Gubernur di Masa Sulit
Sutiyoso10 | Peduli Warga Miskin

Gagasan Sutiyoso menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) berbadan hukum perseroan terbatas (PT) telah memancing reaksi beragam dari berbagai pihak, termasuk dari Menteri Kesehatan. Seolah-olah dengan PT timbul kesan keberpihakan Pemda DKI Jakarta kepada rakyat kecil makin jauh.
Padahal Sutiyoso, selama kepemimpinannya telah diakui sebagai satu-satunya Gubernur di Indonesia yang sangat peduli terhadap orang miskin di bidang kesehatan, sampai-sampai ia pernah diberikan award atau penghargaan oleh Menteri Kesehatan sebelumnya.
Memang, Pemprov DKI Jakarta telah menyebar Kartu Sehat terhadap orang miskin untuk bisa berobat gratis di 77 RSUD dan rumah sakit swasta di Jakarta. Rumah sakit tinggal mengklaim semua biaya pengobatan tersebut kepada Dinas Kesehatan Pemda DKI Jakarta.
Soal kepedulian kepada warga miskin, Pemprov DKI Jakarta juga mengalokasikan Rp 100 milyar. Sementara kompensasi BBM dari pemerintah pusat untuk Jakarta hanya dapat jatah Rp 14,9 milyar. Sutiyoso, menyakinkan bahwa jiwa sosial Pemda DKI terutama dirinya masihlah tinggi. Ia pun meminta agar hal ini jangan didramatisasi yang bisa membawa rakyat ke pengertian yang keliru.
Perubahan badan hukum RSUD menjadi PT, kata Sutiyoso, jangan disalahartikan sebagai swastanisasi. Sutiyoso memastikan, yang di-PT-kan adalah pengelolaan manajemen rumah sakitnya supaya profesional melayani dan memelihara kesehatan masyarakat. Saham Pemda di setiap rumah sakit adalah 99 persen dan sisanya satu persen menjadi milik pegawai masing-masing rumah sakit. Jadi tidak ada swastanisasi!
Sutiyoso menyebutkan dari saham 99 persen di setiap rumah sakit yang di-PT-kan, itu mestinya Pemda berhak menarik keuntungan dari pendapatan hingga 80 persen. Namun yang dilakukannya justru sebaliknya hanya mengambil 20 persen. Sisanya yang 80 persen tetap kembali ke rumah sakit itu. Duapuluh persen itu pun sesungguhnya masih dikembalikan sebagai tambahan subsidi lagi ke rumah sakit itu.
Sutiyoso meminta semua pihak mengerti bahwa Jakarta adalah Ibukota Negara, jangan disamakan dengan Temanggung atau Wonogiri. Sebaiknya dibandingkan dengan Singapura dan Taipei. Rumah sakit pemerintah tapi berkelas, pelayanannya berkualitas, baik yang bayar maupun yang gratis.
Kepedulian Pemprov DKI akan warga miskin bukan isapan jempol. Bisa dicek bahwa biaya berobat di RS Cengkareng kelas III hanya Rp 20.000 sehari, sudah termasuk biaya perawatan, penginapan, makan tiga kali sehari ditambah snack dua kali dan buah.
Selain memelihara kesehatan warga yang tergolong miskin lewat penyebaran Kartu Sehat, Pemprov DKI juga meluncurkan program PPMK (Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan).
Anggaran Pendidikan dan UKM
Begitu pula program pemerintah wajib belajar sembilan tahun, Pemda DKI Jakarta telah membebaskan SPP setiap sekolah negeri dan madrasah. Kepada guru-guru DKI Jakarta diberikan tunjangan Rp 1 juta perbulan, dana beasiswa disediakan Rp 13,3 miliar bagi siswa berprestasi dari keluarga tak mampu. Pemda DKI Jakarta adalah satu-satunya propinsi di tanah air yang sanggup menyediakan 20 persen dari anggaran tahunan APBD-nya untuk alokasi anggaran pendidikan.
Banyaknya supermarket dan hypermarket di Jakarta, mengundang persepsi ketidakpedulian Pemda DKI Jakarta akan nasib kelompok usaha kecil dan menengah (UKM). Mengenai hal ini, Sutiyoso menyebutkan ada rumus supply and demand, atau penawaran dan permintaan di setiap kehadiran hypermarket. Seorang developer pasti tidak akan mau membangun supermarket kalau permintaannya tidak ada. Jadi peta dan marketnya masing-masing sudah ada. Pembeli di pasar tradisonal dengan yang di supermarket, itu beda orangnya.
“Jadi, ini juga suka didramatisir. Logika saja dipakai, adakah seorang developer mau membangun supermarket rugi nggak ada orang di situ. Ingat, yang dilayani bukan hanya orang Jakarta yang 10 juta saja. Tapi 12 juta orang Jakarta dan sekelilingnya yang masuk ke supermarket-supermarket di Ibukota.
Namun hal itu bukan berarti Pemprov DKI tidak peduli kepada kelompok Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Bahkan Pemprov DKI termasuk yang paling peduli membina kelompok UKM. Salah satu bukti kepedulian itu tampak dalam struktur organisasi Pemprov DKI Jakarta, yang memiliki Kepala Dinas UKM berjenjang hingga ke tingkat bawah.
Selain itu, Pemprov DKI juga menyediakan gedung delapan lantai di lokasi elit di Waduk Melati, sebagai showroom khusus hasil-hasil produksi barang dan jasa UKM. ch robin s – sh (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 20)