Jagonya Bermain Reli Panjang

Icuk Sugiarto
 
0
253
Icuk Sugiarto
Icuk Sugiarto | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Icuk Sugiarto termasuk salah satu pahlawan bulu tangkis Indonesia era tahun 80-an yang sudah mengantongi sedikitnya 32 gelar juara. Pada masa kejayaannya, juara dunia tunggal putra 1983 ini dikenal sebagai atlit yang sering bermain reli panjang karena memiliki stamina yang sangat prima.

Icuk Sugiarto merupakan putra ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Suhardjo dan Ny. Tjiptaningsih. Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah, 4  Oktober 1962 ini sudah mengenal bulu tangkis sejak usia 12 tahun. Ayahnya, seorang  pensiunan pegawai RRI Surakarta sudah melihat bakat olahragawan dalam diri Icuk. Pada tahun  1974, sang ayah kemudian mendaftarkan Icuk memasuki Klub Taruna sekaligus menjadi klub pertamanya di kota  Solo.

Pada tahun 1974, Icuk berhasil merebut gelar juara tunggal putra dalam penampilan perdananya di Munadi Cup. Penampilan Icuk saat itu memukau hati M. Ridwan S, seorang pelatih dan pemandu bakat dari Bimantara Tangkas. M. Ridwan akhirnya memboyong Icuk ke Jakarta agar masuk sekolah atlet Ragunan di Jakarta Selatan pada tahun 1979. Di tempat inilah Icuk mulai serius mempelajari teknik-teknik bermain bulu tangkis. Hingga akhirnya, ia bergabung dengan Pelatihan Nasional (Pelatnas) Bulu tangkis.

Seiring dengan keahliannya yang semakin meningkat dalam olahraga tepok bulu ayam ini, Icuk mulai memantapkan hati untuk terjun penuh dan menjadikan bulu tangkis sebagai jalur hidupnya untuk berprestasi. Belum lama bergabung dengan pelatnas, Icuk di bawah bimbingan Tahir Djide mulai menunjukkan perkembangan yang begitu pesat. Tahun 1979 itu juga, Icuk sudah berhasil menjuarai kompetisi bulu tangkis pelajar se-Asia, sekaligus menjadi kejuaraan internasional pertamanya. Berlanjut kemudian di tahun berikutnya, di nomor ganda putra bersama Sigit Pamungkas, Icuk menjadi juara I Kejuaraan Nasional.

Sejak saat itu, Icuk semakin sering menjuarai turnamen bulu tangkis. Namanya pun semakin berkibar dan diakui, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Hingga pada puncaknya, suami dari Nina Yaroh ini menorehkan prestasi yang gemilang. Pada saat berumur 21 tahun, Icuk mengukir sejarah perbulutangkisan Indonesia dengan menjadi Juara Dunia pada tahun 1983 di Kopenhagen dan langsung disaksikan Presiden IOC (International Olympic Commitee), saat itu dijabat Juan Antonio Samaranch.

Meski demikian, perjalanan karir Icuk tidak selalu mulus. Dua tahun setelah menjadi juara dunia, Icuk yang pernah menjadi Staf Khusus Menpora Adyaksa Dault (2004-2009) ini, hanya memenangi tiga turnamen internasional yang tidak begitu bergengsi di antaranya kejuaraan di Sirkuit Thailand Open dan Malaysia Open pada pertengahan Juli 1984.

Untunglah, tiga tahun kemudian, perfoma terbaik Icuk kembali pulih. Ketua Umum Pengda PBSI DKI Jakarta tiga periode (2002-2014) ini akhirnya berhasil menjadi juara dunia “Piala Dunia 555” pada tahun 1986 di Jakarta. Ia mengalahkan Park Joo Bong dari Korea Selatan, Zhao Jian (China), Huang Hua (China), dan Morten Frost Hansen (Denmark).

Pada saat berumur 21 tahun, Icuk mengukir sejarah perbulutangkisan Indonesia dengan menjadi Juara Dunia pada tahun 1983 di Kopenhagen.

Berbagai prestasi yang diraih Icuk tidak lepas dari daya tahan tubuh dan stamina yang dimilikinya. Pada masa kejayaannya, Icuk dikenal sebagai pemain yang memiliki stamina paling baik. Sampai-sampai, pada saat ia menjadi juara dunia, Komite dopping Kejuaraan Dunia di Kopenhagen mencurigai Icuk memakai pemacu stamina dan sempat diperiksa dua kali. Tidak terima dengan perlakuan komite dopping tersebut terhadap anak asuhnya, pelatih Tahir Djide melayangkan protes keras atas tudingan tersebut.

Pada saat Icuk menjadi juara dunia, VO2max Icuk berada di atas rata-rata. V02max merupakan ukuran kapasitas maksimum oksigen yang dikonsumsi seseorang ketika menjalankan aktivitas yang menguras tenaga saat bertanding. Semakin tinggi V02max berarti semakin baik daya tahan dan stamina seorang atlit. Icuk saat itu memiliki VO2max sekitar 72, sedangkan para pemain lainnya hanya mencapai sekitar 65. Sehingga tidak mengherankan dengan stamina tinggi yang dimilikinya, Icuk tidak kesulitan untuk menumbangkan raksasa-raksasa bulu tangkis sekelas Morten Frost Hansen (Denmark), Prakash Padukone (India), dan Liem Swie King yang juga legenda bulu tangkis nasional, dimana nama-nama tersebut begitu mendominasi bulu tangkis saat itu.

Pada tahun 1989, Icuk memutuskan pensiun sebagai atlit. Namun anak-anaknya, Tommy Sugiarto dan Jauza Fadilla Sugiarto meneruskan perjuangan Icuk sebagai atlit bulu tangkis. Tommy saat berusia 14 tahun sudah berhasil membawa klub bulu tangkis Pelita Bakrie menjadi juara umum di tingkat cabang PBSI Jakarta Barat dengan meraih gelar di nomor Tunggal Remaja dan Taruna serta Ganda Remaja Putra. Selain itu, pada tahun 2008, Tommy terpilih sebagai tunggal keempat tim Piala Thomas Indonesia dan sering tampil di ajang bulu tangkis nasional dan internasional. Gelar pertama Tommy sepanjang karirnya di superseries diperoleh dengan menjadi juara di Singapura Open Superseries 2013.

Advertisement

Sedangkan anak bungsunya, Jauza Fadilla Sugiarto yang menjadi atlet bulu tangkis putri Jakarta Barat juga bisa membanggakan orang tuanya. Pada usia 14 tahun, Jauza berhasil merebut tiga medali emas (tunggal putri, ganda putri, dan beregu) di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) DKI Jakarta 2013.

Icuk sendiri tetap aktif di dunia bulu tangkis dan pernah dihampiri tawaran dari beberapa negara yang ingin menjadikannya sebagai pelatih, seperti Australia, Prancis, dan Malaysia. Namun, Icuk yang sudah mengantongi 32 gelar juara ini, lebih memilih untuk memajukan dunia bulu tangkis dalam negeri. Diantaranya ia lakoni sebagai manajer Klub Pelita Jaya, pelatih hingga Ketua Umum PB Pelita Bakrie dari tahun 1989, Pengda PBSI DKI Jakarta, Ketua Yayasan Atlet Indonesia, dan terlibat di beberapa organisasi olahraga lainnya.

Hidup adalah Pengabdian

Meski telah berhasil meraih berbagai medali dan penghargaan, Icuk tetap total berkarya di dunia bulu tangkis. Hal itu dibuktikannya selama menjadi pengurus PBSI DKI Jakarta dengan memberikan perhatian serius pada kebutuhan para atlet bulu tangkis, seperti sarana dan prasarana hingga program pelatihan yang diharapkan bisa merata dari pusat hingga daerah. Menurutnya, bibit-bibit unggul tidaklah harus berasal dari pusat, tapi juga bisa didapatkan dari daerah. Dalam hal ini, baik atlet pusat maupun daerah harus mendapatkan perlakuan yang sama. Tak hanya itu, Icuk juga memberikan perhatiannya pada para mantan atlet yang telah berjasa mengharumkan nama bangsa baik pada kancah nasional maupun internasional. Status kewarganegaraan mantan atlet juga tak luput dari perhatiannya.

Ketika menjadi Staf Khusus Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault (2004-2009), ia sering menyambangi para atlet sepuh. Dari kegiatannya tersebut, ia melihat langsung atlit-atlit yang dulunya berjaya mengharumkan nama bangsa namun sekarang hidup dihimpit kemiskinan. Misalnya, Icuk pernah mendatangi salah satu temannya sesama atlit namun dari cabang olahraga berbeda yakni senam, yang akan diusir karena tidak mampu lagi membayar sewa kontrakannya. Keadaan ini sempat membuat Icuk banyak merenung dan merasa hidupnya belum dimanfaatkan secara optimal. “Makna hidup bagi saya adalah pengabdian. Jadi, kita harus bisa bermanfaat buat orang banyak,” kata Icuk seperti dikutip Republika (12/6/2008). Icuk kemudian membentuk Yayasan Atlet untuk membantu atlit yang belum mapan. Waketum Konida DKI Jaya (2013-2017) ini berharap dengan adanya yayasan ini, seluruh atlet di Indonesia bisa berkumpul menjadi satu keluarga.

Selain sibuk mengurusi bulu tangkis, Icuk pernah memberanikan diri untuk terjun ke dalam gelanggang politik di Pemilu 2009 lewat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Namun sayang, ia gagal meraih kursi DPR RI di Senayan. Mantan pengurus KNPI 1990-an ini harus bersaing dengan Puan Maharani, Hidayat Nur Wahid maupun Zaenal Ma’arif yang berada di dapil yang sama, Dapil V (Solo-Klaten-Sukoharjo-Boyolali).

Hal ini sempat membuat Icuk mengalami stroke ringan akibat beban yang cukup berat ditanggungnya ditambah lagi dengan gonjang-ganjing dirinya untuk maju dalam Munas PB PBSI dimana pada akhirnya Icuk memilih mengundurkan diri. Meski demikian, Icuk yang pernah dicalonkan sebagai bakal calon wakil wali kota Solo 2010 ini tetap fokus di dunia bulu tangkis yang membesarkan namanya dengan menjadi pelatih bulu tangkis dan aktif di sejumlah organisasi olahraga dan kemasyarakatan. Bio TokohIndonesia.com | cid, red

Data Singkat
Icuk Sugiarto, Atlit, Pelatih bulu tangkis / Jagonya Bermain Reli Panjang | Direktori | Bulu Tangkis, Juara, ketua, atlit, Pelatih, PBSI, KONI, stamina

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini