Visi Jakarta Raya

 
0
63
Visi Jakarta Raya
Ch. Robin Simanullang | Ensikonesia.com | wes

[OPINI] – CATATAN KILAS – Setiap kali terjadi banjir besar dan kemacetan parah di Jakarta, selalu timbul berbagai pendapat reaktif tentang beban Jakarta yang sudah tidak layak lagi sebagai Ibukota Negara dan pusat pemerintahan Republik Indonesia. Lalu, setelah banjir surut berbagai pendapat itu pun surut pula tanpa bekas, tanpa tindak lanjut.

Beberapa tahun lalu, misalnya, ramai pendapat tentang pemindahan Ibukota Negara dan/atau pusat pemerintahan, yang direspon oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menawarkan tiga opsi. Yakni: 1) Tetap menjadikan Jakarta sebagai ibukota dan pusat pemerintahan dengan melakukan pembenahan (Opsi Realistis); 2) Tetap menjadikan Jakarta sebagai ibukota, dan hanya memindahkan pusat pemerintahan ke daerah baru (Opsi Moderat); 3) Memindahkan ibukota dan pusat pemerintahan secara bersamaan, dengan membangun ibukota baru. The real capital, the real government center (Opsi Ideal bersifat Radikal). (Jumat (3/9/2010).

Memang, konsep Jakarta Raya yang diusulkan Syaykh Panji Gumilang tersebut, membutuhkan kepemimpinan yang kuat, berani dan visioner. Tidak cukup hanya dalam level gubernur, tetapi terutama presiden. Maka, pada akhirnya, hal ini terpulang kepada kehendak seluruh rakyat Indonesia untuk nanti dalam Pemilu memilih Presiden yang visioner dan berani mengambil risiko.

Presiden menjelaskan opsi pertama (opsi realistis) dimana ibukota dan pusat pemerintahan tetap di Jakarta, namun dengan pilihan kebijakan untuk menata, membenahi, dan memperbaiki berbagai persoalan Jakarta, seperti kemacetan, urbanisasi, degradasi lingkungan, kemiskinan urban, banjir, maupun tata ruang wilayah. Kebijakan ini harus diikuti dengan desentralisasi fiskal dan penguatan otonomi daerah untuk mengurangi kesenjangan antardaerah.

Sementara, jika salah satu dari dua opsi (2 dan 3) itu dipilih, menurut perkiraan Presiden SBY, perlu waktu sekitar sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, ibukota atau pusat pemerintahan baru itu mulai bisa berjalan dan tertata dengan baik. Secara khusus untuk pemindahan pusat pemerintahan, menurut Presiden, perlu pembahasan yang cermat. Sebagai proyek besar, opsi itu harus dijalankan dengan perhitungan yang matang dari berbagai aspek, termasuk aspek biaya. Presiden mencontohkan pemindahan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya membutuhkan biaya sekitar Rp80 triliun.

Untuk ketiga opsi itu, Presiden SBY menegaskan akan mendengarkan masukan dari pihak mana pun. Dan, untuk dapat segera mengkaji dan merumuskan opsi yang ditawarkannya, Presiden mengatakan telah membentuk tim kecil. Presiden di Istana Negara, Rabu (8/9/2010) mengungkapkan, tim kecil ini antara lain untuk mengkaji membangun ibukota baru yang dikehendaki rakyat. Kajian tersebut termasuk bagaimana pendanaan pembangunan ibukota baru.

Namun, setelah tiga tahun berlalu, publik tidak tahu apa yang dikerjakan dan dikaji tim kecil yang disebut presiden tersebut. Lalu, tiba-tiba setelah Jakarta dilanda banjir pertengahan Januari 2013, muncul lagi wacana pemindahan ibukota negara tersebut. Andrinof Chaniago, akademisi Universitas Indonesia, dalam acara dialog di sitasiun televisi menympulkan bahwa pemerintah saat ini sama sekali tidak punya visi. Jangankan melakukan kajian, bahkan kajian yang dilakukan Tim Visi 2033 yang dipimpinnya tak pernah direspon pemerintah. Andrinof dan kawan-kawan merekomendasikan pemindahan ibukota ke Palangkaraya, Kalimantan, sebagai bagian dari penataan Indonesia.

Di tengah berbagai wacana itu, khususnya opsi yang ditawarkan Presiden, Syaykh Al-Zaytun Panji Gumilang mengusulkan perpaduan ketiga opsi konsep Ibukota Raya atau Jakarta Raya. Perluasan wilayah Jakarta menjadi Jakarta Raya, yakni mencakup wilayah yang dilintasi kanal Tirta Sangga Jaya yang ditawarkannya. Jika konsep Jakarta Raya tersebut terealisasi, dia yakin berbagai permasalahan banjir, macet dan tata ruang di Jakarta dan sekitarnya akan teratasi dan Indonesia pun akan terbilang dan dan terpandang di mata dunia internasional.

Memang, konsep Jakarta Raya yang diusulkan Syaykh Panji Gumilang tersebut, membutuhkan kepemimpinan yang kuat, berani dan visioner. Tidak cukup hanya dalam level gubernur, tetapi terutama presiden. Maka, pada akhirnya, hal ini terpulang kepada kehendak seluruh rakyat Indonesia untuk nanti dalam Pemilu memilih Presiden yang visioner dan berani mengambil risiko. [Visi Berita Majalah BERINDO (Berita Indonesia) Edisi 86 | Februari 2013] Catatan Kilas Ch. Robin Simanullang | Redaksi TokohIndonesia.com

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Tokoh Terkait: AS Panji Gumilang, | Kategori: Opini – CATATAN KILAS | Tags: robin, Visi, Jakarta Raya, banjir, pemindahan ibukota
Advertisement

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini