Ahli Perencanaan Pendidikan

Mochtar Buchori
 
0
901
Lama Membaca: 3 menit
Mochtar Buchori
Mochtar Buchori | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Dia seorang pakar perencanaan pendidikan, yang terbilang langka di Indonesia. Mantan Rektor IKIP Jakarta ini, di usia senjanya aktif sebagai kolumnis, terutama di Harian The Jakarta Post. Pada September 1994, pria kelahiran Yogyakarta, 9 Desember 1926, ini bergabung ke Litbang Partai Demokrasi Indonesia, karena melihat perjuangan Megawati yang sangat tulus untuk memajukan demokrasi di Indonesia.

Saat itu Megawati mendapat tekanan politik yang demikian keras dari pemerintah Orde baru. Ketika mengumumkan bergabung ke Litbang PDI yang dipimpin Kwik Kian Gie, mantan Deputi Ketua LIPI bidang Ilmu Pengetahuan Sosial Kemanusiaan (IPSK), itu menyebut alasan utamanya: “Saya melihat perjuangan Megawati dan Kwik Kian Gie sangat tulus untuk memajukan demokrasi di bumi yang sudah serba semrawut ini.

Menurut anak pertama dari dua bersaudara dari R Moh Dimyati, seorang priayi aktivis Muhammadiyah yang sempat menjadi Kepala KUA di Yogya, ini Litbanglah yang memberi masukan pada Mega untuk bisa mengantisipasi berbagai persoalan budaya, hukum, pendidikan, sosial, sampai soal kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia. Mantan Rektor IKIP Muhammadiyah Malang ini pun tetap bertahan walau Megawati semakin tertekan.

Dia sendiri tentu tidak luput dari tekanan tersendiri. Namun dia tetap pada pendirian. Keadaan seperti itu bukan hal baru dalam pengalaman hidupnya. Pada masa Orde Lama dia sering dituduh sebagai intelektual yang kebarat-baratan akibat kebebasan berpikirnya. Selain itu dia, juga kesulitan mendapat beasiswa karena dituduh sebagai orang PSI (Partai Sosialis Indonesia).

Kesulitan memperoleh biasiswa pada masa Orde Lama itu, terlepas pada awal pemerintahan Orde Baru. Pada tahun 1968, ia mendapat beasiswa dari Yayasan Ford di Universitas Harvard, AS. Di universitas ternama ini dia mendalami educational planning hingga meraih gelar doktor (1975) dengan disertasi An Evaluative Study of Public Service Programme for University Student in Indonesia.

Sesungguhnya, bukan itu pertama kali dia mendapat beasiswa ke AS. Pada tahun 1954-1957, dia telah memperoleh beasiswa di Universitas Nebraska, AS mendalami Sejarah dan Filosofi Edukasi.

Ayah lima orang anak ini, dipercaya menjadi asisten khusus menteri bidang pendidikan oleh Mashuri saat menjabat menteri pendidikan dan kebudayaan. Ketika itu (1970-1973), ia antara lain bertugas mengembangkan tiga model sekolah, yaitu model 12 kelas di Semarang, model small town 8 tingkat di Salatiga, dan model rural 5 tingkat di Basito, Kudus, Jawa Tengah.

Mantan guru Sekolah Pendidikan Guru, Yogyakarta dan Bandung (1949-1954), ini menamatkan SR di Yogyakarta tahun 1939. Kemudian melanjut ke MULO Yogyakarta (1945) dan SGB/SGA Yogyakarta (1948). Setelah itu, dia hijrah ke Bandung, kuliah di Paedagogische Leergang, Bandung (1954).

Dia menjalani masa kecil dan remajanya dengan penuh kenangan di kota kelahirannya Yogyakarta. Semasa remaja, saat masih SGB dan SGA misalnya, Mochtar tergabung dengan klub musik sekolahnya. Dia sebagai pemain biola. Dia pun menjadi anggota Kelompok Ansambel bersama para perawat-perawat Rumah Sakit Bethesda, Yogya. Bahkan ia menjadi dirigen koor untuk kelompok musik itu.

Kesenangan bermain musik itu, dia teruskan sewaktu menjadi dosen di IKIP Bandung, bergabung dalam Kelompok Musik Kamar. Lalu, berhubung karena kesibukan sesuai dengan tuntutan dan tanggung jawab berbagai jabatan yang dipercayakan padanya, dia tidak punya waktu lagi memainkan musik kesenangannya. Namun, sampai hari-hari tuanya, lelaki berkulit agak gelap, ini seorang penikmat musik.

Advertisement

Kendati pada masa kecil dan remajanya senang bermain musik, sejak kanak-kanak dia bercita-cita menjadi guru, bukan pemusik. Karena waktu itu, dia melihat guru adalah orang yang terpandang, terpelajar dan hidup tidak melarat. Walaupun dalam perkembangan berikutnya, guru tergolong melarat karena pendapatan yang sangat rendah, dia tetap bangga sebagai guru.

Ketika guru-guru pernah berunjuk rasa menuntut kenaikan gaji (2000), dia pun mendukungnya . Menurutnya, selama puluhan tahun, ada proses sistematis untuk memiskinkan guru, tidak hanya dalam hal pendapatan, tetapi juga dalam status sosialnya. “Saya dapat merasakan kemarahan, kedongkolan, dan frustrasi mereka terhadap birokrasi. Saya dapat merasakan bagaimana mereka diperalat tanpa diberi penghargaan sepantasnya. Selama ini, mereka dipuja-puja dengan pujaan hampa, seperti pemberian gelar pahlawan tanpa tanda jasa,” katanya saat ditemui wartawan di Jakarta, Kamis 20 April 2000. (Kompas 22/4/2000).

Dia mengaku didatangi sejumlah tokoh guru sebelum aksi-aksi itu berlangsung menyatakan kekesalannya terhadap respons pemerintah terhadap tuntutan guru yang cenderung bersifat teknis dengan mengabaikan substansi persoalan. Menurut dia, bila pemerintah hanya menyelesaikan masalah finansial yang dihadapi guru, tanpa menyentuh peremehan psikologis yang mereka alami selama ini, hal itu tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi pemerintah juga tidak memiliki dana cukup.

Kecintaannya kepada guru dan ‘kebanggannya’ sebagai guru telah dijalani dalam sepanjang perjalanan hidupnya. Mantan Pembantu Rektor Bidang Akademis IKIP Bandung (1964-1965), ini sampai hari tuanya tetap megnabdikan diri sebagai guru. Setelah pensiun sebagai pegawai negeri pun ia tetap menjadi guru, di antaranya sebagai Rektor Universitas Prof Dr Hamka. mlp

Data Singkat
Mochtar Buchori, Rektor Universitas Prof Dr Hamka / Ahli Perencanaan Pendidikan | Ensiklopedi | Dosen, Rektor, psikologi, LIPI, IKIP, Universias Harvard

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini