Karena Kuasa dan Kasih-Nya

Widodo Budidarmo
 
0
638
Widodo Budidarmo
Widodo Budidarmo | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Dia memiliki karakter pendiam di depan umum tetapi tegas dalam bertindak. Karakter yang dinilai banyak orang sangat cocok untuk polisi. Dia dilantik menjadi Kepala Polri dalam usia 47. Mantan Kepala Polda Jakarta (1970-1974) ini di mata stafnya dia seorang teladan yang memiliki jiwa kepemimpinan, dedikasi tinggi dan taat beribadah.

Pada usia 77 tahun, dia pun mengukir segala macam pengalaman hidupnya dengan nada santun dalam buku biografi bertajuk ‘Semua Karena Kuasa dan KasihNya.’ Buku itu diluncurkan di Hotel Twin Plaza, Jakarta, Sabtu 11 September 2004.

Dalam buku itu, ayah tiga anak dan kakek sejumlah cucu ini melukiskan, “…begitulah pandangan hidup saya, semua yang saya alami, semata-mata merupakan berkat Kuasa dan Kasih-Nya.

Salah satu prestasi terbaiknya adalah mengungkap kasus korupsi Deputi Kepala Polri Siswadji. Terbongkarnya kasus tersebut bermula dari surat pribadi dari Hoegeng, bekas Kepala Polri yang waktu itu sudah pensiun, mengenai proyek pembangunan sebuah rumah. Widodo melakukan pengusutan. Kasus tersebut terbongkar dan ternyata pelakunya adalah Siswadji, Deputi Kepala Polri.

Siswadji dihukum penjara delapan tahun. Tiga perwira polisi lain yang ikut korupsi; seorang mendapat tujuh tahun dan dua orang masing-masing enam tahun penjara.

Sebagai polisi sikapnya sangat tegas. Hal tersebut tercermin ketika terjadi musibah pada tahun 1973, salah seorang anaknya, Agus Aditono, saat peristiwa tersebut terjadi masih duduk di kelas II SMP, bermain-main dengan pistol, meledak, dan langsung menewaskan sopir kesayangannya.

Meski Agus Aditono anaknya sendiri, anak seorang Kepala Polri, harus bertanggung jawab. Agus diajukan ke sidang pengadilan dan dijatuhi hukuman.

Widodo Budidarmo dikenal sebagai seorang teman yang baik, oleh para teman kelasnya di Sekolah Menengah Teknik Surabaya, di antaranya Jenderal (Purn) Widjojo Soejono. Sekolah tersebut paling tidak telah melahirkan empat jenderal bintang empat. Selain Widodo dan Widjojo, dua lainnya adalah almarhum Marsekal Soewoto Soekendar dan Jenderal Soemitro.

Widodo, lahir di Desa Kapaskamprung, timur Surabaya, pada 1 September 1927. Dia Anak sulung seorang kasir pabrik gula. Semasa remaja dia bercita-cita menjadi penerbang. Bersama Soewoto Soekendar ia mendaftar masuk tentara sukarela Heiho di Jakarta. Baru tiga bulan mengikuti latihan, Jepang menyerah, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Perang kemerdekaan yang menyusul datang memanggil Widodo menjadi anggota TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar).

Selesai perang dan setelah tahun 1950 tamat SMA, Widodo berangkat ke Jakarta, ikut tes masuk Sekolah Penerbang AURI dan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Menurut Marsekal (Purn) Saleh Basarah, “Widodo sudah jadi kadet penerbang angkatan I di Pangkalan AURI Andir Bandung, tetapi kemudian pindah ke PTIK dan seterusnya merintis karier sebagai polisi.” Setelah meneliti log book dan menguji keterampilan terbang rekannya tersebut, KSAU Saleh Basarah menyematkan wing penerbang AURI kelas III kepada Widodo pada tahun 1975.

Advertisement

Dalam pandangan Widodo, polisi ideal adalah seperti di Inggris, bersikap correct, santun dan selalu menolong. “Oleh karena itu, polisi Inggris selalu dihormati dan dicintai masyarakat. Pedoman yang ditanamkan kepada mereka sangat sederhana, fight crime, help deliquent, dan love humanity,” jelasnya.

Maka begitu dilantik menjadi Kepala Polri dalam usia 47 tahun, dia langsung melakukan analisis SWOT (strenghts, weaknesses, opportunity, threats) terhadap Polri yang jumlah personelnya saat itu sekitar 120.000 anggota. Kendala yang dihadapi Polri bisa dia temukan: kualitas dan kuantitas SDM jelek, terbatasnya anggaran, peralatan dan kesejahteraan kacau, gaji sangat rendah, dan asrama tidak memadai.

Situasi tersebut sering mendorong polisi melakukan penyelewengan dan juga mengarah kepada penyalahgunaan wewenang. Namun, Widodo tetap menegaskan, “…apa pun alasannya, setiap bentuk penyelewengan polisi harus segera ditindak dengan tegas.”

Widodo pernah menjabat Kepala Polda Jakarta (1970-1974) dan berhasil membentuk Tekab (Team Khusus Anti Bandit). Semasa menjadi Kepala Polri (1974-1978) dia menggelar Operasi Guruh untuk memberantas aksi penyelundupan mobil, Operasi Guntur menertibkan orang asing, Operasi Badai untuk memberantas narkoba, Operasi Halilintar meringkus kejahatan bersenjata api dan melakukan Operasi 902 yang berhasil mengirim 70 gembong penyelundup diasingkan ke Nusakambangan.

Keberhasilan tugas di dalam negeri diimbangi kiprah di luar negeri. Tahun 1976, dalam sidang tahunan Interpol di Accra, Ghana, Widodo terpilih sebagai Wakil Presiden ICPO (International Criminal Police Organization). Salah satu jabatan puncak internasional yang pernah dicapai anggota Polri itu dilepaskan tiga tahun kemudian, sesudah Widodo diangkat sebagai Duta Besar RI untuk Kanada.

Setiap menjelang Hari Natal, dia selalu mengajak keluarganya pergi keluar kota. Alasannya, menurut istrinya, Darmiati Poeger, dia tidak mau merepotkan dan direpotkan orang untuk urusan pribadi semacam itu. Kalau Natal dirayakan di rumah, pasti banyak anak buah dan kolega yang terpaksa datang. tsl

Data Singkat
Widodo Budidarmo, Kapolri (1974-1978) / Karena Kuasa dan Kasih-Nya | Ensiklopedi | Jenderal, Duta Besar, Polri, Dubes

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini