusung Ahok sebagai calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, berpasangan dengan Jokowi. “Saya mau Ahok. Pokoknya Jokowi-Ahok. Ini putusan kita,” ujar Prabowo. Saat itu juga, Prabowo meminta M Taufik bertemu PDI Perjuangan untuk konsolidasi.
Ahok pun membulatkan diri. Dia senang berpasangan dengan Jokowi. Tapi, setelah itu beredar berita bahwa PDI Perjuangan akan mengusung Fauzi Bowo dengan Adang Ruchiyatna (kader PDI Perjuangan). Pemberitaan itu nyaris membuat kepercayaan Ahok goyah. Dia gelisah dan menghubungi orang kepercayaan Prabowo. Dia bertanya: “Benar nggak sih saya dipilih?” Orang yang dihubungi langsung mem-forward SMS dari Pak Prabowo. Isinya: “Keputusan final Jokowi dan Ahok. Kalau PDI Perjuangan tidak mau, Gerindra tak dukung siapa pun.”
Namun, sampai pagi hari pendaftaran terakhir di KPU Jakarta, 19 Maret 2012, Ahok belum juga mendapat kepastian. Padahal, seyogyanya dia harus mengikuti rapat tim seleksi komisioner KPU di Komisi II DPR. Dia pun mengirim pesan BBM kepada Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar, minta izin tak mengikuti rapat Komisi II DPR karena menunggu pengumuman PDI Perjuangan.
Berselang beberapa saat, Ahok pun menerima kabar dari Sekjen PDI-P Tjahjo Kumolo dan memintanya segera merapat ke kantor Megawati Institute di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta. Begitu sampai, dia disalami dan mendapat kepastian bahwa Ibu Megawati sudah setuju duet Jokowi-Ahok.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengaku pencalonannya sebagai cawagub DKI Jakarta tidak mengeluarkan uang uang sepeser pun dari kantung pribadinya. “Saya dicalonkan jadi wagub tanpa biaya sepeser pun. Bahkan, biaya kampanye jadi urusan partai. Kami hanya diwajibkan tetap menjaga integritas bersih dan setia melayani rakyat banyak,” ujar Ahok.
Berikut petikan wawancaranya dengan TokohIndonesia.com, jauh sebelum Ahok resmi diusung PDIP dan Gerindra sebagai Cawagub mendampingi Cagub DKI Jakarta Joko Widodo.
Bagaimana sejarah perjalanan hidup Anda?
Kalau dari sejarahnya, saya lahir di Gantung, Kecamatan Gantung, Belitung Timur, 29 Juni 1966. Ayah saya Indra Tjahaja Purnama tukang menggaji para buruh Tiongkok. Beliau tidak sekolah dan belajar menulis dan ngomong secara otodidak. Melihat pada jamannya saat itu yang begtu sulit, bapak saya memiliki keyakinan bahwa melahirkan anak itu bukan anak biologis saja tapi juga ideologis. Karena beliau tidak mampu sekolah, maka ia mendoktrin kami sejak kecil untuk sekolah. Ayah saya bilang akan menjual kepala, jual apapun juga demi menyekolahkan kami.
Karena kalau tidak sekolah, tidak mungkin berubah nasib dan menolong orang banyak. Maka sekelarnya saya SMP di Gantung, SMA dan kuliah dikirim ayah saya ke Jakarta dengan mengambil Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi di Universitas Trisakti. Dan memang tidak salah jika nama Tionghoa saya, Zhong Wan Xie yang punya arti puluhan ribu belajar, maka saya memang tekun dan giat belajar terutama dalam ilmu politik.
Apa yang membuat Anda enggan untuk murni menjadi pengusaha?
Setamat dari studi di Universitas Trisakti (Usakti) tahun 1989, saya memutuskan untuk pulang kampung dan langsung mendirikan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah, tapi hanya bertahan selama 2 tahun. Setelah itu saya melanjutkan S-2 di bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta dan diterima bekerja di PT. Simaxindo Primadaya di Jakarta sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek.
Tidak lama setelah itu, tahun 1995, saya memutuskan untuk berhenti dari situ dan kembali pulang. Tapi tahun 1992 sebelumnya, saya mendirikan PT. Nurindra Ekapersada sebagai cikal bakal pabrik Gravel Pack Sand (GPS) dengan harapan dapat memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya mineral yang ada.
Akhirnya pada tahun 1994 didukung oleh seorang pejuang kemerdekaan (Alm) Wasidewo memulai pembangunan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan tumbuhnya suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan industry Air Kelik). Tapi semua usaha tersebut gagal total akibat perlawanan yang saya lakukan terhadap kesewenang-wenangan pejabat.
Betapa pahitnya berhadapan dengan politik dan birokrasi yang korup. Saya nyaris ingin meninggalkan Indonesia, tapi ayah saya bilang yang dikutip dari pepatah Tionghoa: “Orang miskin jangan melawan orang kaya dan orang kaya jangan menantang pejabat.” Dan, kata ayah saya, suatu hari nanti rakyat akan memilih saya dan memperjuangkan nasib mereka.
Pernyataan Sang Ayah itu yang mendorong Anda untuk berpolitik?
Iya betul! Ayah saya katakan kepada saya bahwa target kita bukan pedagang. Kalau jadi pedagang uang 1 milyar membantu orang miskin dengan UMR 500 ribu hanya 2000 keluarga yang terbantu dan selesai. Coba kalau jadi bupati dengan dana 100 milayar kita bisa menghasilkan 500 ribu tiap orang dan tidak ada orang miskin gara-gara sakit atau tidak ada orang bodoh gara-gara tidak bisa kuliah karena tidak bisa kuliah.
Dan, percaya atau tidak, sejak kecil saya sudah disiapkan untuk menjadi pejabat. Orang-orang di sekitar saya menertawakan cita-cita ayah saya itu. Apalagi, kalau dilihat daerah asal saya yang 93% masyarakatnya adalah muslim sekaligus basis dari Masyumi. Tapi, itulah kerinduan ayah saya agar bisa melakukan perlawanan terlalu bawah, karena yang kaya saja tidak bisa melawan pejabat apalagi orang miskin.
Lalu, tahun 2003, saya memutuskan untuk masuk ke kancah politik. Bergabung dengan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) pimpinan Dr. Sjahrir. Setahun kemudian, saat pemilu saya mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dengan cara kampaye tidak memberi uang kepada masyarakat. Akhirnya saya masuk di DPRD tingkat II dan didaulat sebagai panitia anggaran. Tapi di situ saya hanya bertahan 7 bulan dan langsung ikut pilkada tahun 2005.
Saya tetap mempertahankan cara kampanyenya, yaitu selain tidak menggunakan money politik, saya juga mengajar dan melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor ponsel. Hal ini saya lakukan agar dapat mengerti dan merasakan langsung situasi dan kebutuhan rakyat.
Yang mengejutkan, saya berhasil menjadi bupati dengan mengantongi sebanyak 37,13% di daerah basis Masyumi. Selama 16 bulan menjadi bupati, saya berhasil membangun sisi jaminan sosial di luar pensiun dimana orang sakit bisa berobat jalan, rawat inap ditanggung sampai kelas 3 dan ICU, operasi cesar dan ambulance. Sekolah gratis sampai tingkat SMA dan perguruan tinggi, pengaspalan jalan sampai ke pelosok-pelosok daerah, dan perbaikan pelayanan publik lainnya.
Kemudian, tahun 2007, saya ikut pilkada gubernur Bangka Belitung namun dicurangin BPT pangan semua. Saat hendak melaporkan kecurangan tersebut ke MA malah disuru nyogok dan saya tidak mau. Lalu saya terpilih menjadi sekjen PPIB.
Setelah itu, tahun 2009, saat pemilu legislatif saya maju sebagai caleg dari Golkar dan berhasil memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak, walaupun awalnya ditempatkan pada nomor urut keempat dalam daftar caleg.
Mengapa Anda memilih Partai Golkar sebagai kendaraan politik?
Setelah Pak Harto meninggal, Golkar sudah tidak memiliki pemimpin lagi dan Golkar ibarat perusahaan Tbk (bukan milik perseorangan). Beda dengan partai lain yang umumnya milik sebuah keluarga. Jadi kalau mau kerja secara profesional jelas kita yang berbentuk Tbk. Buktinya, bapak Jusuf Kalla saja bisa menjadi Wakil Presiden. Kalau saya ikut partai lain, sampai mati, saya tidak akan dicalonin sebagai Presiden. Tapi, kalau saya populer, Golkar pasti calonin saya jadi Presiden supaya partainya tetap berkuasa. Begitu pikiran saya waktu itu.
Sebagai pejabat negara, Anda dikenal sebagai sosok yang bersih, transparan dan profesional hingga membuat orang di sekitarnya merasa ‘gerah’. Bisa dijelaskan mengenai hal itu?
Kalau secara kongkrit di DPR tidak bisa apa-apa tapi minimal kita bisa teriak-teriak di website untuk pressure mereka. Misalnya saja, jika orang mau mencuri SPPD fiktif tidak berani lagi karena semua perjalanan dinas saya tulis di website, syukur-syukur bisa sampai eksekutif.
Nah kalau saya berhasil jadi Gubernur atau Wakil Gubernur terbaik di Jakarta, tak mustahil saya akan jadi Presiden. Mengapa? Karena sudah tidak ada orang di Indonesia. Saat ini orang sudah tidak percaya siapa pun. Makanya mereka dapat memimpin yang kualitasnya rendah. Para calon pemimpin ini yakin mereka akan naik karena masyarakat sudah tidak ada lagi pilihan lain. Mereka cuma main di situ, main di angka. Bahkan, politik praktis pencitraan masih dapat dimainkan kalau sudah tidak ada pilihan, seperti banyaknya masyarakat yang lebih memilih menjadi Golput.
Selama 8 tahun terjun di dunia politik, apakah tetap optimis dengan misi yang membawa perubahan melalui slogan BTP?
Saya sudah 8 tahun menjalani Bersih, Transparan dan Profesional (BTP), oke saja dan tidak ada masalah. Sebagai contoh, bagaimana Partai Bulan Bintang (PBB) yang mengantongi 45% kursi di Belitung Timur, dimana kita tahu bahwa PBB sebagai penerus dari Partai Masyumi di tahun 1955 yang juga menguasai 15 kursi yang dibagi 10 kursi Masyumi, 4 kursi PNI dan 1 kursi PKI di DPRD Belitung Timur. Dan sekarang Golkar yang pimpin. Ini berarti bahwa kita mampu melakukan transformasi sosial dengan membuktikan karakter teruji BTP murni tanpa money politic.
Dan mengapa pula saya tidak ikut dalam pemilihan Gubernur Bangka Belitung? Karena setelah itu, saya dicurangi. Ada juga yang masih cari-cari alasan beranggapan bahwa yang saya lakukan di Belitung waktu masih menjabat Bupati bukanlah karakter teruji tetapi lebih dikaitkan dengan daerah asal dan sebagainya.
Makanya, saya ingin buktikan bahwa karakter teruji itu mengalahkan segalanya. Rakyat sedang menanti karakter teruji seperti teori Abraham Lincoln katakan bahwa kalau Anda ingin menguji karakter sejati orang, kasih dia kekuasaan.
Praktik korupsi sebenarnya sudah sangat lama mengakar di bangsa ini. Untuk memberantas itu, kita tidak bisa lawan semua, adakalanya kita harus tahu menahan diri (sabar). Hanya dengan kekuasaan yang lebih besar kita bisa berantas itu semua.
Apa alasan Anda menulis tentang kunjungan kerja DPR ke berbagai tempat?
Kalau ada masyarakat maupun orang yang ingin tahu tentang saya, mereka jadi mengetahui kalau sebenarnya tugas wakil rakyat itu bukan main-main saja dengan berkunjung ke sana-sini. Sejak saya tulis, khususnya tim saya di komisi II itu benar-benar kerja, tidak berani main-main mereka karena rapatnya sendiri bisa sampai malam. Yang membuat saya heran, mengapa yang saya lakukan ini adalah kebenaran malah dianggap jadi aneh, beda dan menyimpang atau tidak sesuai prosedur.
Seharusnya sebagai wakil rakyat harus benar-benar kerja, karena kita sudah dipilih dan dibiayai rakyat. Saya bukannya melarang teman-teman yang melakukan studi banding ke luar, tapi saya lebih memfokuskan pada hasilnya apa. Jangan pergi sebentar bahkan sehari langsung pulang, itu tidak benar. Oleh karena itu, tak salah bila kini terbentuk opini masyarakat yang semakin memperburuk citra DPR sendiri.
Harusnya kalau ada teman yang sudah ke luar jalur dan nakal, kita keluarkan dia bersama-sama. Selama ini hal yang banyak saya ungkap di web, seperti perjalanan dinas sudah ada kawan-kawan yang mengikuti jejak saya, tapi mereka belum berani sampai masalah rincian menyangkut uang tidak ada yang berani melakukan. Saya melihat, citra DPR itu lama-lama bisa bagus, di sana bukan berarti sama sekali tidak ada yang bagus cuma yang bagus itu jumlahnya masih kurang.
Apa yang bisa diceritakan mengenai Ayah dan Ibu Anda?
Dari beliau saya diajarkan untuk menolong orang miskin dan tidak harus menunggu kaya dulu atau mikir ada duit baru menolong. Makin kamu ada duit makin kamu tidak mau menolong orang. Pengajaran tersebut selalu didengungkan Ayah saya saat kami makan bersama.
Pernah suatu hari, ayah saya pinjam uang ke orang hanya untuk menolong orang. Alasannya, karena kita masih bisa bayar utang kalau mereka belum tentu, begitu jawabannya. Sedangkan Ibu saya adalah sosok pekerja keras dan tekun. Dari mereka berdua, hidup saya merasa terinspirasi sekali.
Bagaimana dukungan keluarga dalam menunjang karir Anda sekaligus menjaga keharmonisan keluarga?
Hampir semua keluarga mendukung, dulu mertua saya kurang mendukung, sekarang seratus persen mendukung, karena mereka sudah merasa bangga dengan yang sudah saya lakukan ini. Sedangkan menjaga keharmonisan, prinsip keluarga itu sangat sederhana dimana kita harus mendidik anak dengan baik dengan konsep yang benar.
Jika saya tidak ada rapat biasanya langsung pulang ke rumah main dengan anak, ngobrol dengan mereka atau kami nonton bioskop bersama. Yang jelas, sebelum sekolah saya selalu mengajak anak-anak untuk berdoa, dan apa yang menjadi pergumulan akan saya share kepada mereka dan anak-anak harus membaca Firman Tuhan.
Bagaimana menerapkan hidup sederhana bagi keluarga Anda. Seperti kita ketahui bahwa Anda adalah termasuk pejabat negara yang bersih dari praktik KKN?
Banyak hal dalam hidup yang harus kita pertimbangkan dengan matang. Contohnya hidup sederhana. Kebutuhan akan mobil dalam sebuah keluarga lebih banyak didasarkan bukan pada kebutuhan melainkan gengsi semata. Kalau soal keinginan, saya pengen sekali mempunyai mobil sesuai selera dan pas untuk keluarga, namun saya tidak mampu membeli ditambah lagi harus berpikir dua kali antara memiliki mobil dengan masalah pendidikan untuk anak-anak.
Saya belum bisa membeli mobil hingga hari ini bukan berarti tidak sanggup, tapi lebih pada dasar prioritas mana yang lebih penting. Intinya yang penting dalam hidup kita tidak boleh pelit sama orang lain secara social. Makanya saya tidak pernah pusing memikirkan pakaian, sepatu yang dipakainya hanya itu-itu saja, semuanya dicuci kok, bersih jadi mengapa harus pusing karena omongan orang lain. Rumah saya juga warisan dari orangtua dan hanya 10 x 20 meter persegi.
Sejauhmana persiapan Anda dalam pencalonan Gubernur/Wakil Gubernur DKI Jakarta? Dan mengapa Anda tidak mencalonkan diri sebagai Gubernur Babel?
Tahun 2011 saya sedang menggalang 500 ribu KTP DKI. Saya ingin buktikan bahwa karakter teruji itu mengalahkan segalanya, rakyat sedang menanti karakter teruji. Dan mengapa saya tidak mencalonkan diri sebagai Gubernur Babel? Ibaratnya kita bangun rumah Indonesia didirikan dengan 4 pondasi dasar, Pancasila, UUD, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika. Dan, cita-cita proklamator, mereka berharap di atas 4 pondasi itu kita bangun namanya rumah Indonesia sehingga suku dan agama apapun tinggal di sini berdasarkan konstitusi. Saya siap menghadirkan perubahan dahsyat di Jakarta, dengan bangunan rumah Indonesia yang didirikan dengan 4 pondasi dasar, Pancasila, UUD, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika.
Kalau di Bangka Belitung, standar baru yang kita bangun kurang mendapat liputan dari media sedangkan kalau di Jakarta, 80% media kan liput Jakarta, ini akan menggoncang Indonesia dan memaksa orang lain untuk berperilaku seperti saya. Kalau saya bisa jadi gubernur, rumah Indonesia itu akan jadi. Kalau saya jadi presiden, rumah Indonesia akan komplit dengan atap. Jadi itu yang saya pikirkan dan akan lakukan.
Lantas bagaimana dengan rasa nasionalisme yang semakin memudar?
Itu yang harus ditegakkan ketika angkatan muda merasa percuma kita idealis, percuma kita nasionalis, percuma kita berkarakter yang menang juga penjahat, kan sekarang aktivis begitu. Kalau Anda punya karakter seperti saya, Anda bisa dipilih orang.
Jadi saya pengen jadi lokomotif, jika Tuhan ijinkan. Saya akan dikenang sebagai orang yang melakukan ini. Saya melawan penjajah bangsa sendiri ini fakta hari ini dan tidak ada yang berani lawan ini. Saya akan tabrak Jakarta. Aku tidak pernah main politik lalu mikir dapat kursi yang penting orang akan lihat bahwa ada orang yang punya konsep seperti ini, dengan rekam jejak seperti ini pergi tanding dan jika Anda tidak mau memilih salah Anda atau Anda belum sadar, minimal Anda akan sadar butuh orang seperti ini.
Sebagai wakil rakyat yang sering melakukan interaksi dengan masyarakat langsung, apa yang sebenarnya menjadi harapan rakyat pada umumnya?
Sebenarnya rakyat itu tidak butuh pemerintah kalau ternyata pemerintah tidak memperhatikan nasib mereka. Rakyat sebenarnya tidak mengharap diurus oleh pemerintah asal jangan pemerintah merampok rakyat. Contohnya, kalau rakyat mau bikin surat dan masih dipersulit dengan biaya dan sebagainya. Itu yang dimaksud dengan merampok rakyat. Sama halnya dengan harapan seorang pengusaha kepada pemerintahnya, jangan merampok dan mempersulit dan memeras usaha. Wawancara TokohIndonesia.com | Bety Bahagianty, Hotsan, Mangatur L Paniroy