Pendiri Hadassah of Indonesia
Monique Rijkers
“Damai itu baik dan damai dimulai dari diri sendiri,” itulah sepenggal kalimat yang sering diucapkan oleh Monique Rijkers, perempuan pemberani berdarah Yahudi yang dikenal gencar mengedukasi masyarakat tentang kerukunan hidup antarumat beragama khususnya yang terkait dengan Israel dan Yahudi lewat Hadassah of Indonesia. Pilihannya untuk ‘tampil beda’ melawan arus, membuat dia (termasuk keluarganya) mendapat banyak hujatan, ancaman, dan intimidasi dari orang-orang yang tidak setuju dengan pandangan-pandangannya.
Monique Rijkers bukanlah anak kemarin sore yang tiba-tiba bersuara lantang berani melawan arus. Dia punya latar belakang jurnalis yang mumpuni selama 18 tahun, sudah meraih penghargaan jurnalistik 9 kali dan 1 awards yaitu Diversity Awards dan sudah melanglang buana ke 36 negara melihat keberagaman bangsa-bangsa di dunia. Atas dedikasinya pada isu-isu kemanusiaan dan pluralisme, Monique Rijkers pernah diganjar penghargaan Diversity Award pada 2014.
Meski banyak orang meremehkan bahkan merendahkannya, peraih penghargaan Mochtar Lubis Award tahun 2009 Kategori Televisi ini tetap rendah hati. Sebab, dia sudah tahu konsekuensi dari pilihan hidup yang dia jalani.
Menurut catatan TokohIndonesia.com, Monique Rijkers pernah bekerja sebagai penyiar di radio, koordinator liputan dan produser di beberapa televisi. Dia menjadi jurnalis sejak Februari 2002 dengan menjadi penyiar/reporter di Kantor Berita Radio 68H (KBR68H) memegang desk Politik dan desk Budaya. Saat memegang desk politik, Monique Rijkers sudah wara-wari ke berbagai kantor pemerintah termasuk sering bertugas ke Istana Presiden. Monique juga dipercaya mengasuh program radio “Bumi Kita” (tentang lingkungan), “Kabar Aceh”, dan “Kabar Papua”.
Saat berkarier di Kantor Berita Radio 68H (KBR68H), Monique Rijkers sering mendapat penghargaan untuk karya-karya jurnalistik yang dia buat. Monique Rijkers pernah juara 1 Kategori Radio lomba Pemilu 2004 yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ; juara 1 Kategori Radio lomba tema tenaga kerja (2008) yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS) & The Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) ; dan juara 3 Kategori Radio lomba tema korupsi (2007) dengan judul “Komitmen untuk Mencegah Korupsi”, yang diadakan oleh Pertamina dan Komunitas Tionghoa Melawan Korupsi.
Merasa kenyang menimba pengalaman di dunia radio, Monique Rijkers pindah ke ASTRO AWANI (sebuah saluran televisi berlangganan Astro di Malaysia) sebagai Koordinator Liputan. Saat bekerja di ASTRO AWANI, Monique Rijkers berhasil meraih penghargaan bergengsi Mochtar Lubis Award tahun 2009 Kategori Televisi (liputan mendalam/investigasi).
Monique Rijkers tidak lama bekerja di ASTRO AWANI. Dia kemudian meniti karier di Metro TV, terhitung sejak Desember 2009 hingga April 2015, sebagai produser yang bertanggung jawab menangani beberapa program acara. Beberapa program yang pernah dia produseri antara lain: program sejarah mingguan “Melawan Lupa”, program investigasi sosial mingguan “Metro Realitas”, program indepth mingguan “INSIDE”, dan program khusus tematik bulanan “Special Report”.
Lagi-lagi, Monique Rijkers menorehkan prestasi dan mendapat beberapa penghargaan selama berkarier di Metro TV. Dia pernah mendapat Adiwarta Sampoerna Award 2010 Kategori Televisi (liputan mendalam/investigasi) dengan judul “Ketika Polisi Main Tembak” ; Adiwarta Sampoerna Award 2012 Kategori Televisi (liputan mendalam/investigasi), penghargaan Jurnalis Jakarta yang diselenggarakan oleh AJI Jakarta Kategori Televisi (investigasi) 2012 dengan judul “Menanti Solusi Damai Bagi Minoritas” ; penghargaan Jurnalis Jakarta yang diselenggarakan oleh AJI Jakarta Kategori Televisi (investigasi) 2013 dengan judul “Mananti Aksi Pemerintah Indonesia Geylang, Singapura” ; dan penghargaan “Diversity Awards” untuk jurnalis televisi tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) dan TIFA Foundation.
Keluar dari Metro TV, Monique Rijkers kemudian berkarier di Jawa Pos TV dan makin aktif dalam kegiatan mentoring jurnalis. Misalnya, pernah menjadi mentor peliputan jurnalis sejumlah media tentang Pekerja Rumah Tangga yang diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan International Labour Organization (ILO) ; mentor Pelatihan Jurnalistik Isu Buruh Migran yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN). Monique Rijkers juga pernah menjadi salah satu anggota dewan juri, kategori TV dalam sebuah penghargaan bagi jurnalis 2015 yang diselenggarakan oleh AJI.
Selama berkarier sebagai jurnalis, salah satu pengalaman yang saat berkesan bagi Monique Rijkers adalah saat dia mendapat kesempatan untuk mengunjungi 36 negara dimana 15 negara dia kunjungi sekaligus dalam Ekspedisi Euro Asia 2011. Negara-negara yang dia kunjungi di antaranya Malaysia, Thailand, Laos, China, Kyrgistan, Kazakhstan, Usbekistan, Turkmenistan, Iran, Turki, Bulgaria, Hungaria, Serbia, Austria, dan di akhir perjalanan, Italia.
Monique Rijkers juga pernah mendapat tugas meliput ke Israel pada tahun 2012. Dari sinilah, Monique Rijkers mulai tertarik dengan segala hal yang berkaitan dengan Yahudi dan Israel dan menyadari bahwa informasi yang disajikan di Indonesia tentang Israel banyak yang tidak utuh bahkan menyesatkan.
Setelah mendalami isu Israel selama empat tahun, Monique Rijkers dengan dukungan dari suami tercinta, mendirikan Hadassah of Indonesia di tahun 2016, sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mempromosikan toleransi dan keberagaman, khususnya terkait dengan Yahudi dan Israel. Selain mengadakan berbagai kegiatan sosial, seperti memberikan bantuan kesehatan, pendidikan, dan lingkungan kepada masyarakat yang membutuhkan, Hadassah of Indonesia juga mengadakan acara tahunan Tolerance Film Festival, produksi film, penulisan buku dan artikel, diskusi/seminar/pendalaman materi dan menyediakan jasa tur ke Israel dan Palestina.

Pada Oktober 2017, Monique Rijkers berkunjung ke Israel dalam acara Christian Media Summit di Yerusalem sekaligus menjalin relasi dan memperkenalkan yayasan Hadassah of Indonesia yang baru dia dirikan itu. Pada satu kesempatan, Monique Rijkers melihat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu lewat di hadapannya, lalu spontan meminta foto bersama. “Pak, saya dari Indonesia, boleh minta foto bersama,” katanya. Mendengar hal itu, PM Israel Benyamin Netanyahu menoleh dan mengiyakan. Singkat cerita, foto Monique Rijkers bersama Netanyahu viral di internet. Monique Rijkers kemudian dituduh sebagai agen Zionis atau Mossad yang tergabung dalam jaringan jurnalis internasional. Monique Rijkers membantah tuduhan tersebut dan menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Netanyahu adalah spontan dan tidak direncanakan. Ia juga mengatakan bahwa ia membawa selebaran yang menunjukkan keragaman Indonesia kepada Netanyahu.
Saat wartawan Tokoh Indonesia bertanya darimana asal darah Yahudi Monique Rijkers, sang suami bercerita bahwa Monique Rijkers awalnya tidak tahu kalau dia berdarah Yahudi. Oma Monique Rijkers yang selama ini tinggal di Belanda merahasiakan sebuah fakta bahwa ayah Omanya adalah keturunan Yahudi. Sang Oma takut memberitahu karena melihat begitu besarnya kebencian terhadap Yahudi di daerah Eropa pada waktu itu. Singkat cerita, Sang Oma akhirnya mengaku kalau Monique Rijkers mempunyai darah Yahudi dari kakek buyutnya.
Terkait dengan nama yayasan Hadassah of Indonesia, Monique Rijkers memilih menggunakan kata Hadassah, yang merupakan bahasa Ibrani dari nama Ester, tokoh perempuan Israel dalam Alkitab Perjanjian Lama. Seorang tokoh perempuan yang meski hidup sebagai ratu di negeri asing, dia rela ‘pasang badan’ untuk menyelamatkan saudara sebangsanya, Israel yang sedang ditindas. Kisah hidup dan ‘spirit’ Ester ini membuat Monique Rijkers merasa, bahwa dia juga adalah Ester di jaman modern di Indonesia.
Monique Rijkers juga memanfaatkan jaringan media sosial (instagram, youtube, facebook) untuk menyampaikan berbagai informasi tentang sejarah, budaya, politik, ekonomi, teknologi, dan pariwisata Israel. Sambil sesekali mengundang narasumber dari berbagai latar belakang untuk berdiskusi tentang isu-isu terkait Yahudi dan Israel.
Salah satu kegiatan yang digagas oleh Monique Rijkers lewat bendera Hadassah of Indonesia adalah Tolerance Film Festival. Festival tahunan ini dimulai sejak tahun 2016, bekerjasama dengan Institut Français Indonesia (IFI) yang berjejaring dengan GusDurian, kelompok yang meneruskan idealisme almarhum Abdurrahman “Gus Dur” Wahid, dan komunitas Republik Ngapak. Festival biasanya diadakan di bulan November karena pada 16 November adalah Hari Toleransi Sedunia. Dalam Tolerance Film Festival, diadakan talkshow, lomba menulis dan menonton film-film bertema toleransi. Terbuka untuk umum dan gratis.
Monique Rijkers yang lama bergereja di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Glow ini, menegaskan bahwa visi Hadassah of Indonesia tidak sama dengan visi dalam gerakan Zionisme. Apa yang diperjuangkannya semata-mata demi kerukunan hidup antarumat beragama.
Di tengah perang antara Israel dan Hamas belakangan ini (Oktober 2023), nama Monique Rijkers kembali mencuat setelah tampil dalam program acara Dua Sisi tvOne. Dia berdebat sengit dengan seorang pendakwah, Haikal Hassan. Sebelumnya, nama Monique Rijkers mengemuka setelah dia terang-terangan menyatakan kekaguman dan dukungannya pada Syaykh Panji Gumilang pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun.
Selain itu, postingan lama Monique Rijkers (19/5/2021) soal Gaza jadi provinsi ke-35 di Indonesia kembali mencuat. Dalam akun faceboknya, Monique Rijkers menulis, “Gini deh… karena banyak banget nih rakyat Indonesia yang cinta sama Gaza dan selalu setia membantu Gaza dengan donasi, bagaimana kalau orang-orang Gaza direlokasi ke Indonesia saja dan kita beri tempat untuk menjadi wilayah tinggal penduduk Gaza? Bentuk provinsi Gaza, provinsi ke-35 dari NKRI.”
Monique Rijkers mengusulkan agar tanah Gaza dikembalikan ke Mesir. “Gaza dibalikin lagi ke Mesir, seperti di masa 1948 sampai 1967. Tepi Barat tetap di bawah Fatah,” katanya. Lalu kenapa Monique Rijerks mengusulkan hanya Gaza yang menjadi bagian Indonesia? Jawabnya, karena hanya wilayah itu yang berkonflik dengan Israel. “Fatah tidak merudal Israel meski diam saja saat warga Tepi Barat rusuh seperti yang terjadi dua pekan ini. Happy ending, bukan? Orang Indonesia senang, ada Gaza di sini. Orang Israel juga senang bisa bobok manis tanpa rudal yang bikin sengsara,” katanya. (TokohIndonesia.com/ROY)