Membawa Aceh ke Puncak Kejayaan

Sultan Iskandar Muda
 
0
9438
Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda | Tokoh.ID

[PAHLAWAN] Ketika bangsa Portugis menjajah tanah Malaka, Iskandar Muda tampil sebagai Raja Aceh yang gigih menentang kehadiran kekuasaan asing. Iskandar Muda juga dikenal sebagai raja yang cakap mengembangkan sistem pemerintahan, pendidikan agama, adat, dan kesejahteraan rakyat Aceh.

Sultan Iskandar Muda lahir di Banda Aceh pada tahun 1593. Di usianya yang masih tergolong muda, ia telah memperlihatkan kemampuannya dalam memimpin. Saat baru menginjak usia 13 tahun, ia sudah memimpin pasukan Aceh memukul mundur pasukan Portugis yang mencoba mendarat di pantai Aceh. Rupanya maksud kedatangan Portugis adalah ingin mengambil alih dan memonopoli perdagangan lada di Aceh. Setahun kemudian, ia dinobatkan sebagai Sultan Aceh. Ia menggantikan pendahulunya Sultan Ali Riayat Syah yang berkuasa dari tahun 1604-1607 yang juga dikenal dengan sebutan Sultan Muda.

Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Aceh mengalami masa jaya karena Iskandar Muda melakukan ekspedisi penaklukan ke daerah-daerah sekitarnya. Pada tahun 1612, Deli ditaklukan, kemudian menyusul Johor pada tahun 1613. Setahun kemudian Bintan, selanjutnya secara berturut-turut ia berhasil mengalahkan Pahang di tahun 1618, Kedah di tahun 1619, dan Nias di tahun 1624-1625.

Wilayah kerajaannya meliputi sebagian besar pantai barat dan pantai timur Sumatera. Beberapa kerajaan di Semenanjung Malaya (Malaysia) juga berada di bawah kekuasaan Aceh. Kutaraja (sekarang Banda Aceh) merupakan bandar transito yang dapat menghubungkan perdagangan ke dunia Barat. Kutaraja menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal asing dari mancanegara untuk membeli lada.

Untuk mengusir Portugis dari Malaka, Iskandar Muda memperkuat angkatan perang Aceh, terutama angkatan laut. Ia membangun angkatan perang dengan jalan mempersiapkan anggota-anggota tentara dengan latihan sejak usia muda. Para pemuda dilatih dan diberikan keterampilan militer oleh pelatih-pelatih yang ahli, baik yang didatangkan dari dalam maupun luar negeri terutama dari Turki. Para pemuda hasil pelatihan ini nantinya akan tergabung dalam angkatan perang Aceh yang tangguh.

Musuh utama yang dihadapi Iskandar Muda ialah bangsa Portugis yang sejak tahun 1511 sudah menguasai Malaka. Portugis di Malaka merupakan ancaman terhadap Aceh. Sebaliknya, Portugis pun menganggap Aceh sebagai ancaman terhadap monopoli perdagangan yang ingin mereka jalankan di sekitar Selat Malaka. Karena itulah, antara dua kekuasaan ini sering terjadi bentrokan bersenjata. Kapal-kapal Portugis yang berlayar di Selat Malaka sering diserang oleh armada Aceh. Begitu pula sebaliknya.

Iskandar Muda sejak awal pemerintahannya telah memilih politik konfrontasi terhadap Portugis. Ia juga tidak memberi toleransi kepada kerajaan yang menjalin hubungan dengan Portugis. Sebagai contoh kerajaan Johor yang diserang sampai dua kali dan dihancurkan meskipun Johor dibantu oleh Portugis. Berbagai peraturan wajib ditaati oleh bangsa-bangsa lain yang datang ke Aceh. Dengan angkatan perangnya, Sultan Iskandar Muda tidak segan-segan melawan dan menumpas kekuatan asing yang berusaha hendak menguasai negerinya.

Serangan terhadap Portugis yang berkedudukan di Malaka dilakukan dari tahun 1615 hingga 1629. Serangan pertama pada tahun 1615 mengalami kegagalan. Serangan kedua kembali dilancarkan pada tahun 1629, kali ini dilakukan secara besar-besaran. Pasukan Portugis terkepung dan terancam. Mereka hampir saja menyerah. Akan tetapi pada saat Aceh hampir memetik kemenangan, Portugis banyak mendapat bantuan dari Johor, Pahang, Patani, Goa, dan Indoa sehingga serangan pasukan Sultan Iskandar Muda dapat dipatahkan. Kerajaaan-kerajaan tersebut memang tidak menyenangi Aceh sebab pernah ditaklukan Aceh pada masa sebelumnya. Dengan datangnya pasukan bantuan itu, Portugis menjadi kuat. Armada Aceh terkepung dan akhirnya mengundurkan diri.

Setelah mengalami kekalahan yang kedua itu, Sultan Iskandar Muda lebih banyak mencurahkan perhatiannya terhadap masalah-masalah dalam negeri. Dalam bidang pemerintahan, Sultan menata wilayahnya yang disebut mukim dengan membagi kerajaan berdasarkan bidang masing-masing. Sistem pemerintahan disempurnakan dan pendidikan agama mendapat prioritas.

Demikian pula dalam hal perekonomian rakyat. Peraturan yang menjamin kesejahteraan rakyat disusun seperti dalam bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan, pelayaran, pertanian, dan perikanan. Selat Malaka yang dikuasai Aceh merupakan jalan dagang internasional. Pedagang-pedagang Inggris dan Belanda diizinkan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh menurut jangka waktu tertentu dan harus tunduk kepada peraturan yang diberlakukan oleh Aceh. Selain bangsa Inggris dan Belanda, bangsa-bangsa lain yang melakukan hubungan dagang adalah Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, dan Jepang.

Advertisement

Barang-barang ekspor Aceh adalah beras, lada dan timah (dari Perlak dan Pahang), emas, perak (dari Minangkabau), rempah-rempah dari Maluku. Barang-barang yang diimpor dari luar meliputi kain dari Koromandel (India), porselin dan sutera (dari Jepang dan Cina), minyak wangi (dari Eropa dan Timur Tengah). Kapal-kapal Aceh juga terlibat perdagangan dan pelayaran sampai di Laut Merah.

Sultan Iskandar Muda juga merupakan sosok pemimpin yang sangat memperhatikan masalah-masalah adat. Sebelum ia berkuasa, khususnya pada abad ke-12 sampai ke-13, pada masa kekuasaan Kerajaan Perlak terjadi permusuhan antara aliran Syi’ah dan aliran Sunnah wal Jama’ah. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, dua aliran itu dilindungi sehingga dapat berkembang di seluruh daerah Aceh.

Aliran Syi’ah diajarkan oleh Hamzah Fansuri yang diteruskan oleh muridnya yang bernama Syamsudin Pasai. Aliran Sunnah wal Jama’ah sepeninggal Sultan Iskandar Muda juga berkembang dengan baik. Tokoh aliran ini adalah Nuruddin Ar Raniri yang terkenal dengan karya tulisnya tentang kerajaan Aceh yang berjudul Bustanussalatin (Taman Raja-Raja) yang berisi pula adat-istiadat Aceh serta ajaran agama Islam.

Pada puncak kekuasaannya, hegemoni Aceh baik politik maupun ekonomi meliputi Pedir, Pasai, Aru, Daya, Laba, Singkel, Babak, Pasaman, Tiku, Priaman, dan Padang. Sedangkan para raja muda (vasal) di Semenanjung Malaya adalah Johor, Kedah, Pahang, dan Perlak. Setelah berhasil membawa Aceh ke puncak kejayaan, pada 27 September 1636, Sultan Iskandar Muda meninggal dunia dalam usia 43 tahun.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Sultan Iskandar Muda dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993. eti | muli, red

Data Singkat
Sultan Iskandar Muda, Raja Aceh / Membawa Aceh ke Puncak Kejayaan | Pahlawan | pahlawan nasional, Pahlawan, raja

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini