
[OPINI] – SURAT TERBUKA Surat Terbuka Kepada Presiden Terpilih – ”Saya tidak tunduk kepada konstituen apalagi kepada tekanan publik (demonstran) dan pers. Saya hanya tunduk pada konstitusi.” Pernyataan berani ini Anda (Presiden Terpilih Joko Widodo – Jokowi) kemukakan tatkala masih menjabat Walikota Solo.
Kepada Yth:
Presiden Terpilih RI Bapak Ir. Joko Widodo
Sekitar satu tahun sebelum terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta, saya mendapat kesempatan berharga menemui Anda di rumah dinas Walikota Solo (Loji Gandrung) di Jl.Slamet Riyadi, Solo. Saat itu Anda juga menerima beberapa orang mahasiswa. Saya begitu tertarik ketika Anda melayani berbagai pertanyaan dan mempresentasikan berbagai hal yang telah Anda lakukan, termasuk bagaimana memindahkan pedagang kaki lima tanpa kekerasan. Saat berdialog dengan mahasiswa itu, saya awalnya hanya diam menyimak semua pernyataan-pernyataan Anda.
Namun menjelang dialog dengan para mahasiswa itu berakhir, saya bertanya: ”Anda berani gak, jadi Gubernur DKI Jakarta?” Pertanyaan ini tampak mengagetkan Anda, karena keluar dari ’kontek’ yang tengah didialogkan. Saya mengajukan pertanyaan tersebut karena saya sudah tiba pada penilaian bahwa Anda ini walikota (pemimpin) fenomenal: Antitesa kepemimpinan pemerintah (penguasa) lazimnya.
”Wah, itu mainan orang-orang besar, saya ini hanya orang kecil dan bodoh,” jawab Anda spontan. Beberapa hari sebelumnya (27/7/2011) Anda memang disebut Gubernur Jateng Bibit Waluyo sebagai ’orang bodoh’ karena menolak rencana pembangunan mal di tanah eks bangunan pabrik es Saripetojo di Solo. Perlawanan ini yang memicu keinginan saya untuk mengirim surat permohonan wawancara dan direspon staf Anda hanya dalam dua hari.
Kemudian, setelah dialog itu berlangsung hampir dua jam, saya mendapat kesempatan ’wawancara’ eksklusif. Saat itu saya terus mengejar: ”Berani gak jadi Gubernur DKI Jakarta?” Saya tidak bertanya: ”Mau gak jadi Gubernur DKI Jakarta?” Pertanyaan itu saya ajukan, karena menilai Anda seorang pemimpin pemberani dan fenomenal. Tetapi keberanian pemimpin di kota kecil Solo, belum tentu punya nyali yang sama di kota metropolitian Jakarta.
Jawaban Anda tetap bahwa itu mainan orang-orang besar (para elit politik) di Jakarta dan Nasional. Namun, akhirnya Anda menanggapi soal keberanian sebagai pemimpin: ”Berarti Anda belum kenal Solo. Di Solo, Balaikota sudah dibakar dua kali, Balaikota Jakarta belum pernah.”
Saya terus berusaha mengejar dengan memberi argumentasi: Bahwa kepemimpinan Anda yang melayani, melayani dan melayani, itu perlu ditularkan secara nasional. Jika hanya Walikota Solo, gaungnya tidak kuat untuk bisa memengaruhi kepemimpinan seluruh Indonesia. Itulah alasan utama saya mengajukan pertanyaan tersebut.
Setelah itu, Anda pun mulai ’terbuka’ bahwa sebenarnya DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta sudah mengirim formulir pencalonan Gubernur DKI Jakarta kepada Anda. Tetapi Anda tidak mau mengisi dan mengirimkannya kembali dengan alasan: ”Saya tidak mau melamar jadi Gubernur Jakarta atau jabatan publik apapun.”
Jawaban Anda membuat saya semakin yakin bahwa Anda pemimpin yang hebat: Fenomenal. Lalu, saya mengalihkan pertanyaan: ”Mau jadi Gubernur Jateng?”
”Tadi Gubernur DKI, sekarang Jateng!” Jawaban Anda, bagi saya secara eksplisit membuka kebersediaan Anda jadi Gubernur DKI Jakarta. Maka saya terus mengejar: ”Berani gak?”
Tentu, jika mengacu pada pernyataan Anda tentang taat konstitusi, maka saya yakin Anda juga akan memilih para menteri yang punya track record taat konstitusi. Anda sudah menyatakan akan memilih anggota kabinet yang profesional, Kabinet Kerja. Saya berharap, Anda harus cermat (hati-hati) memilih kalangan profesional murni untuk menjadi menteri. Menteri itu jabatan politik. Maka semestinya tidak diberikan kepada kalangan profesional yang tidak punya sikap politik yang jelas, neteral, abu-abu atau sejenisnya.
Akhirnya, jawaban Anda begitu terkesan bagi saya bahwa Anda seorang politisi yang taat sistem organisasi politik modern. Bahwa demokrasi modern hanya mungkin dibangun dengan (di atas) system organisasi politik (partai politik) yang baik (taat asas, taat konstitusi). Saya jurnalis yang selalu risih bila mendengar pengamat (pakar) politik yang cenderung ’merendahkan’ fungsi partai politik dalam pengembangan demokrasi. Bagaimana demokrasi modern bisa dibangun tanpa peran utama partai politik?
Jawaban akhir Anda waktu itu adalah: ”Jika partai menugaskan, kita akan fight dan yakin menang!” Saat itu saya menyalami Anda. Sebab saya yakin, jika Anda tampil menjadi Gubernur Daerah Khusus Ibukota, akan berdampak luas pada kepemimpinan secara nasional (daerah maupun pusat) yang saat itu masih amat didominasi tebar pesona (pencitraan).
Anda pun akhirnya ditugaskan partai Anda (PDI Perjuangan – Megawati Soekarnoputri) berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang didukung Partai Gerindra (Prabowo Subianto) dan memenangkan Pilgub DKI Jakarta dalam dua putaran, mengalahkan petahana Fauzi Bowo.
Benar yang saya prediksi: Kepemimpinan Anda dengan blusukan, melayani, melayani dan melayani menjadi cermin kepemimpinan bagi para pemimpin publik (jabatan politik: walikota, bupati, gubernur, menteri dan presiden). Bahkan satu tahun memimpin Jakarta, kepemimpinan Anda mulai mengguncang peta kepemimpinan nasional. Nama Anda mendominasi Capres unggulan semua survei kredibel. Akhirnya, Anda pun ditugaskan PDI Perjuangan untuk menjadi Calon Presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai Cawapres, yang mendapat dukungan tanpa syarat pula dari Partai Nasdem (Surya Paloh), PKB (Muhaimin Iskandar, Hanura (Wiranto) dan PKPI (Sutiyoso) serta ratusan kelompok relawan.
Anda pun memberi warna tersendiri pada Pilpres 2014 dengan partisipasi relawan yang amat masif dan fenomenal. Mereka bergerak, bergotong-royong dan merogoh kocek sendiri bahkan menyumbang dana kampanye Anda. Sementara pasangan Capres/Cawapres pesaing Anda bergerak dengan mobilisasi dan kucuran dana.
Selama kampanye, Anda diremehkan dan difitnah. Kampanye hitam pun dimobilisasi merongrong kepercayaan dan kecintaan publik kepada Anda. Tetapi, 53.15 persen rakyat pemilih tetap yakin dan memilih Anda untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Bukan hanya Presiden bagi konstituen atau pemilih Anda, tetapi Presiden bagi seluruh raakyat Indonesia. Anda pun telah menyatakan itu dalam pidato politik pertama: Salam Tiga Jari, Salam Persatuan Indonesia (Sila Ketiga Pancasila).
Saya mengingat penegasan Anda ketika masih menjabat Walikota Solo: ”Saya tidak tunduk kepada konstituen apalagi kepada tekanan publik (demonstran) dan pers. Saya hanya tunduk pada konstitusi.” Penegasan ini berulangkali Anda kemukakan sebagai Gubernur DKI, juga saat berkampanye Pilpres.
Saya berharap, dan juga saya yakin seluruh rakyat yang mencintai Indonesia yang berasas Pancasila juga berharap, kiranya Anda benar-benar teguh dan taat asas dan konstitusi. Menurut hemat saya, kekurangtaatan para pemimpin pada konstitusi itulah masalah (penghambat) paling besar yang dihadapi Indonesia sehingga sulit berkembang menjadi negara maju, berwibawa, damai, makmur dan sejahtera.
Ketaatan pada asas (Pancasila) dan konstitusi (UUD 1945) dan semua UU dan peraturan turunannya (yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945) segera akan Anda mulai sejak penyusunan kabinet, memilih para menteri yang akan membantu Anda dalam lima tahun ke depan.
Tentu, jika mengacu pada pernyataan Anda tentang taat konstitusi, maka saya yakin Anda juga akan memilih para menteri yang punya track record taat konstitusi. Anda sudah menyatakan akan memilih anggota kabinet yang profesional, Kabinet Kerja. Saya berharap, Anda harus cermat (hati-hati) memilih kalangan profesional murni untuk menjadi menteri. Menteri itu jabatan politik. Maka semestinya tidak diberikan kepada kalangan profesional yang tidak punya sikap politik yang jelas, netral, abu-abu atau sejenisnya. Jangan-jangan dia juga netral (tidak punya sikap politik) atas asas Pancasila dan UUD 1945. Bersambung: (2) Kabinet Kerja Profesional.
Catatan:
Maaf, saya menyebut kata Anda dalam surat terbuka ini, karena saya yakin Jokowi adalah Kita dan Kita adalah Rakyat.
Surat Terbuka Ch. Robin Simanullang | Redaksi TokohIndonesia.com |
© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA
Baca Surat Terbuka Lainnya:
(1) Menteri yang Taat Konstitusi
(2) Kabinet Kerja (Profesional;
(3) Presiden, Politisi atau Negarawan